Share

Pertemuan

Kaila mengaduk-aduk bubur ayam miliknya, ia tidak berselera sama sekali untuk mengisi perutnya. Elisa yang sedari tadi memperhatikannya hanya mengernyitkan dahinya bingung.

"Lo kenapa La? kok gak dimakan?" tanya Elisa.

Kaila menggelengkan kepalanya, "Gue gak papa kok."

"Bohong La, pasti ada sesuatu yang ngeganggu pikiran lo kan? coba cerita sama gue." ajak Elisa, ia tidak bisa membiarkan temannya itu terlihat murung seperti ini.

"Sebenernya papa gue mau jodohin gue Sa." ucap Kaila.

Elisa memekik kaget membuat seisi kantin menatap kearah mereka berdua, "Ma-maksud lo La?" tanyanya.

"Ya gue bakalan segera menikah Sa.."

Elisa menutup mulutnya tak percaya, "Tapikan lo masih SMA La, gimana bisa orang tua lo jodohin disaat lo masih muda kaya gini?" tanya Elisa tak percaya.

"Gue juga pusing Sa, gue gak tau harus bilang apa. Nanti malam gue bakalan ketemu sama calon suami gue, dan gue gak tau harus bersikap gimana." ucap Kaila lesu.

Elisa langsung berpindah ke sebelah Kaila, ia memeluk temannya itu dengan erat, "Lo pasti bisa La, jangan sedih okay? lo bisa cerita sama gue.."

Kaila mengangguk, "Thanks ya Sa.."

"Pokoknya lo harus cerita besok pagi ke gue, siapa namanya, orangnya kaya apa supaya gue tau gue bisa nyerahin elo ke dia dengan tenang atau enggak." kata Elisa.

Kaila menganggukkan kepalanya, ia juga sebenarnya penasaran seperti apa orang yang akan dijodohkan dengan dirinya, apa seumuran dengannya atau sudah kuliah sungguh Kaila sangat penasaran apalagi ayah dan bundanya hanya mengatakan kepadanya untuk menunggu nanti malam dan menanyakan semuanya langsung kepada calon suaminya itu. 

Sedangkan dimeja lain, Raffa tengah duduk bersama ketiga temannya Aksa, Ravi, dan juga Axel dan yang tidak ketinggalan adalah pacar tersayangnya Celine. Ketiga temannya dan juga Celine dengan lahap memakan makanannya masing-masing, berbeda dengan Raffa yang hanya terlihat mengaduk-aduk makanannya tanpa ada niatan untuk memakannya sama sekali.

Raffa terlihat seperti orang yang tengah sakit, ia terus melamun sepanjang jam pelajaran bahkan saat jam istirahat seperti sekarangpun ia tidak semangat sama sekali. Perbedaan perilaku Raffa sebenarnya sudah mengganggu pikiran Celine sejak tadi, ketiga teman Raffa pun sebenarnya juga penasaran apa yang terjadi dengan temannya. 

"Sayang, are you okay?" tanya Celine lembut sambil mengusap pelan bahu Raffa.

Raffa tersentak saat merasakan tangan Celine menyentuhnya, "I'm okay." jawabnya.

"Serius bro lo okay? dari tadi lo ngelamun terus." tanya Ravi tak percaya.

Raffa menganggukkan kepalanya, lebih baik jika ia tidak memperlihatkan atau bahkan memberitahu teman-temannya tentang apa yang terjadi terutama Celine pikirnya.

"Gue gak papa, cuma ada dikit kendala aja dirumah santuy aja lo pada." ucap Raffa.

"Beneran kamu gak papa kan sayang?" tanya Celine memastikan karena ia merasa khawatir dengan Raffa.

Raffa menganggukkan kepalanya, ia menghela nafasnya pelan. Bagaimana caranya ia harus menutupi hal ini dari ketiga temannya dan juga Celine karena Farrel tidak ingin ada satu orangpun yang mengetahui hal ini.

πŸ’œπŸ’œπŸ’œ

Hause Rooftop And Bar

Kaila duduk dengan gelisah sejak tadi, ia bingung harus bagaimana menyapa calon suami dan juga calon mertuanya nanti. Kaila juga sedikit risih dengan riasan di wajahnya walaupun bundanya meriasnya dengan sangat natural. 

Kaila meremat jemarinya di bawah meja menyalurkan rasa gugupnya yang teramat dalam, "Yah, Kaila merasa belum siap untuk ini." ucapnya jujur.

Bram tersenyum menanggapi ucapan anaknya, hanya tersenyum saja. 

"Semuanya akan baik-baik saja, mereka orang baik kok kamu tenang aja ya." ucap Devi menenangkan anaknya itu. 

Bram menarik nafasnya berat, "Maafkan ayah Kaila, karena janji ayah dengan sahabat ayah dulu kamu harus menikah sekarang." 

Kaila tersenyum dengan berat hati, ia juga sangat menyayangkan hal ini sebenarnya namun janji tetaplah janji, orang tuanya selama ini mengajari Kaila untuk selalu menepati janjinya walau sekecil apapun. 

Karena janji dalam bentuk apapun itu akan memiliki sebuah arti tersendiri bagi orang yang dijanjikan. Karena itu, siapapun dirimu tepatilah janji yang telah kau buat.

"Tidak masalah Yah, ayah udah janji kan jadi harus ditepatin, ayah sendiri yang ngajarin Kaila untuk jadi orang yang selalu ingat akan janjinya." ucap Kaila dengan suara gemetar.

Bram terenyuh mendengar perkataan putrinya itu, "Putriku sudah  dewasa, kamu tumbuh jadi gadis yang bijak La, ayah bangga sama kamu. Ayah jadi tenang untuk melepaskanmu La." ucap ayahnya. 

"Bunda juga bangga sama kamu La, bunda harap setelah menikah nanti kamu tetap bisa memegang teguh ajaran yang bunda dan ayah berikan." pesan Devi kepada anaknya itu.

Kaila menatap bunda dan ayahnya bergantian, matanya hampir saja meneteskan cairan bening jika saja orang yang mereka tunggu belum hadir dihadapan mereka sekarang. Kaila dan kedua orang tuanya berdiri menyambut calon besan mereka.

Bram dan Riki berjabat tangan dan berbicara dengan santai. "Bagaimana kabarmu Rik?" tanya Bram basa basi. 

Riki terkekeh,"Seperti yang kau lihat Bram, aku sangat sehat apalagi saat tahu akan segera berbesanan denganmu." ucapnya.

Anin dan juga Devi berpelukan, mereka sudah sangat lama tidak bercengkrama.Dulu Anin dan juga Devi sering bertemu dan berbincang bersama karena kedua suami mereka bersahabat maka mereka berdua pun turut berteman dengan baik. 

"Silahkan duduk.." ucap Bram mempersilahkan Riki dan istrinya untuk duduk.

Kaila menatap bingung, kenapa hanya ada calon mertuanya saja disini? dimana calon suaminya itu? batinnya.

"Ah dimana anakmu Rik? kenapa dia tidak ada disini?" tanya Bram saat tak melihat calon menantunya itu.

"Oh anakku tadi pamit ke toilet sebentar, mungkin ia akan segera kesini nanti." jawab Riki membuat kebingungan diantara Kaila dan juga kedua orang tuanya terjawab.

"Ini calon menantuku Bram?" tanya Riki dan diangguki oleh Bram.

Kaila langsung menundukkan badannya memberi hormat dan menyalimi tangan Riki dan Anin. ia tersenyum kepada dua orang di depannya ini.

Kaila mengernyitkan dahinya saat merasa wajah dari calon ayah mertuanya itu sangat mirip dengan seseorang yang ia kenal, tapi Kaila berusaha menghilangkan segala pemikirannya karena tidak mungkin calon ayah mertuanya ini ada keterikatan dengan orang yang dikenalnya. 

"Kau tumbuh menjadi sangat cantik Kaila, dulu waktu kau masih kecil kau terlihat sangat imut dan menggemaskan." puji Riki. 

"Benar sayang, dulu tante sering bermain dengan dirimu bahkan tante masih ingat dengan jelas bagaimana tawamu saat dirimu masih kecil." timpal Anin.

Kaila yang dipuji hanya bisa tersenyum dan menundukkan wajahnya malu, ia tak tau harus berkata apa. Sampai sebuah suara membuatnya mengangkat wajahnya tegap dan membeku. 

"Maaf saya terlambat." ucap Raffa sambil membungkukkan badannya.

Kaila diam terpaku ditempat saat melihat pria yang ada dihadapannya, apakah Kaila tengah berada di alam mimpi sekarang? atau ini hanya ilusi semata? 

Raffa duduk dikursinya yang berhadapan dengan Kaila, ia menatap ke depan dan sangat terkejut saat mengenali gadis di depannya ini. "Kaila?" panggilnya.

Orang tua mereka menatap bungung kepada keduannya, "Kalian saling mengenal?" tanya Bram.

Karena sebelumnya Kaila dan juga Raffa tak pernah bertemu bahkan saat mereka kanak-kanak karena Bram dan keluarga dulunya tinggal dikota lain dan Raffa sering bersama neneknya.

"Iya om, saya dan Kaila satu sekolah." ucap Raffa. 

Terlihat sebuah senyum terpantri diwajah keempat orang tua yang duduk disana, mereka sangat bersyukur ternyata kedua anaknya sudah saling mengenal dekat.

"Benar Kaila?" tanya Bram memastikan kepada anaknya dan Kaila menganggukkan kepalanya. 

"I-iya Yah, Kaila kenal dengan Raffa, kita juga satu sekolah." jawab Kaila.

Namun hanya ke empat orang tua mereka yang sepertinya terlihat senang karena Raffa masih terlihat terkejut saat mengetahui orang yang akan dijodohkan dengan dirinya adalah Kaila gadis pendiam di sekolahnya yang sering mengajaknya bicara dulu. 

Tak jauh berbeda, Kaila juga masih sibuk dengan pemikirannya sendiri, ia menyanggupi janji ayahnya dulu yang akan menjodohkan dirinya dengan maksud agar dirinya bisa semakin mudah melupakan Raffa dan mulai mencintai hati yang lain. 

Namun, ternyata ini yang dinamakan dengan takdir, Kaila atau siapapun itu tidak pernah tahu takdir seperti apa yang akan mereka jalani. Kaila juga tidak menyangka bahwa perjodohan ini malah akan semakin membuatnya jatuh semakin dalam kepada Raffa. 

Acara pertemuan kedua keluarga itu berjalan dengan lancar, tak henti-hentinya senyuman terpantri cerah diwajah kedua orang tua mereka, sesekali Kaila maupun Raffa menimpali perkataan orang tua mereka tanpa berniat membuat suasana semakin canggung diantara keduanya. 

"Jadi bagaimana jika kita percepat saja pernikahan mereka?" tanya Riki, ia tak sabar untuk segera memiliki menantu. 

Bram dan juga Devi menganggukkan kepalanya setuju, "Lebih cepat lebih baik, toh mereka berdua juga sudah saling mengenal sebelumnya." ucap Bram. 

"Bagaimana jika kita adakan minggu depan?" tanya Riki.

Kaila dan juga Raffa terperenjat mendengar kata seminggu, kata yang memiliki makna sangat lama saat mereka menunda mengerjakan tugas namun hari ini kata itu berubah memiliki makna sangat cepat. Kaila dan juga Raffa merasa belum siap untuk ini semua. 

"Ayah.. apa tidak terlalu terburu-buru?" tanya Kaila. 

"Benar pah, Raffa dan juga Kaila belum siap menikah secepat ini." timpal Raffa.

Riki dan juga Bram tersenyum, "Menurut kami ini tidak terlalu cepat, bukankah lebih cepat lebih baik?" tanya Riki.

Bram menganggukkan kepalanya,"Benar sekali, lebih cepat lebih baik jadi mari kita laksanakan pernikahan ini minggu depan." ucap Bram.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status