Happy Reading.
*** Darla kini tengah sarapan di meja makannya seorang diri di temani beberapa maid yang menunggunya dan juga dua bodyguard yang menjaganya, hari ini Darla harus berangkat kesekolah hanya bersama Ryan dan beberapa bodyguard yang berjaga. Pasalnya Falix sudah berangkat lebih dulu mengingat hari ini mereka akan ada latihan lebih awal karena dua minggu lagi akan ada latihan gabungan. Setelah selesai dengan sarapannya dengan segera Darla keluar dari Mansion besar tersebut dengan para maid dan bodyguard yang mengikuti di belakangnya. Di depan mobil Mercedes sedan mewah berwarna hitam sudah terdapat Ryan yang menunggunya. “Sudah lama menunggu Ryan?” tanya Darla sekedar berbasa-basi pada Ryan yang tentu saja sudah lama menunggunya. “Tidak nona,” ucap Ryan dengan senyumannya lalu membukakan pintu penumpang untuk Darla mempersilahkan atasannya itu untuk masuk. Setelahnya perjalanan hanya di isi dengan keheningan saja hingga setelah menempuh perjalanan selama lima belas menit akhirnya mereka sampai di sekolah Darla. Ryan menghentikan mobilnya tepat di depan pintu masuk lobi, sebenarnya hanya para petinggi yang boleh berhenti di depan pintu. Ryan turun dari mobil dan berjalan menuju pintu penumpang dan membukakan pintu untuk Darla. “Jika kau membutuhkan sesuatu kau bisa menghubungiku nona,” ucap Ryan yang Darla balas dengan anggukan. “Aku pergi dulu,” ucap Darla dan setelahnya gadis itu segera berjalan menuju kelasnya berada di bagian barat lantai dua. Saat melewati koridor banyak siswi yang tengah membicarakannya tapi sebisa mungkin Darla tak terpengaruh atau dia akan malah membuat keributan dan berujung Falix yang akan menyelesaikan masalah yang ia buat, dan bisa saja karena itu Falix akan menendangnya kembali ke New York. “Jadi ini pelakornya?” “Perebut pacar orang dasar bitch,” “Cantik tapi pacar orang di embat,” “Siapa sih dia sampai berani tadi turun di depan lobi?” “Pasti udah di apa-apain sih ini” Begitulah ucapan para Siswi yang terus membicarakan keburukannya membuat telinga Darla terasa panas mendengarnya, tak ada yang bisa Darla lakukan selain menutup telinganya karena ia hanya memiliki dua tangan jadi tak mungkin Darla menutup mulut mereka satu persatu hanya dengan dua tangan. Saat sampai di kelas ternyata kelas sudah ramai mungkin karena sebentar lagi bel masuk akan di mulai. Darla segera menuju mejanya dan mendudukkan bokongnya di sana. “Darla lo ada hubungan apa sama Falix?” tanya teman di depan Darla mengingat Darla hanya duduk sendiri jadi di sampingnya hanya ia letakkan sebagai tempat tasnya agar lebih nyaman. “Bukan urusan mu,” ucap Darla santai. Mungkin ia akan menjawab dengan baik jika gadis di depannya itu bertanya dengan baik tapi gadis itu malah bertanya dengan nada sinis. “Jutek banget, sok cantik,” ucap gadis itu dan segera menghadap kedepan yang sama sekali tak Darla pedulikan. Tak beberapa lama seorang guru masuk ke kelas mereka. **** Bosan, mungkin itu yang kini Darla rasakan, berada di ruangan dengan banyak orang tapi merasa sendiri. Tak ada yang berani hanya sekedarnya menyapanya dan semua itu karena Falix yang sudah mengancam mereka. Suara dari lapangan outdoor yang begitu ramai membuat Darla menolah dan mendapati banyak yang tengah menonton pertandingan basket, saat melihat keberadaan Falix senyum Darla merekah lalu gadis itu memutuskan untuk izin ke kamar mandi pada guru yang tengah mengajar di kelasnya itu. “Permisi pak bolehkan aku izin ke kamar mandi?” tanya Darla yang langsung mendapatkan anggukan dari guru yang mengajar itu. Setelah mendapatkan Izin dengan segera Darla keluar dari kelasnya dan kini tujuananya adalah kantin untuk membeli minum untuk ia berikan pada Falix. Setelah itu baru Darla akan menemui Falix. Saat sampai di kantin ternyata di kantin cukup ramai padahal jam istirahat belum berbunyi dan baru akan berbunyi tiga puluh menit lagi. Setelah mengambil air mineral Darla segera membayarnya. Baru saja darla akan melangkah keluar tapi ada seorang gadis yang memanggil namanya. “Darla,” panggil suara di samping Darla sambil menepuk pundak gadis itu. “Aneska,” ucap Darla saat melihat gadis yang menepuk pundaknya itu adalah Aneska. “Mau ke lapangan?” tanya Aneska yang Darla balas dengan anggukan. “Pas banget gue juga mau ke sana, ayo bareng,” ajak Aneska yang langsung menarik tangan Darla untuk berjalan bersamanya menuju lapangan. Saat di jalan banyak yang terus menatap dan membicarakan mereka mengingat mereka adalah kekasih dari laki-laki popeler. Namun mereka tak menghiraukan itu dan terus berjalanan menuju lapangan. “Darla lo bener adiknya Falix?” tanya Aneska yang mulai penasan ada hubungan apa sebenarnya antara Falix dan Darla. “Tidak, Falix adalah kekasihku,” ucap Darla dengan senyumannya, ia begitu senang akhirnya memiliki teman dan sepertinya Falix tak akan marah mengingat saat itu Falix mengizinkannya untuk berkenalan dengan Aneska. “Hah serius?” tanya Aneska dengan wajah terkejutnya membuat Darla terkekeh melihatnya. “Tentu saja,” ucap Darla masih dengan sisa kekehannya. “Kok bisa sih lo pacaran sama dia?” tanya Aneska yang mulai kepo dengan kisah Darla dan Falix. Karena seperti yang ia tahu Falix begitu dingin dan cuek sebelas dua belas dengan kekasihnya tapi Falix jauh lebih dingin apa lagi dengan perempuan. “Apa yang tidak bisa?” tanya Darla dengan senyumannya. “Tapi lo kan murid baru dan hubungan lo sama Falix kayak udah lama,” ucap Aneska karena dari yang gadis itu lihat, hubungan Darla dan Falix bukan seperti hubungan pasangan yang sering ia baca di cerita novel-novel yang memperlihatnya laki-laki yang mengklim gadis sebagai kekasihnya. “Kami memang sudah mengenal lama saat kami di New york dan hubungan kami sudah empat tahun lebih,” jelas Darla yang kembali membuat Aneska terkejut dengan pernyataan gadis itu. Kini rasanya Aneska seperti telah menyelesaikan teka-teki konspirasi yang begitu besar saat mendengar pernyataan Darla, kini ia tahu mengapa Falix begitu dingin dan cuek pada perempuan ternyata semua itu ia lakukan untuk Darla. Aneska tak menyangka laki-laki dingin dan super cuek serta bermulut pedas seperti Falix akan begitu setia dan manis. Aneska tersenyum mengingat itu membuat Darla mengerutkan keningnya melihat sikap Aneska. “Hey ada apa dengan mu?” tanya Darla sambil menepuk punggung Aneska. “Eh engga, gue cuma gak nyangka Falix akan semanis itu,” ucap Aneska dengan kekehannya membuat Darla ikut terkekeh mendengarnya. Setelahnya mereka melanjutkan jalan mereka dengan obrolan kecil entah tentang Darla ataupun tentang Aneska. Ia begitu nyaman saat memiliki teman bercerita seperti itu karena sebelumnya ia homeshcooling hingga ia tak memiliki teman selain guru privatnya yang berumur dua puluh tujuh tahun. *** Thank For Reading. Hai semua. Salam kenal all. Aku penulis baru di Goodnovel tapi semoga kalian suka sama karya aku yang satu ini. Jangan lupa buat vote dan koment ya guys. Maaf kalo feel gak dapet dan banyak typo. Kalau mau tahu karya aku yang lain kalian bisa cek i* aku @wphilmiath_ See You Next Part AllHappy Reading. *** Sudah dua hari Falix menyekap Darla di kamar gadis itu. Dan sudah dua hari juga kejadian tersebut berlalu. Kini keadaan Barra masih koma paska oprasi saat itu. Akibat pendarahan yang terus menerus dan Barra yang hampir kehabisan darah laki-laki itu harus menjalankan oprasi dan hingga kini laki-laki itu belum sadarkan diri. Semuanya masih menunggu dengan cemas bagaimana keadaan Barra selanjutnya, doa tak pernah lepas dari mereka yang terus berdoa akan kesembuhan Barra. Yang kini mereka harapkan adalah kesembuhan Barra. Untuk Dino dan Dian, kini kedua orang itu harus melaksanakan penjara di rumah dan tidak di bolehkan melakukan perjalanan jauh. Semua itu karena Dian yang masih di baru saja berumur tujuh belas tahun hingga orang tuanya meminta keringan begitupun dengan Dino yang masih sembilan belas tahun. Saat usia mereka memasuki dua puluh satu tahun maka akan di lakukan persi
Happy Reading. *** Menatap kesekeliling dengan tatapan menerawang, kini Darla merasa merasa bingung dengan tampat yang ia tempati saat ini. Kini ia bukan lagi berada di sebuah gedung kosong tapi berada di sebuah kamar. Tangannya tak lagi terikan begitupun kakinya namun di kamar ini seperti tak ada cara untuk keluar. Darla sudah mengelilingi kamar itu dan pintu sudah di kunci, jendela pun sudah di kunci mati. Bisa Darla tebak saat ini ia tengah berada di ketinggian saat melihat di jendala dan kamar ini memiliki tinggi yang lebih tinggi dari pohon besar di bawahnya. Suara kunci di buka membuat Darla mengalihkan pandangannya yang semula tertuju pada jendela kini teralihkan oleh seorang laki-laki yang memasuki kamar tersebut yang tak lain adalah Dino.
Happy Reading. *** "Lo serius?" tanya Cakra yang masih tak percaya akan info yang baru saja ia terima dari Falix. "Apa ada untungnya kalo gue ngarang cerita?" tanya Falix dengan begitu sinis. Mereka semua menggeleng memang tak ada untungnya bagi Falix untuk mengarang cerita. Lagi pula untuk apa Falix melakukan itu? Tentu saja itu bukanlah hal yang patut untuk di karang. "Jadi kita bener-bener kehilangan Dion?" tanya Barra dengan senyuman sendunya. Kini mereka memang tengah membicarakan tentang Dion. Lebih tepatnya Falix yang tengah bercerita dan memberikan info tentang siapa sebenarnya Dion yang kini bersama mereka, dia bukanlah Dion dari Dino kembaran Dion yang m
Happy Reading. *** Darla mengerjampak matanya berkali-kali merasakan silau yang masuk ke dalam matanya, ia begitu merasa asing dengan tempat nya saat ini. Melihat ke sekeliling ia pikir kini ia tengah berada di sebuah gedung tak terpakai di lihat dari bagaimana kondisi gedung yang ia tempati saat ini. Bisa gadis itu rasakan kini tangan dan kakinya teringat dan di ruangan yang begitu luas itu hanya terdapat satu kursi yang kini ia duduki, tak ada penerangan selain mentari yang masuk melalui jendela yang berada begitu tinggi. Sebisa mungkin Darla berusaha melepaskan tangannya dari ikutan yang begitu menyakitinya bahkan bisa ia tebak kini tangannya sudah memerah dan memar at
Happy Reading. *** Pukulan yang begitu keras Falix dapatkan dari ayahnya, tadi saat ia baru saja sampai di rumah bersama dengan Ryan dalam ke adaan berantakan dan memar serta luka di wajahnya tak ia sangka ternyata orang tuanya yang jarang pulang itu sedang ada dirumah. Saat Falix dan Ryan sampai di rumah, ibu Falix langsung menanyakan ada apa dengan wajah Falix serta Ryan dan di mana Darla? "Apa kau gila mengajak Darla ke club malam?" tanya Hanry sambil memberikan pukulan mentah pada Falix yang hanya bisa terdiam menerima setiap pukulan yang di dapatnya dari ayahnya yang terus melampiaskan amarahnya pada dirinya. "Lihatlah apa yang sekarang kau dapat Falix," ucap Hanry yang kembali memberikan pukulan untuk Falix yang hanya terdiam. Ryan yang melihat itu ingin membant
Happy Reading. *** "Tar malam ke club kuy dah lama nih gak kumpul di sana sambil main billiard," ajak Dion dengan begitu bersemangat. Kini mereka tengah berada rooftop sambil sebat, rooftop memang selalu menjadi tempat yang pas bagi mereka untuk menghisap sebatang rokok yang mengandung nikotin tersebut. Kini hanya ada kelima laki-laki tersebut mengingat gadis mereka sudah pulang lebih dulu karena kini para laki-laki itu harus mengikuti jam pelajaran tambahan. "Yuk lah udah lama nih," kompor Cakra yang juga terlihat begitu bersemangat mengingat mereka sudah sangat lama tidak nongkrong bersama. "Ok deh tar malam, tapi gue ngajak Darla," ucap Falix memberitahu sahabat nya jika ia harus mengajak tunangannya itu.