"Jadi apa yang membuat kamu kepikiran datang ke kantor saya?"
Setelah selesai bergumul dalam permainan panas, Dominic dan Chalondra sama-sama beralih ke pantry. Keduanya menjadi lapar akibat energi yang terkuras habis. Kebetulan di dalam kulkas Dom ada sejumlah frozen food yang bisa dimasak dalam waktu singkat untuk mereka santap dalam waktu dekat. Chalondra memilih untuk mengukus dimsum, sementara Dom memilih untuk memanggang pizza bekunya.
"Cuma mau lihat kantor Daddy aja. Penasaran. Sama sekalian mau pamit," jawab Chalondra sambil memasukkan satu buah dimsum berukuran sedang ke dalam mulutnya.
"Tadi kuliah jam berapa?"
"Jam empat sore, Dad. Jam setengah enam sudah beres."
Dom mengangguk. "Tadi langsung tau ruangan saya. Siapa yang kasih tau ke kamu?"
"Tanya si resepsionis. Aku bilang ponakannya Dad. Awalnya mereka nggak percaya. Tapi tau-tau pak Dann muncul. Katanya nggak apa-apa aku masuk. Jadi si resepsionis ngijinin."
"Oh
Readers be like : "Aduh tor, apa lagi nih, lukisan doang bikin mikir." Wkwkwkwk, ada apa rahasia dibalik lukisan? Coba tebak gais 🥰🥰🥰
Dominic tidak langsung kembali ke apartemennya. Dia harus segera mendapat penjelasan dari Marcus perihal Reina. Tadi Reina dengan lantang mengatakan kalau urusan laporan dia akan langsung ke Marcus, bukan? Itu artinya papanya sudah tau tentang keberadaan istrinya itu di perusahaan. "Astaga!! Apa yang terjadi dengan hidungmu, Dom!!!!" Perempuan paruh baya bernama Miranda, yang dia panggil ibu itu histeris saat melihat Dominic memasuki ruang keluarga. Sekalinya pulang ke rumah, anak semata wayangnya itu malah datang dengan keadaan yang mengenaskan. Baju kemeja yang ternoda oleh bercak-bercak darah dan hidung dengan darang yang sudah mengering di sekitarnya. Marcus yang sedang membaca koran hanya mendelik sekilas. Dia tentu saja sudah tau apa terjadi pada Dominic. "Mom, tolong ambil obat. Hidungku rasanya sudah patah di dalam," kata Dominic sambil duduk di kursi yang ada di depan ayahnya. "Ini mana bisa diobatin sembarangan. Kamu harus ke dokter
Hingga dini hari, Brandon tidak bisa memejamkan kedua matanya. Banyak hal yang dia pikirkan sekarang. Hal-hal tersebut seakan berlomba-lomba memenuhi otaknya yang sempit dan seperti ingin membuat daging seukuran kepalan tangan itu meledak. Chalondra, Dominic, Janice, semuanya bercokol di dalam kepalanya, membuat dia tidak bisa tidur sekalipun kedua kelopak matanya sudah sangat berat, ingin diistirahatkan. Brandon menyadari, tentang Chalondra dan Dominic adalah beban terberat yang kini dia tanggung. Dia mengetahui semuanya. Entah apa yang akan dikatakan Chris, jika mengetahui bahwa Brandon sudah merahasiakan hal tersebut selama ini. Mungkin bukan hanya Chalondra yang akan kena amukan dewa, melainkan Brandon juga akan terkena imbasnya. Sungguh gila. Hubungan Dominic dan adiknya ini sudah sangat keterlaluan. Brandon lagi-lagi mengingat bagaimana dirinya seperti ikut ternodai lantaran mencuri dengar aktivitas panas mereka di ranjang. Brandon hanya bisa mendecih jijik mem
Dominic meraih benda pipih di hadapannya yang tiba-tiba menyala di saat dia sedang mengikuti rapat koordinasi marketing menjelang akhir bulan. Dilihatnya itu adalah pesan dari Chalondra yang baru saja memberitahu jika dia sudah sampai di Yogyakarta dan sedang bersiap menuju penginapan. "Dad, aku udah sampai. Miss you already, Dad," tulis Chalondra diikuti emoticon sedih. Dominic pun ijin meninggalkan ruang meeting sebentar karena dia ingin menelepon kekasih kecilnya. "Cha ..." panggilnya pelan dan lembut setelah Chalondra mengangkat panggilannya. "Iya, Dad. Dad lagi nggak sibuk ya? Kok bisa langsung telepon?" "Lagi meeting tapi saya tinggal. Kalian naik apa ke penginapan?" "Rental mobil, Dad. Aku ganggu Daddy ya?" "Tidak kok. Saya juga nungguin kabar kamu dari tadi. Saya juga kangen kamu, Chalondra." "Janji ya, Dad, kalau ada waktu susul aku ke sini." "Iya, Sayang. Jangan mewek. Nanti kamu nggak bisa enjoy liburannya."
"Impossible! Lukisan ini tidak pernah beranjak dari sini, Pa. Tadi malam Chalondra masih melihat ini dan dia saja tau ini lukisan asli." Dominic tidak percaya begitu saja saat ayahnya mengatakan lukisan itu palsu. Laki-laki tua itu sedang berkacak pinggang sekarang. Tangannya menyibak rambut putihnya berkali-kali. Dia seperti orang yang kebingungan."Lagian bagaimana papa bisa tahu ini lukisan palsu? Aku tidak melihat perbedaan sedikit pun." Dominic kembali bertanya.Marcus kemudian memanggil Dom supaya mengulurkan tangannya untuk meraba lukisan itu, persis seperti yang dia lakukan."Tepatnya di sini, Willem De Kooning membubuhkan tandatangannya dengan tinta timbul berwarna senada dengan cat di area ini. Kita tidak bisa melihatnya, hanya bisa merabanya seperti ini. Sekarang tanda tangan itu tidak ada, Dom."Dominic terperangah. Dia baru mengetahui hal tersebut sekarang. Apakah kemarin Chalondra juga tahu perihal keaslian lukisan ini karena meraba tanda ta
Hari ini Dominic bekerja tanpa kenal waktu. Mengingat besok lusa dia akan ke Yogyakarta untuk bertemu dengan tuan Sagara, pekerjaannya harus dia bereskan agar tidak menumpuk di kemudian hari. Apalagi Dann cuti sampai besok karena anaknya ternyata harus dirawat di rumah sakit.Sepanjang hari ini pula, Dominic mengabaikan keinginannya untuk memikirkan Chalondra. Karena dia tau, sekali dia memikirkan gadis itu, fokusnya akan terpecah dan pekerjaannya akan terbengkalai. Dia juga menahan dirinya untuk tidak segera membuat perhitungan dengan Reina yang jelas-jelas sengaja ingin membuat Chalondra salah paham kemarin. Bukan hanya itu saja, tadi siang papanya bilang kalau wanita itu sepertinya sedang berusaha melakukan suatu kejahatan kepadanya. But, lucky him, dia memang tidak menerima makanan itu.Seperti biasa, Dominic mengakhiri kesibukannya dengan melakukan back up semua pekerjaan ke email pribadi miliknya. Diliriknya jam antik di sudut ruangan, jam sepuluh malam lebih sed
"Kan Daddy kemarin cerita kalau kakek Ares sedang mengincar Inti Global. Maksudku, Daddy harus berhati-hati." Chalondra cepat-cepat menjawab agar Dominic tidak curiga. Setidaknya dia tidak sepenuhnya berbohong kan? Ini memang ada hubungannya dengan kakek Ares. "Oh. Iya, Cha. Saya selalu berhati-hati kok. So, tadi pagi kamu bilang mau cerita sesuatu ke saya. Mau cerita apa, Sayang?" Chalondra pun mengambil posisi duduk di sandaran kasur. Sebentar lagi dia akan menceritakan tentang Brandon kepada Dom. Dia ingin ini hanya menjadi rahasia di antara mereka, tidak boleh ada yang mendengar, karena ini topiknya tentang aib. Oleh karena itu, dia sudah memakai earphone agar suara Dominic hanya bisa didengar olehnya dan dia juga sudah berencana berbicara dengan suara yang minim kepada Dominic. "Ehm. Jadi Dad, ternyata ... selama dua hari ini, Brandon menyadap aku, Dad." Ekspresi wajah tampan Dominic seketika berubah. Dia pun ikut-ikutan duduk sama persis seperti
(Ini masih flashback yaaa ...)Chalondra bergeming untuk beberapa saat. Bagaimana opa Ares tau soal Dominic? Sebentar, opa Ares mengenal Dominic? Bagaimana bisa?"O-opa ... kenal ... Do-minic?" lidah kelu Chalondra akhirnya mampu berkata-kata. Pikirannya mulai terbagi antara arti pertanyaan opa Ares dan raut wajah laki-laki itu yang mendadak berubah seperti orang lain."Dominic? Kamu tidak mengenal siapa Dominic, Chalondra? Dia adalah putra opa Marcus yang dulu sering datang ke rumah opa kamu sewaktu kamu kecil.""O-opa Marcus?""Iya. Opa yang dulu sering kamu rusak rantai kaca matanya." Ares tersenyum. Tersenyum aneh.Ijinkan Chalondra mengembalikan ingatannya sejenak. Dia memang tau kalau nama ayahnya Dominic itu adalah Marcus. Tapi, apakah benar dia adalah Marcus yang sewaktu Chalondra masih balita, sering menggendongnya? Chalondra juga masih ingat kalau dia memang pernah merusak strap kaca mata opa bernama Marcus itu. Tapi benarkah dia a
Chalondra pun akhirnya berangkat menuju kantor Dominic. Akhirnya, untuk pertama kalinya setelah satu tahun menjalin hubungan dengan sang sugar daddy, dia pun menginjakkan kakinya di kantor tempat Dominic bekerja. Hal ini juga dikarenakan dia yang juga baru mengetahui bahwa Dominic adalah pewaris tunggal Inti Global Paper yang sangat terkenal itu.Chalondra sudah berada di loby kantor belumbesar berlantai 20 tersebut. Berhubung baru pertama kali ke sana, Chalondra sama sekali belum tahu di mana ruangan Dominic. Hal pertama yang harus dia lakukan seharusnya menelepon Dominic, namun dia khawatir pria itu justru akan turun dan membawanya pergi dari sana. Misi untuk melihat lukisan itu akan gagal jika hal tersebut terjadi.Terpaksa dia bertanya kepada bagian resepsionis. Namun, seperti yang sudah bisa ditebak, petugas resepsionis tidak mengizinkan gadis kecil itu masuk dengan alasan belum membuat janji dengan Dominic. Padahal Chalondra sudah sengaja mengatakan kalau dia ada