Share

My Precious Baby
My Precious Baby
Penulis: mapoeri

Bab 1

Janu menggerakan kakinya dengan gelisah di dalam taksi, telepon dari ibunya membuat dia jadi tidak sabra untuk segera sampai ke rumah keluarganya. Setelah sekian lama keluarganya tidak menelepon menanyakan kabarnya, alih-alih mengobrol santai ibunya meminta dia untuk cepat kembali ke kampung halamannya. Janu bertanya ada apa, tapi ibunya terus mengatakan bahwa ada hal penting yang harus diselesaikan.

“Ibu gak ngerti orang ini ngomong apa, Nu. Ngomongnya pakai Bahasa Inggris.” Ucap ibunya diujung telepon.

Janu jadi bertanya-tanya, siapa gerangan selain teman-teman dekatnya yang datang ke rumah orangtuanya? Bahkan Janu berani bertaruh media tidak tahu dimana keluarganya tinggal, agensinya adalah agensi terbaik di negeri ini yang bisa menjaga privasi artis dan staffnya dengan sangat baik. Jadi, siapa?

“Pak, bisa dipercepat gak?” Tanya Janu. Si bapak supir hanya meliriknya dari kaca tanpa menjawab, mereka sedang berada dijalan tol. Bapak supir sampai kebingungan karena tadi tiba-tiba Janu menyetop taksinya dan masuk dengan tergesa, meminta dia pergi sejauh 2 jam perjalanan keluar kota. Baru saja pak supir berusaha nego untuk biaya taksi, Janu sudah mengatakan dia akan membayar dua kalli lipat dari harga argo yang tertera. Tentu saja pak supir senang mendengarnya, maka dari itu mendengar Janu memintanya untuk mempercepat laju kendaraan membuatnya kesal tapi pak supir tetap diam menelan semuanya.

Kurang lebih dua jam akhirnya mereka sampai, Janu meminta pak supir untuk menunggunya diluar rumah, dia berencana kembali menggunakan taksi yang sama ke kota tempatnya tinggal. Dia berpikir, mungkin ayahnya sakit, atau nenek dan kakeknya atau adiknya akan melahirkan? Ada banyak pertanyaan dikepalanya tapi Janu tetap berusaha santai masuk ke dalam rumah. Dia membuka pintu dan ibunya sedang berdiri disana, terkejut.

“Bu?”

“Janu! Kok lama banget sih?!” Pekik ibunya.

Janu terdiam, ibunya memukul punggungnya.

“Biasanya juga selama ini,” Pikir Janu, tapi tidak dia utarakan sama sekali. Dia hanya diam ketika ibunya menariknya masuk ke dalam. Ayahnya sedang duduk di ruang tamu, bersama dengan seorang wanita tua berambut putih. Ketika Janu masuk, wanita tua itu berdiri dan disitulah Janu melihat bahwa wanita itu tidak sendirian. Dia bersama seorang gadis kecil. Gadis kecil berusia empat tahun, rambutnya berwarna hitam pekat dengan mata besar berwarna biru cerah dan bulat, dagunya terlihat lancip dan ketika dia menggigit bibir bawahnya sebuah lesung pipi terlihat jelas di kedua pipinya.

Melihat gadis kecil itu, Janu seperti melihat seseorang yang pernah dia kenal.

Janu duduk di sebelah ayahnya, masih kebingungan dengan apa yang terjadi sama seperti Janu, gadis kecil itu juga terlihat sama bingungnya, tangan kecil itu terus-terusan memelintir ujung mini dress putih yang ia kenakan, memeluk erat boneka teddy besar bola mata biru terang itu terus menatap seluruh orang di dalam ruangan. Janu menatap anak itu lekat-lekat.

“Her name is Alba, 4 years old. We never tried to contact you because my niece said we can’t tell you that she was pregnant.” Wanita tua di sebelah gadis kecil itu berkata sambil menatap Janu. Janu bisa merasakan kedua orangtuanya menunggu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

“I want to leave Alba to you now because I could no longer take care of her after Millie’s dead. I’m old and can’t support her anymore, if you didn’t take her with you, people’s from government will take her.”

Janu sedang mencerna setiap kalimat yang wanita tua itu lontarkan. Merangkainya di dalam benaknya sendiri. Dia membicarakan tentang keponakannya yang hamil, Millie. Janu tahu Millie, dia mengenalnya tentu saja. Mantan pacarnya selama 4 tahun, orang Amerika. Dia dan Millie bertemu karena pekerjaan, karena sama-sama belajar di satu agensi, sama-sama bermimpi hal yang serupa, kala itu mimpinya dan Millie adalah satu. Tapi itu kejadian 5 tahun lalu sebelum akhirnya Millie meninggalkannya, memutuskannya.

Tunggu dulu…

Mengingat apa yang terjadi padanya dan Millie dahulu, Janu jadi paham. Tapi sebentar, bukahkah wanita tua itu bilang..

“Sorry, but you said that Millie is…..Dead?”

Wanita tua itu mengangguk, kemudian dia bercerita bahwa dua tahun lalu Millie divonis memiliki penyakit tumor otak. Tidak ada yang tahu karena Millie merahasiakan hal itu sampai akhirnya dia sakit dan harus di opname, semuanya terlambat sampai akhirnya Millie meninggal dua tahun setelah berjuang. Wanita tua ini adalah bibi dari Millie, orangtua Millie tidak pernah tahu dimana keberadaannya. Bibinyalah yang merawat Millie sejak perempuan itu masih kecil, dia meminta maaf kepada Janu karena harus menyebabkan kepanikan kecil kepada orangtuanya.

Bibi Millie mendapatkan alamat Janu dari Millie, sebelum meninggal Millie banyak menulis dan dia menuliskan tentang Janu disana. Selama ini, Millie bungkam tentang siapa ayah dari anaknya, tapi di notes yang dia tinggalkan tertulis semuanya. Isi hatinya bahkan tercurah disana dan nama Janu selalu disana. Bibinya menyerahkan notes coklat yang sudah hampir robek itu, Janu yakin bibinya sudah membaca itu berulang kali untuk mengenang Millie.

Ini sudah satu tahun semenjak kepergian Millie dan bibinya merasa sudah tidak sanggup merawat Alba. Bibinya sudah tua dan berencana untuk pergi ke panti jompo, dia tidak bisa membiarkan Alba dibawa oleh pemerintah di negaranya. Dia ingin Alba tinggal bersama ayah kandungnya.

“Millie never knew where her parents were, she never saw her dad, when she died even her parents didn't care. I hope that doesn't happen to Alba, I want this child to be happy.” Ujarnya.

Janu menatap gadis kecil bernama Alba itu. Dia bisa melihat wajah Millie disana. Mata yang biru itu, dia sangat hapal betul. Mata yang bertahun-tahun dia selami, mata yang membuatnya mabuk, mata yang akhirnya pergi meninggalkan kenangan buruk padanya. Mata biru itu, identik sekali dengan milik Millie.

“Bu,” Janu buka suara. Kedua orangtuanya yang sedari kebingungan karena tidak mengerti Bahasa Inggris kemudian bereaksi.

“Ibu, ayah, kayaknya Janu mau ambil tes DNA.”

“J..Janu, maksudnya gimana? Ibu gak ngerti?” Ibunya bertanya dengan tergesa,

“Dia bilang, gadis kecil itu-” Janu menatap kedua orangtuanya, “Dia anak Janu.”

Dan kedua orangtuanya terkejut setengah mati. Janu tahu, keluarganya tidak mungkin bereaksi hanya dengan ‘hah’ saja ada pukulan disana. Benar, Janu terkena hantaman di kepala dari ayahnya, ibunya berteriak histeris dan Janu bisa mendengar suara telepon berdering bertepatan dengan hal itu. Adiknya. Itu pasti adiknya yang menelepon, ingin tahu keadaan disini. Janu bisa melihat wanita tua itu terkejut setengah mati melihat apa yang terjadi, dan Alba si gadis kecil itu meringkuk dibalik badan si wanita itu. Janu terdiam, kepalanya sedang kosong sekarang, berusaha menerima apa yang mungkin akan terjadi padanya untuk ke depannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status