Janu menggerakan kakinya dengan gelisah di dalam taksi, telepon dari ibunya membuat dia jadi tidak sabra untuk segera sampai ke rumah keluarganya. Setelah sekian lama keluarganya tidak menelepon menanyakan kabarnya, alih-alih mengobrol santai ibunya meminta dia untuk cepat kembali ke kampung halamannya. Janu bertanya ada apa, tapi ibunya terus mengatakan bahwa ada hal penting yang harus diselesaikan.
“Ibu gak ngerti orang ini ngomong apa, Nu. Ngomongnya pakai Bahasa Inggris.” Ucap ibunya diujung telepon.
Janu jadi bertanya-tanya, siapa gerangan selain teman-teman dekatnya yang datang ke rumah orangtuanya? Bahkan Janu berani bertaruh media tidak tahu dimana keluarganya tinggal, agensinya adalah agensi terbaik di negeri ini yang bisa menjaga privasi artis dan staffnya dengan sangat baik. Jadi, siapa?
“Pak, bisa dipercepat gak?” Tanya Janu. Si bapak supir hanya meliriknya dari kaca tanpa menjawab, mereka sedang berada dijalan tol. Bapak supir sampai kebingungan karena tadi tiba-tiba Janu menyetop taksinya dan masuk dengan tergesa, meminta dia pergi sejauh 2 jam perjalanan keluar kota. Baru saja pak supir berusaha nego untuk biaya taksi, Janu sudah mengatakan dia akan membayar dua kalli lipat dari harga argo yang tertera. Tentu saja pak supir senang mendengarnya, maka dari itu mendengar Janu memintanya untuk mempercepat laju kendaraan membuatnya kesal tapi pak supir tetap diam menelan semuanya.
Kurang lebih dua jam akhirnya mereka sampai, Janu meminta pak supir untuk menunggunya diluar rumah, dia berencana kembali menggunakan taksi yang sama ke kota tempatnya tinggal. Dia berpikir, mungkin ayahnya sakit, atau nenek dan kakeknya atau adiknya akan melahirkan? Ada banyak pertanyaan dikepalanya tapi Janu tetap berusaha santai masuk ke dalam rumah. Dia membuka pintu dan ibunya sedang berdiri disana, terkejut.
“Bu?”
“Janu! Kok lama banget sih?!” Pekik ibunya.
Janu terdiam, ibunya memukul punggungnya.
“Biasanya juga selama ini,” Pikir Janu, tapi tidak dia utarakan sama sekali. Dia hanya diam ketika ibunya menariknya masuk ke dalam. Ayahnya sedang duduk di ruang tamu, bersama dengan seorang wanita tua berambut putih. Ketika Janu masuk, wanita tua itu berdiri dan disitulah Janu melihat bahwa wanita itu tidak sendirian. Dia bersama seorang gadis kecil. Gadis kecil berusia empat tahun, rambutnya berwarna hitam pekat dengan mata besar berwarna biru cerah dan bulat, dagunya terlihat lancip dan ketika dia menggigit bibir bawahnya sebuah lesung pipi terlihat jelas di kedua pipinya.
Melihat gadis kecil itu, Janu seperti melihat seseorang yang pernah dia kenal.
Janu duduk di sebelah ayahnya, masih kebingungan dengan apa yang terjadi sama seperti Janu, gadis kecil itu juga terlihat sama bingungnya, tangan kecil itu terus-terusan memelintir ujung mini dress putih yang ia kenakan, memeluk erat boneka teddy besar bola mata biru terang itu terus menatap seluruh orang di dalam ruangan. Janu menatap anak itu lekat-lekat.
“Her name is Alba, 4 years old. We never tried to contact you because my niece said we can’t tell you that she was pregnant.” Wanita tua di sebelah gadis kecil itu berkata sambil menatap Janu. Janu bisa merasakan kedua orangtuanya menunggu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
“I want to leave Alba to you now because I could no longer take care of her after Millie’s dead. I’m old and can’t support her anymore, if you didn’t take her with you, people’s from government will take her.”
Janu sedang mencerna setiap kalimat yang wanita tua itu lontarkan. Merangkainya di dalam benaknya sendiri. Dia membicarakan tentang keponakannya yang hamil, Millie. Janu tahu Millie, dia mengenalnya tentu saja. Mantan pacarnya selama 4 tahun, orang Amerika. Dia dan Millie bertemu karena pekerjaan, karena sama-sama belajar di satu agensi, sama-sama bermimpi hal yang serupa, kala itu mimpinya dan Millie adalah satu. Tapi itu kejadian 5 tahun lalu sebelum akhirnya Millie meninggalkannya, memutuskannya.
Tunggu dulu…
Mengingat apa yang terjadi padanya dan Millie dahulu, Janu jadi paham. Tapi sebentar, bukahkah wanita tua itu bilang..
“Sorry, but you said that Millie is…..Dead?”
Wanita tua itu mengangguk, kemudian dia bercerita bahwa dua tahun lalu Millie divonis memiliki penyakit tumor otak. Tidak ada yang tahu karena Millie merahasiakan hal itu sampai akhirnya dia sakit dan harus di opname, semuanya terlambat sampai akhirnya Millie meninggal dua tahun setelah berjuang. Wanita tua ini adalah bibi dari Millie, orangtua Millie tidak pernah tahu dimana keberadaannya. Bibinyalah yang merawat Millie sejak perempuan itu masih kecil, dia meminta maaf kepada Janu karena harus menyebabkan kepanikan kecil kepada orangtuanya.
Bibi Millie mendapatkan alamat Janu dari Millie, sebelum meninggal Millie banyak menulis dan dia menuliskan tentang Janu disana. Selama ini, Millie bungkam tentang siapa ayah dari anaknya, tapi di notes yang dia tinggalkan tertulis semuanya. Isi hatinya bahkan tercurah disana dan nama Janu selalu disana. Bibinya menyerahkan notes coklat yang sudah hampir robek itu, Janu yakin bibinya sudah membaca itu berulang kali untuk mengenang Millie.
Ini sudah satu tahun semenjak kepergian Millie dan bibinya merasa sudah tidak sanggup merawat Alba. Bibinya sudah tua dan berencana untuk pergi ke panti jompo, dia tidak bisa membiarkan Alba dibawa oleh pemerintah di negaranya. Dia ingin Alba tinggal bersama ayah kandungnya.
“Millie never knew where her parents were, she never saw her dad, when she died even her parents didn't care. I hope that doesn't happen to Alba, I want this child to be happy.” Ujarnya.
Janu menatap gadis kecil bernama Alba itu. Dia bisa melihat wajah Millie disana. Mata yang biru itu, dia sangat hapal betul. Mata yang bertahun-tahun dia selami, mata yang membuatnya mabuk, mata yang akhirnya pergi meninggalkan kenangan buruk padanya. Mata biru itu, identik sekali dengan milik Millie.
“Bu,” Janu buka suara. Kedua orangtuanya yang sedari kebingungan karena tidak mengerti Bahasa Inggris kemudian bereaksi.
“Ibu, ayah, kayaknya Janu mau ambil tes DNA.”
“J..Janu, maksudnya gimana? Ibu gak ngerti?” Ibunya bertanya dengan tergesa,
“Dia bilang, gadis kecil itu-” Janu menatap kedua orangtuanya, “Dia anak Janu.”
Dan kedua orangtuanya terkejut setengah mati. Janu tahu, keluarganya tidak mungkin bereaksi hanya dengan ‘hah’ saja ada pukulan disana. Benar, Janu terkena hantaman di kepala dari ayahnya, ibunya berteriak histeris dan Janu bisa mendengar suara telepon berdering bertepatan dengan hal itu. Adiknya. Itu pasti adiknya yang menelepon, ingin tahu keadaan disini. Janu bisa melihat wanita tua itu terkejut setengah mati melihat apa yang terjadi, dan Alba si gadis kecil itu meringkuk dibalik badan si wanita itu. Janu terdiam, kepalanya sedang kosong sekarang, berusaha menerima apa yang mungkin akan terjadi padanya untuk ke depannya.
Janu menatap kertas berisi tulisan yang mengatakan bahwa hampir seratus persen, Alba adalah putri kandungnya. Menghisap kembali rokok yang sedari tadi bertengger di antara jarinya dia menyandarkan punggung ke kursi sofa buluk, menatap langit, dia tidak pernah berpikir hal seperti ini terjadi di dunia nyata. Ya, sepengetahuannya ini hanya terjadi dalam novel. Seorang pria yang kedatangan seorang anak yang bahkan dia tidak tahu keberadaannya.Sialan. Apakah ini benar-benar terjadi padanya? Mencubit kecil lengannya sendiri, Janu tahu ini bukan mimpi. Ini sebuah kenyataan, tapi dia ingin menghindari kenyataan yang tengah dia rasakan. Bagaimana mungkin dia memiliki seorang putri bahkan menikahpun belum? Oh ya okay, dia memang melakukan sex before married but hey semua orang melakukannya! Bukankah ini terlalu bodoh karena dia melakukannya dan tidak pernah mengetahui bahwa gadis yang dia tiduri hamil serta melahirkan seorang anak?Ponselnya berdering ketika berbagai
Janu membuka matanya, wewangian yang tidak terlalu familiar tapi mungkin akan menjadi sangat familiar baginya dalam beberapa saat kini mulai tercium lagi, wewangian yang lembut dan menenangkan, wewangian khas, wewangian yang bisa mengingatkannya pada seseorang, seseorang bermata biru cerah yang kini Janu dapati duplikatnya. Kedua mata itu tertutup hingga Janu bisa melihat bulu matanya yang panjang mencuat, dengan perlahan jari telunjuk Janu menelusuri pipi putih itu, lembut, nyata. Dan senyum Janu terlihat, senyuman seorang ayah yang tengah mengamati wajah tidur putri kecilnya.Alba.***Sebelum kedatangan AlbaSetelah Janu memutuskan membawa Alba untuk hidup bersamanya, dimulailah pengurusan surat-surat kepindahan Alba yang sangat panjang dan rumit. Anak gadis itu diajukan untuk memiliki dua kewarganegaraan, karena usianya masih sangat kecil sekarang. Janu ingin nantinya Alba bebas memilih kewarganegaraannya sen
Perkiraan Janu ternyata meleset tentang dirinya sebagai “Pekerja dibalik layar” dia pikir kedatangan Alba dan fakta bahwa Alba adalah anak diluar pernikahan tidak akan menjadi konsumsi publik. Mengingat bagaimana sebesar apa agensinya di Indonesia dan terkenal akan privasi yang terjaga membuatnya sangat terkejut ketika di pagi hari Minggu yang semestinya menyenangkan mendadak menjadi horor karena telepon berdering serentak di rumahnya. Janu bangun dengan tergesa karena deringan telepon yang bersahutan, dari arah ruang santai dan juga ponselnya. Dia mematikan ponselnya sebelum mengecek siapa yang menelepon, melihat putri kecilnya masih tertidur Janu berjalan pelan menuju ruang santai, mengangkat telpon rumahnya.“Nu, maaf nelpon jam segini.” Suara Nara terdengar disana, Naraya adalah sekretaris bosnya di kantor.“Mbak Nara? Ada apa mbak?” Tanya Janu, masih setengah sadar, mengintip sedikit dari balik gorden Janu yakin matahari bahkan
Sudah sebulan sejak Alba tiba di Indonesia dan tinggal bersama Janu, ada banyak kejadian yang terkadang membuat Janu sangat terkejut. Tinggal bersama bocah berusia 4 tahun nyatanya memiliki banyak sekali kejutan. Alba sedikit demi sedikit sudah meninggalkan botol susunya, dia sudah tidak merengek minta botol susu ketika mau tidur, meskipun dalam sebulan itu ada beberapa kali di malam hari Alba tantrum, dia menangis tanpa suara dan membuat Janu kebingungan. Alba bukan tipe anak yang cerewet, dia juga bukan tipe anak kecil pencerita, dia kebanyakan diam dan mengamati sekitar, terkadang Janu khawatir mengenai hal itu. Janu beberapa kali bertanya pada Alba bagaimana kehidupannya bersama nenek, Alba bilang nenek tidak bisa mendengar, pendengaran bibi Millie memang sudah sangat buruk jika tanpa bantuan alat dia sudah tidak bisa mendengar sama sekali. Selama Millie dalam perawatan di Rumah Sakit Alba diasuh oleh neneknya, mungkin itu salah satu alasan kenapa Alba menjadi anak yang jauh leb
Janu lagi-lagi melihat jam tangannya, ini hari Minggu pagi, matahari bahkan baru saja terbit dan dia sudah sangat gelisah. Sebenarnya, sudah sejak beberapa hari terakhir Janu gelisah, hal ini dikarenakan Alba mulai bersekolah Senin besok.Beberapa minggu lalu, Janu sempat mengobrol dengan Yuwa. Dia membawa Alba datang ke toko bunga milik Yuwa, gadis kecilnya sangat suka berada disana, Alba suka dikelilingi banyak bunga-bunga cantik dan juga wangi. Pertama kali Alba datang kesini ketika dia dibawa oleh paman Maga, saat itu Janu sedang ada meeting di akhir pekan. Pengasuh Alba tidak bisa datang, terpaksa Magani yang harus menemani si bocah meskipun dia hanya baru tidur selama 2 jam. Pelanggannya datang semalam, dia mengerjakan tato selama 8 jam penuh. Setelahnya dia membereskan perabotan dan menutup toko, Maga baru bisa tidur menjelang subuh, baru saja terlelap Janu menelepon meminta tolong untuk menemani Alba. Maga mengiyakan, namun dia tidak kuat membuka mata ditambah tubuhny
Magani tidak pandai dengan anak-anak, dia anak tunggal sebelum Javis masuk ke dalam keluarganya. Kedua orangtuanya sibuk bekerja sehingga Maga biasa ditinggal bersama dengan pengasuhnya, Maga juga tidak jago bersosialisasi, dia biasanya hanya ikut kemanapun ibunya pergi maka dari itu dia berakhir berteman dengan Janu. Maga jarang berbicara, dia biasanya hanya menjadi seorang pengamat seperti ayahnya tapi jika sudah dekat terkadang dia jauh lebih cerewet seperti ibunya.Ketika Janu memperkenalkan Alba, ada rasa canggung yang tercipta. Maga mengambil jarak cukup jauh pada Alba. Bukan karena dia membenci anak itu, hanya saja dia memang tidak bisa begitu saja akrab dengan anak-anak, dia banyak berpikir seperti topik apa yang harus dibicarakan dengan seorang anak usia 4 tahun? Bertanya apakah anak itu sudah makan atau belum rasanya terlalu dasar sehingga dia berakhir tidaka mengajak Alba mengobrol.Beberapa kali Maga menjaga Alba tapi tidak sendirian, dia selalu mengajak Al
Ini sudah hari ke 4 Alba tinggal bersama Maga. Kecanggungan mereka berdua sudah tidak terlihat lagi, ucapan Alba yang tulus membuat Maga merasa nyaman, dia menjadi mengerti bahwa bicara dengan anak-anak tidak membutuhkan banyak effort. Selera makan Maga dan Alba juga mirip, mereka hampir memilih menu yang sama di Hokben, bahkan dessert juga. Ketika pertama kali pulang dan harus memandikan Alba, disitu Maga sedikit canggung bagaimanapun Alba adalah anak perempuan takut-takut dia salah atau membuat si kecil Alba malu tapi pada akhirnya dia bisa melalui itu semua. Alba juga tidak merepotkan, anak itu pandai bermain sendiri sehingga Maga memiliki banyak waktu untuk mendesain beberapa tato yang sudah dipesan oleh pelanggannya.Melihat bagaimana Alba bersikap, Maga seperti melihat dirinya sendiri. Karena kedua orangtuanya sibuk bekerja, Maga diharuskan tinggal bersama pengasuh terkadang tinggal bersama tetangga karena satu dan lain hal, tanpa sadar dia membuat dir
Hari ini Alba sangat bersemangat, sejak pagi dia sudah sangat ceria. Ketika Maga memandikannya dia terus berceloteh mengenai banyak hal, dia bercerita apa yang dia tonton kemarin meskipun Maga ada disampingnya dan menonton hal yang sama. Dia juga kembali menceritakan apa yang dia lakukan bersama Nina yang tentu saja sudah sangat Maga hapal, Maga sendiri sedang menebak-nebak mengapa anak ini sangat penuh semangat dan terus mengulang hal yang sudah Maga tahu.Maga mengeringkan rambut Alba dan menyisirnya ketika anak itu tengah memilih hiasan rambut. Hiasan rambut itu mereka beli kemarin ketika pemadaman listrik berlangsung di tempat Maga, karena panas dan juga bosan akhirnya mereka memutuskan untuk berjalan-jalan ke Mall dan berakhir menghabiskan waktu di toko aksesoris anak-anak.“Mau pakai warna purple.”“Ungu,”“Iya, ungu!”Maga memakaikan jepitan pita berwarna ungu itu di rambut Alba, sedikit miring karena Maga