"Eum, aku permisi, Bu. Aku akan mengerjakan tugas ini sekarang," pamit Zea tak melanjutkan lagi pembicaraan tentang Ruan.Angel bergeming, ada rasa heran juga kepuasan seperginya Zea. Ia ketakutan jika pertanyaan Zea tadi mengisyaratkan ketertarikan pada Ruan, pamannya itu. Zea yang tidak protes akan semua tugas yang dilimpahkan kepadanya membuat Angel merasa senang dan puas.'Ah, sudahlah. Kalau wanita buruk rupa itu memang menyukainya Uncle Ru, dia tidak akan mungkin mendapatkannya! Dia tidak pantas menjadi sainganku. Aku tidak perlu memikirkannya' gumamnya sambil mengibaskan tangannya.Angel merapikan meja kerjanya untuk bersiap-siap pulang. Ia juga merapikan dirinya yang sebenarnya tidak perlu dirapikan lagi. Tatanannya tentu tidaklah berubah secara dia tak banyak melakukan pekerjaan di ruangan yang harum, nyaman dan sejuknya alat pendingin ruangan.Waktu sudah berjalan setengah jam dari jam pulang kerja tadi, hingga ruangan kantor itu menjadi sepi. Zea mencoba untuk mengerjakan p
"Tapi, Pak, Anda terlihat sangat kesakitan," ucap Zea menolak permintaan Ruan."Pak, antar aku ke perumahan Victoria," pinta Ruan tidak menghiraukan Zea.Zea terdiam, alamat yang dituju Ruan memanglah alamat rumahnya. Ya, perumahan real estate dengan bangunan rumah yang mewah, disitu jugalah Zea pernah tinggal bersama Ruan. Kini setelah lama pergi, Zea akan mendatangi rumah itu lagi."Pak, Anda yakin akan pulang saja?" tanya Zea menyakinkan. Ruan mengangguk lemah.Sang supir taksi pun menuruti mengantar Ruan kembali ke rumahnya. Sampai tiba di depan pintu masuk yang ditunggui seorang security perumahan. Identitas pengunjung pun diminta oleh sang security sebagai syarat untuk memasuki kawasan perumahan itu."Loh, Anda, Pak Ruan?" ketika sang security melihat ke bagian penumpang untuk mengecek kebenaran apa yang disampaikan sang supir taksi."Ya," jawab Ruan mengangguk."Silakan, Pak," lanjut sang security mengizinkan mobil taksi yang membawa Ruan untuk memasuki kawasan perumahan.Sang
Terdengar suara langkah kaki yang tak beralaskan berlari mendekat ke arah Ruan dan Zea berada. Zea melihat seseorang yang berlari kecil itu. Ya, itu adalah seorang asisten rumah tangga di rumah itu."Pak Ruan! Kata Pak Galih, Bapak kelihatan sakit. Maaf, ya, Pak, Bibi baru dari supermarket," Ucapnya dengan cemas.Zea melihat renyuh pada asisten rumah tangga itu. Dialah bibi Danti, seorang wanita berusia sekitar 40 tahunan. Zea cukup dekat dengannya, bahkan Zea sering memasak bersama.'Bibi Danti' batin Zea ingin sekali memanggilnya."Ibu, Anda yang mengantar bapak pulang? Terima kasih, ya, Bu," ucapnya berterima kasih kepada Zea.Ruan memejamkan matanya, ia sedang membiarkan obatnya bereaksi untuk pemulihan sakit kepala yang ia rasakan saat ini. Zea ingin meninggalkannya untuk mendatangi daycare penitipan Vio, tetapi rasanya begitu berat. Walaupun sudah ada sang asisten rumah tangga yang sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang ingin ia tanyakan, termasuk terkait penyakit Ruan saat in
Hari yang sudah semakin sore, Zea berharap Adam sudah pulang dari pekerjaannya sebagai sopir taksi. Ia berharap jika bertemu dengan ibunya Adam nanti, Adam akan membelanya seperti yang pernah terjadi. Zea meyakinkan ibunya Adam tidak akan menyambut baik kedatangannya ini.Pintu terbuka setelah ketukan ketiga. Zea tertunduk takut, jika yang membuka adalah ibunya Adam. Ia tidak ingin melihat dulu."Zea! Ada apa?" tanya Adam, ternyata yang membuka pintu."Oh, syukurlah Adam, kau sudah pulang dan kau yang membuka pintu." Zea merasa lega."Ya, aku baru saja pulang. Kau takut jika ibuku yang membukakan pintu?" timpal Adam diselingi ledekan diakhir katanya."Adam, aku tidak tahu sekarang Vio di mana?" cecar Zea mengadu, tak menghiraukan ledekan Adam."Bukannya kau menitipkannya di daycare? Ouh, kau baru pulang dari pekerjaanmu?" Adam pun mulai panik sudah bisa menebak Zea telat mendatangi daycare yang sudah diketahui jam kerjanya."Iya, Adam. Sekarang di mana Vio? Dan Lili … apakah Vio masih
"Lili, aku jadi merepotkanmu," ucap Zea tak enak hati."Tidak, Bu Zea. Aku lebih sering sendiri di rumah ini. Sedangkan suamiku, dia memang jarang pulang. Ya, itu karena tuntutan pekerjaannya," balas Lili sedikit mengungkapkan isi hatinya."Kedatangan kalian saat ini justru membuatku senang," lanjutnya sambil menyuguhkan makanan itu ke hadapan Adam dan Zea."Sedangkan kalian adalah pasangan yang ideal," pujinya, tentu itu hal yang luput dari sepengetahuannya. Adam dan Zea saling pandang mendengar ucapan Lili itu."Lili, kau harus tahu. Aku dan Adam bukanlah pasangan," balas Zea mengungkapkan."Oh, benarkah seperti itu? Lalu bagaimana kalian terlihat dekat seperti ini? Apa kalian berhubungan gelap … atau apa?" tanya Lili tercetus begitu saja. Adam dan Zea kembali saling menatap."Maaf, jika aku salah menuduh. Lupakan pertanyaanku, seharusnya aku tidak perlu tahu urusan pribadi kalian dan yang terpenting aku bekerja, itu saja," ralat Lili menyesali pertanyaan tadi."Tidak, Lili. Pertany
Zea berada di dalam mobil taksi Adam. Adam menjeput Zea untuk datang lagi ke tempat kerjanya. Bermalam semalam di rumah Lili, Zea berangkat dari situ dengan meninggalkan Vio. Tentu untuk dititipkan kepada Lili. Entah nanti Lili akan membawanya ke daycare atau tidak."Bu Zea, aku tidak selalu mendapatkan anak yang sama dihari berikutnya di daycare. Kami akan berganti anak setiap harinya, tergantung kepala suster yang mengatur dan kami harus bisa menghadapi atau mengendalikan emosi anak itu," ucap Lili tadi pagi, sebelum berangkatnya.Pada akhirnya Lili tetap menerima Vio atas permohonan Zea. Namun, untuk membawanya ke daycare atau tidak, Lili belum tahu. Pagi tadi mereka tidak cukup waktu untuk membahas hal itu. Sampai akhirnya, Lili membiarkan Zea pergi saja dulu untuk bekerja."Kau tahu, Zea. Ibuku menitipkan salamnya padamu," ungkap Adam dalam menyetirnya."Oh, ya? Oh, itu hal yang lucu, Adam," balas Zea sedikit tertawa."Bagaimana ibumu bisa menitip salam untukku, seandainya saja d
"Terima kasih untuk kemarin, Aretha," ucap Ruan berdiri di depan Zea yang masih melangkah dengan lesu. Zea terkejut lalu mengangkat wajahnya dan melihat cepat pada Ruan."Ruan! Kau sudah sembuh? Kau baik-baik saja?" Zea langsung saja menubruk Ruan, menangkup wajahnya. Ya, semua itu ia lakukan tanpa sadar. Yang ia rasa dirinya bukanlah seorang Aretha melainkan seorang Zea, istri Ruan Martin–Pria yang saat ini tidak mengenali istrinya itu.Meski terkaget-kaget dengan apa yang dilakukan Zea terhadap dirinya, Ruan terdiam saja. Ia seolah menikmati sentuhan lembut tangan Zea. Sentuhan yang seperti pernah ia rasakan sebelumnya. Ruan bahkan menatap Zea, tetapi ia dalam keadaan yang tidak tahu rasanya seperti apa."Hey! Hey!" teriak seseorang tiba-tiba."Apa-apaan kau ini? Lancang sekali!" lanjutnya marah tak terkendali.Zea dan Ruan terhenyak baru menyadari akan posisi mereka yang sebegitu dekatnya. Langsung saja mereka menjauhkan diri. Perasaan Ruan tak karuan, ia sampai-sampai tak tahu har
"Kau ingat, Angel. Kau dan aku sama. Jika kita berdua pergi bersama, siapa yang memimpin kantor?" tolak Ruan."Itu mudah saja, Uncle. Kita bisa menyerahkannya pada karyawan lain. Gampang, kan?" Angle menangkis tak mau kalah."Tidak bisa seperti itu begitu saja, Angel! Sudahlah, kau boleh libur besok, sebagai gantinya," tak menunda lagi untuk mendengarkan rengekan Angle, Ruan melangkah untuk keluar ruang kerjanya.Zea segera mengambil posisi, mendengar langkah Ruan yang mulai mendekat. Begitu besar keinginannya untuk ikut bersama Ruan, tapi apalah daya ia hanya seorang bawahan. Zea melanjutkan lagi pekerjaannya. Ada hal yang masih membuatnya tenang, yaitu penyamarannya yang masih aman. Seorang yang disuruh Ruan itu, pasti belum sampai mengetahui tentangnya saat ini. Meski begitu, ia mulai harus waspada.Dengan sedikitnya mulai terbuka yang mengarah pada Ruan masih mengingatnya dan kemungkinan tidak berselingkuh, Zea sudah bisa berterus terang tentangnya. Tetapi menurutnya, ini belum sa