Part 39 - “Please, say something.”
Louisa yang menyadari seketika aura menyeramkan dari Axel menguar, baru mengangkat kepalanya dan menyadari tatapan Luna yang sejak tadi memintanya untuk diam.
“Hm, Ax ... maaf sepertinya aku salah mengingat. Sebenarnya bukan tamu Luna, tapi—”
“Aku tak bertanya padamu, Lou!” bentak Axel menyela.
“Maaf, aku akan membiarkan kalian bicara berdua,” ujar Louisa menyadari situasi untuknya menyingkir dari ruangan tersebut.
Luna menghela napasnya dan meletakkan kedua alat makannya lalu membalas tatapan Axel.
“Baiklah, aku akan menjawabnya. Tamu itu Valerio, dia hanya ingin melihat keadaanku setelah mendengar kabar aku dan kau terjebak di restoran yang mengalami kebakaran
See you 💕N.J 🦢
Part 40 - One message hints Luna memasuki kamar dan merebahkan tubuhnya di ranjang sambil memijat sisi pelipis yang terasa pusing. Pikirannya kembali berputar pada perkataan Valerio siang tadi yang mendatangi mansion secara tiba-tiba hanya untuk menemui dan memastikan dirinya baik-baik saja. Namun, bukan hanya itu. Mantan kekasihnya justru memberikan banyak informasi secara gamblang setelah sekian lama Luna berusaha mengorek informasi. “Bagaimana kau tahu, Aku dan Axel berada di sana semalam?” “Angelica mengabariku. Dia mengatakan ponselnya digunakan ayah atau pamannya agar mengarahkan Axel ke sana untuk janji temu mereka.” “Jadi kebakaran semalam juga sabotase?” tanya Luna mendapat anggukan dari Valerio.
Part 41 - Painful truth Axel tercengang setelah membaca pesan tersebut. Dirinya kembali mencari pesan lain yang terdapat dari Damian, dan mendapatkan isi pesan mengejutkan lainnya tentang bagaimana Luna meminta bantuan Damian. To : Damian | 11.30 AM [Dam, aku ditolak. Bantu aku melakukan sesuatu agar dia menerimaku.] [Sudah kuduga, dia tak akan semudah itu. Apa lagi rencanamu, Luna?] From : Damian | 21.00 PM [Bagaimana Luna? Apa kita berhasil mengelabuinya?] [Aku sudah diterima. Dengan begini aku bisa mencari informasi siapa yang berpotensi ingin menghancurkan Dante's corporated. Terima kasih sudah mendekatkanku padanya.]
Part 42 - Acknowledgement Luna tercengang melihat Axel terduduk di lantai pada ujung ranjangnya sambil bersandar menengadahkan kepalanya ke atas. Kondisinya saat ini tengah bertelanjang dada dengan handuk kecil tersampir pada lehernya. Pria itu tak menoleh sedikitpun saat Luna mendekat secara perlahan sambil memerhatikan kondisinya. Pandangan Axel hanya tertuju pada satu titik dengan tatapan kosong seakan jiwanya melayang entah kemana. Pikirannya berkecamuk antara ingin menunjukkan sesuatu yang baru ia ketahui, terungkap tanpa pengakuan dari orang yang ingin ia pastikan kebenarannya. “Ax, ada apa .... kenapa kau menyiksa dirimu?” tanya Luna begitu dirinya tiba di hadapan pria itu dan melihat luka menganga yang dibiarkan Axel begitu saja. Axel hanya tersenyum getir lalu menatap Luna begitu
Part 43 - Act of love “Ax, kau bilang apa?” tanya Luna memastikan pendengarannya. Seketika tatapan tajam tersorot dari netra abu milik Axel. Pria itu menenggak habis minumannya dan tanpa berniat menjawab, Axel malah mengikis jaraknya lalu menarik tengkuk Luna hingga wajah keduanya begitu dekat bahkan napas mereka menerpa kulit wajah satu sama lain. “Aku tak pernah mengulang pernyataan, jadi lebih baik kau menilai tindakanku,” desis Axel lalu mendaratkan pagutan dengan lumatan keras berbalut tuntutan sambil tangannya memegang pinggang Luna dan membawa wanita itu naik ke atas pangkuannya. Luna membalasnya tak kalah menuntut, ia merasa lega sekaligus bahagia saat semua beban yang sejak lama mengganjal dadanya kini telah lepas dan Axel menyambutnya dengan balasan rasa yang membuatnya ba
Part 44 - Predictions Malam hari di tempat Roberto dan Angelica. Setelah konferensi pers berakhir, Roberto mengantarkan Angelica kembali ke hotel setelah melewati perjalanan yang hening, kini mereka tiba di lobbi Dante's hotel. Roberto menarik remnya dan menatap Angelica yang masih tampak cemas. “Kau masuklah ke kamar. Aku akan pulang untuk mengambil pakaianku. Agar besok pagi, aku tak perlu bolak balik,” ujar Roberto begitu mobilnya berhenti. “Aku tak mau. Aku akan ikut denganmu,” ujar Angelica kembali memakai seatbeltnya sambil menautkan tangannya di atas pangkuan. Roberto melihat kedua tangan itu tampak bergetar. Ia meraihnya dan mengusap punggung tangan Angelica agar lebih tenang. “Baiklah, kalau begitu kau menginap di tempatku saja. Jika
Part 45 - Disappear Beberapa hari kemudian …. Layar ponsel milik Axel menyala dan menunjukkan nama seseorang yang dalam tiga hari ini menghubunginya tanpa sanggup ia jawab. Axel hanya menatapnya sambil menenggak minuman dan menghitung dering panggilan tersebut yang akan berakhir pada dering ke delapan. Bukan Axel sengaja tak ingin menjawabnya. Akan tetapi, pikirannya kalut saat tiga hari lalu dirinya tiba di kediaman ayah Angelica dan mendapatkan sebuah fakta baru yang membuatnya terkejut dan tak dapat memercayai semua itu. “Kau tak tahu apa yang terjadi pada masa lalu, Axel. Putra satu-satunya tuan Dante yang tak lain adalah mendiang ayahmu itu sangat terlindungi dan tak tersentuh.” Ucapan itu selalu terngiang dan menghantuinya sela
Part 46 - Refusing to know “Valerio?” “Ya, ini aku. Kau terkejut?” tanyanya pada Damian sambil berjalan mendekat hingga berhenti tepat di hadapan Damian. “Sayangnya, tidak sama sekali. Untuk apa kau ke sini?!” tukas Damian sambil menatapnya tajam. “Heh, bukan urusanmu, Dam.” Tak sedikitpun tanda-tanda perdamaian akan ditunjukkannya pada pria berengsek seperti Valerio. Begitu juga dengan Valerio yang enggan mengalihkan tatapannya dari Damian. Keduanya tampak menyulutkan api peperangan ketika bertemu walau itu tanpa sengaja. Sementara itu, Luna meminta Grace untuk masuk ke kamarnya karena tak ingin bocah itu melihat perkelahian yang mungkin akan terjadi pada kedua pria di hadapannya, maka dari itu
Part 47 - Disturbing Ketukan di kamar Axel terdengar memanggilnya dengan nada khawatir. Semua itu disebabkan oleh sejak dua malam setibanya di Spanyol tepatnya setelah pulang dari tempat orang tua Angelica, Axel meminta waktu untuk sendiri dan sampai pagi ini dirinya baru meminta Roberto datang untuk melakukan pekerjaannya. “Masuklah, Rob,” ujar Axel. Setelah itu pintu terbuka. Axel meletakan tabletnya di meja sambil beranjak dari sofa dan mengambil minuman untuk menjernihkan pikirannya dari kabar yang beredar di seluruh laman berita buruk di Italia. “Kau sudah membaik?” tanya sekretaris itu langsung lengkap dengan raut wajah khawatir. Ia melihat layar tablet milik Axel yang menunjukkan kejadian yang hanya menambah beban pikiran Axel. “Tidak juga,” jawab Axel kembali duduk pada sofa singl