Share

My Sexy Bodyguard
My Sexy Bodyguard
Penulis: Mrs.Juno

Part 01 - Accident

Part 01 - Accident

Desing suara knalpot motor melaju cepat di jalanan lenggang itu. Decitan dari ban yang beradu dengan aspal terdengar melengking hingga ke ujung jalan saat si pengendara bertubuh mungil itu melintasi tikungan jalan.

Luna mengingat kembali bayangan sebelum dirinya mendadak pergi dari apartemen.

Wanita bersurai coklat itu mendekati pintu balkon di mana sang kekasih tengah melakukan panggilan telepon. Suara pria dengan logat latin itu terdengar menyebutkan sebuah transaksi tentang mencelakai seseorang.

Bukan hanya itu, Luna juga mendengar sebuah jalan yang diduga menjadi tempat terjadinya tragedi. Dirinya semakin terkejut ketika membaca pesan dari sang kakak mengatakan sudah berada di jalan yang sama dengan perkataan Valerio dalam panggilannya.

“Baiklah, aku akan ke sana dalam waktu tiga puluh menit. Setelah memastikan kecelakaan itu terjadi, bayaranmu akan aku kirimkan.” Suara Valerio mengakhiri panggilannya.

Luna bergegas sambil menghubungi kakaknya. Beberapa kali nada dering terdengar, tetapi tak mendapat jawaban. Dia terus mendial ulang panggilan itu. Sambil menyalakan kendaraannya ia segera meluncur, tentunya setelah ia menyelipkan benda pipih itu di samping helm yang ia kenakan.

Hingga ketika di pertengahan jalan sambungan itu terjawab, tetapi baru saja kakaknya menyapanya seketika suara teriakan terdengar memekik kuat dan benturan mobil terdengar kencang.

Alona, apa yang terjadi?!” pekik Luna. Setelah mendengar decitan ban dan jeritan dari ujung sambungan itu, serta suara gaduh tabrakan kencang memekakan telinganya.

“Alona, jawab aku,” lirih Luna. Mempercepat lajunya agar segera tiba di tempat kejadian.

Kini hanya erang kesakitan yang terdengar dari panggilan itu, diiringi jerit tangis yang diduga Luna adalah suara Grace. Perlahan matanya mulai memanas merasakan cairan bening berkumpul di pelupuk matanya.

“Graceline,” lirih Luna memanggil, walau tahu tak akan ada jawaban.

Oh, ya Tuhan. Kumohon lindungilah mereka, harap Luna dalam hati. Seketika merasa sesak akibat menahan tangis yang tak diizinkannya keluar agar ia tetap bisa fokus mengendarai motor itu.

Sampai beberapa menit kemudian dirinya tiba dan tercengang dengan apa yang terjadi. Luna menghentikan kendaraan beroda dua itu dan meraih ponsel serta membuka helm lalu membuangnya sembarangan. Dengan sigap ia menghubungi ambulans dan polantas melaporkan kecelakaan yang terjadi di hadapannya.

Kedua kakinya terus melangkah mendekat pada dua mobil pribadi, dan satu truk pengangkut barang, juga sebuah minibus yang menutupi jalan tersebut. Luna mengenali satu mobil yang dalam posisi terbalik. Mendadak jantungnya sempat berhenti sedetik kemudian berdetak kencang, tatkala nomor plat yang dikenalnya benar milik Alona yakni sang kakak.

Langkahnya mulai melambat begitu ia melihat langsung penghuni di dalam mobil itu, dalam sekejap kedua kakinya terasa lemas dan aliran panas di matanya mulai mengalir. Dirinya tak dapat menahan lebih lama lagi. Air bening itu tumpah ruah membasahi pipinya saat Luna mendekat ke hadapan mobil yang terhimpit pembatas jalan dan limosin hitam di sisi satu lagi.

“Alona,” lirihnya. Menatap kondisi sang kakak dan iparnya di dalam mobil dengan keadaan tak sadarkan diri.

Samar-samar Luna mendengar suara tangis kecil dari dalam mobil.

“Grace?! Oh, ya Tuhan. Tenanglah. Aunty akan membantumu keluar,” tekad Luna mulai panik. Ketika mendapati keponakannya masih selamat dan belum terlepas dari kursinya di dekat sisi pintu dekat pembatas jalan dalam kondisi ketakutan dan terus menangis.

Luna mencari cara dan memerhatikan mobil tersebut dari segala sisi. Posisi mobil yang terhimpit, menyulitkannya untuk membuka kedua pintu mobil.

Lantas ia bergegas mencari celah untuk menaiki kemudi limosin dengan menggeser sang supir yang sudah tak sadarkan diri, terlihat darah segar yang mengalir dari kepala hingga menutupi wajah pria itu. Luna mencoba berkali-kali menyalakan kendaraan panjang itu. Akan tetapi, belum juga berhasil.

“Oh, Jesus christ! C’mon!” Luna berseru mengharapkan keajaiban diberikan Sang Pencipta.

Sampai beberapa detik kemudian usahanya untuk membuat mesin itu menyala berhasil. “Yes, Thank God!” ucap Luna bersyukur, dengan segera ia bergegas memundurkan kendaraan itu sedikit agar mobil sang kakak memiliki ruang untuk membuka pintu dan bisa mengeluarkan Grace.

Luna mengeluarkan sang kakak dan iparnya yang dalam posisi terbalik dengan melepaskan seat belt mereka masing-masing, lalu ia berusaha menenangkan Grace yang terus menangis melihat keadaan orang tuanya.

It’s okay, Grace. I'm here,” lirih Luna.

Tangisan Grace membuat Luna juga tak dapat berhenti meneteskan air matanya. Ia berusaha menenangkan, tetapi dirinya juga tak kuat meratapi tubuh tak bernyawa itu. Gejolak di dadanya terasa menyesakkan setelah mengecek keadaan nadi keduanya yang tak lagi berdenyut. Luna hanya bisa memeluk Grace dengan erat dan menangis dalam diam yang menyiksanya seperti tercekik.

Hingga saat Luna dan Grace tengah terlarut dalam tangis, samar-samar mereka mendengar suara meminta tolong. 

“Tolong, siapa pun …. Tolong kami,” rintihan itu terdengar semakin lemah. Memaksa Luna mengajak Grace untuk melihat siapa kiranya yang meminta tolong.

***

"Enough, Mom!" seruan yang keluar dari mulut Axel mengejutkan kedua orang tuanya.

Hal tersebut membuat suasana di dalam limosin hitam yang ditumpanginya berubah dingin. Bak hakim yang sedang berada di ruang sidang, orang tua Axel memegang sejumlah dokumen di tangan mereka, menggunakannya untuk menghakimi pemuda itu. Isi dokumen tersebut tak lain merupakan informasi mengenai para wanita yang ingin dijodohkan dengan Axel.

"Axeleon! Beraninya kau membentak ibumu!" hardik sang ayah.

Axel menghela napas dan memilih membuang tatapannya. Ketiganya kini tengah dalam perjalanan untuk menghadiri jamuan makan malam dari rekan bisnis yang hendak menjalin kerja sama, sekaligus untuk memperkenalkan Axel pada putri rekan bisnisnya itu.

"Berapa kali harus kukatakan. Aku tak ingin dan tak akan mau dijodohkan. Bukankah kalian juga tahu, bahwa aku sudah memiliki kekasih?"

"Justru karena ayahmu tahu dan mengenal keluarga dari kekasihmu itu, Axel. Kami bertindak cepat agar kau berhenti bermain dengan wanita itu!" Balasan sang ibu membuat Axel semakin memanas dan hendak kembali menyanggah ucapan tersebut.

Namun, seketika kedua orang tuanya terlempar ke hadapannya akibat guncangan dari tabrakan yang terjadi secara tiba-tiba.

"Mom, Dad!" seru Axel.

Pria itu baru saja mengangkat sang ibu dari pangkuannya dan melihat keadaan wanita paruh baya itu. Sialnya dari samping mobil,  tepatnya di hadapan tempat Axel duduk. Ia mendengar suara klakson dari sebuah bus.

"Philipe, get out of the way!" perintahnya lantang.

Mengingat pembatas tempatnya dengan pengemudi tertutup kaca—walau kaca itu terlihat telah hancur dan menyebabkan kepingan beling itu menusuk ke tubuh Ayah dan Ibunya.

Nahas, seketika hantaman dari bus di samping limosinnya kembali menabrak sisi kirinya yakni tepat dari hadapannya yang duduk menyamping. Sehingga limosin hitam itu terdorong kembali menabrak sebuah sedan putih yang telah terjungkal dan menyeret mereka ke pembatas jalan.

Hal tersebut semakin memperparah keadaan di dalamnya, membuat Axel menunduk lantaran jok di sebrangnya menghajar kakinya hingga terjepit, dan serpihan kaca jendela menusuk ke dada serta dari belakang juga mengenai punggungnya yang  mengakibatkan cairan merah mengalir membasahi tubuhnya. Di sisi kirinya terdapat sang ayah yang sudah tak bergerak dengan darah bersimba memenuhi seluruh wajah paruh baya itu. Sementara sang ibu berada di sisi kanannya dengan kondisi yang sama mengenaskannya.

“Mom, Dad, sadarlah,” lirih Axel. Suaranya begitu berat menahan rasa sesak dan sakit di sekujur tubuhnya.

Axel berusaha untuk tetap sadar dan meraih kedua orang tuanya sebisa jangkauan tangannya. Ia menyentuh mereka sambil terus mengharapkan keduanya dapat tersadar, setidaknya sampai bantuan datang untuk memberikan pertolongan. Sedangkan kondisinya saat ini begitu tersiksa, keadaan kakinya yang terjebak pada jok mobil itu.

“Argh! Damn!” erangan disertai umpatan kembali terlontar saat ia mencoba untuk mengeluarkannya dari himpitan tersebut. Rasa ngilu begitu menusuk hingga ke tulang. 

Dirinya menatap dari celah pembatas ke arah pengemudi. Terlihat Philipe juga tak berkutik dengan kepala di atas kemudi. Cukup lama dirinya memerhatikan sekitar menjaga kesadarannya tetap ada. Suasana gelap di jalan itu tampak tak ada pengendara yang melintas. Karena memang jalan tersebut hanya dilalui oleh penghuni perumahan baru yang menjadi tempat pertemuan Axel dengan rekan bisnis yang mengundang jamuan makan di rumah baru mereka.

Ya, Tuhan. Bagaimana bisa ini terjadi? keluhnya dalam hati. Menyayangkan hal ini terjadi hanya demi kesepakatan bisnis.

Beberapa menit ia menunggu bantuan datang, hingga dirinya sempat terpejam setelah lelah menahan rasa sakit. Sampai suara mesin limosinnya terdengar berusaha dinyalakan berkali-kali dan berhasil. Kemudian kendaraan itu bergerak mundur. Axel membuka matanya dan mengintip sekilas siluet dari pembatas tempatnya ke posisi pengemudi. Menunjukkan sebuah sosok wanita dengan rambut gelombang terikat menjadi satu.

Axel baru saja hendak memanggil. Namun, wanita itu bergegas keluar dan meninggalkannya. Memaksa Axel yang masih ingin bertahan hidup menoleh ke belakang pada jendela kaca yang telah hancur. Dirinya melihat apa yang tengah dilakukan wanita itu pada mobil yang bertahan oleh besi pembatas jalan.

“Tolong, siapa pun …. Tolong kami.” Dengan bibir yang bergetar, Axel berusaha memanggil dan meminta tolong agar dirinya dikeluarkan juga dari sana.

Sialnya, ia tak mempunyai cukup tenaga untuk berteriak lebih kencang. Dirinya hanya bisa mengeluarkan suara kecil dan lirih akibat rasa sakit yang menusuk dadanya tadi, bahkan kini cairan merah keluar dari mulutnya.

Kumohon, siapapun kau …, semoga kau mendengarku. Axel berharap dalam hati melirik kedua orang tuanya bergantian. Mom, Dad. Bangunlah, kalian harus selamat, kumohon. Tetaplah bertahan. Dia kembali berharap dalam hatinya.

"Tuan, kau baik-baik saja?!" pekik suara wanita berpakaian serba hitam itu.

Axel menatap samar wanita itu, melihat aliran darah yang keluar dari mulutnya. Ia hanya bisa mengangguk lemah, dan mengusap kedua tangan orang tuanya yang sejak tadi ia genggam.

“Bertahanlah, aku akan membantumu keluar,” ujar lagi wanita itu dengan wajah paniknya yang samar, tersorot cahaya remang dari lampu jalan.

Wanita itu terlihat cekatan menyingkirkan jok yang menindih kakinya, hingga seketika erangan terdengar saat jok itu berhasil disingkirkan. Lalu wanita itu hendak membantunya melihat kondisi kakinya, akan tetapi Axel menggeleng.

“Tolong selamatkan kedua orang tuaku lebih dulu, kumohon,” lirihnya pelan. Kesadarannya semakin menipis, ia memejamkan mata walau masih bisa mendengar apa yang diucapkan wanita itu.

“Ambulans akan segera datang, Tuan. Jadi bertahanlah sebentar lagi.” Wanita itu hanya bisa meyakinkan hal tersebut.

Dirinya sudah melihat kedua paruh baya di samping pria tersebut sudah tak bergerak, dan nadinya tak lagi berdenyut. Sama halnya dengan keluarganya. Ia hanya mencoba menolong yang masih bisa tertolong. Hingga suara sirine dari ambulans terdengar mendekat. Beberapa kendaraan lain yang sesekali melintasi jalan itu, kini mulai berdatangan hingga menyebabkan kemacetan akibat kecelakaan tersebut.

Wanita itu yang tak lain adalah Luna, bergegas keluar dan memanggil petugas yang baru saja tiba dan hendak melakukan pertolongan.

“Para petugas! Di sini masih ada yang bisa diselamatkan!" Teriakan suara itu masih samar terdengar oleh Axel.

Walau beberapa suara bising keramaian orang yang mengalami kepadatan kendaraan mulai meramaikan suasana yang tadinya terasa sunyi. Kini setelah Luna meminta pertolongan untuk membantu Axel beserta tiga orang lain yang berada di mobil itu, dirinya memilih mundur dan kembali pada Grace.

Namun, suasana ramai itu tetap tak mengganggu pendengaran Axel akan suara Luna yang tengah mengatakan keluarganya yang juga terkena imbas dari tabrakan tersebut. Axel hanya mendengar suara lantang itu dengan jelas tanpa mendengar keributan lain. Dia memaksakan matanya untuk terbuka walau terasa berat. Memastikan kedua orang tuanya telah diselamatkan lebih dulu. Menyisakan dirinya yang menangkap sosok Luna semakin menjauh.

Bibirnya hendak mengucapkan terima kasih. Namun, pandangannya sungguh semakin kabur. Axel hanya bisa menatap punggung berbalut jaket kulit hitam yang dikenakan wanita itu, menunjukan sebuah lambang sindikat tertentu yang tercetak di punggung tersebut.

Disaat yang bersamaan gambaran tersebut menghilang lantaran dirinya telah dimasukan ke mobil ambulans. Axeleon masih bisa merasakan setiap alat penunjang kehidupan dipasangkan pada tubuhnya disertai suara paramedis yang bertindak melakukan pertolongan pertama pada dirinya.

Whoever you are …. Thank you, for saving me and my parents. Hanya di dalam hati dirinya dapat berucap terima kasih.

Perlahan gelap mengambil penglihatan Axel dan suara melengking mendominasi seluruh indera pendengarannya. Kesadarannya benar-benar telah menghilang. Pria itu tak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya.

**

Mrs.Juno

Haii selamat datang bagi pembaca yang menunggu karya terbaruku, ini adalah yang terbaru dariku. silakan klik tanda + untuk ditambahkan ke daftar bacaan kalian. Well , karena ini baru, jadi akan menjadi ongoing di sini, yeay!!! semoga suka yaa. with love, N.J

| 3
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nova lia
terima kasih sudah mampirrr, semoga sukaa ♡´・ᴗ・`♡
goodnovel comment avatar
Sabrina Candramaya Gayatri
yuuuukkk...mulai selancar ke dunia haluu selanjutttnyaaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status