Share

Lagi-Lagi Dia

"Arche, dia keluargaku!" Ucap Natasya setengah berteriak.

"Tuhan, yang benar saja kau having sex bersamanya?" Tanya Natasya tidak percaya, sekarang Faye semakin terkejut setelah menemukan fakta baru bahwa Arche adalah saudara jauh sahabatnya sendiri.

"Bajingan itu mengambil kesempatan ketika aku

tak sadarkan diri," ucap Faye kesal.

"Bisa saja kau yang memulainya Fay, kau mabuk." ucapan Feronica ada benarnya juga, siapa yang tau kejadian aslinya bagaimana? Ketika dia saja tidak ingat apa-apa semalam.

"Tapi ya sudahlah, sudah terjadi," ucap Faye sambil mengibaskan tangannya tak perduli.

"Tapi kau tau? Arche sangat tampan." Natasya mulai mempromosikan Arche yang tidak pernah ada gosip dekat dengan wanita manapun.

"Apa urusanya denganku?" Tanya Faye tidak perduli, baginya tetap saja Arche sebatas kecelakaan satu malam saja.

Setelah itu mereka tidak lagi membahas Arche karna Faye terlihat tidak senang setiap kali mereka menyebut nama Arche, Feronica dan Natasya pulang cukup larut sekitar jam 00:10. Sepeninggal mereka Faye segera tidur karna besok dia sudah harus bekerja. Faye memimpin salah satu perusahaan milik mendiang ibunya. Ada beberapa perusahaan milik Charlotte, namun di handle oleh saudara kandung ibunya karna Faye masih terlalu muda untuk menghandle semuanya seorang diri.

Faye kesulitan untuk tidur, rasanya matanya sulit sekali terpejam. Karna dia merasa bosan dengan kondisinya yang sulit tidur Faye menelan obat tidur 3 sekaligus tidak lama kemudian Faye tertidur pulas. Ketika Faye tidur dari balik pintu Holland mengetuk pintu berkali-kali namun tak kunjung dibuka oleh pemilik kamar. Holland berniat membicarakan sesuatu kepada Faye, namun akhirnya dia menyerah karna tak kunjung mendapat jawaban.

Malam berlalu begitu cepat, tidak terasa matahari sudah naik. Faye menggeliat merenggangkan otot-otot tubuhnya. Faye melihat jam dinding, sudah jam 09:30 waktunya dia pergi kekantor memeriksa beberapa berkas, mentandatangani dan menghadiri beberapa rapat dengan partner bisnis baru. Faye segera bangun dari tidurnya, dia mandi terlebih dahulu lalu setelah itu seperti rutinitas setiap harinya, dia kali ini mengenakan Short dress berwarna merah, high heels berwarna hitam, dan tidak lupa jas yang sering pakai ketika bekerja. Make up tipis menghiasi wajahnya semakin membuatnya terlihat cantik.

Aura wanita independen terpancar jelas dari wajah Faye. Faye melenggang keluar kamarnya menuju bagasi bawah tanah seperti biasa dia menggunakan mini Cooper sebagai teman berkendara nya.

Faye memiliki 20 jenis mobil di bagasi ini, tapi mini Cooper selalu menjadi favorit nya. Perjalanan menuju kantor tidak begitu lama, hanya memakan waktu kurang lebih 20 menit. Sesampai di kantor beberapa karyawan yang menyadari kehadiran Faye segera memberikan hormat. Faye berjalan dengan elegan menuju ruangannya yang berada di lantai 7.

Sebelum masuk ke ruangan Faye disambut oleh sekretaris nya, sekretaris nya membacakan rondon kegiatan Faye hari ini, mulai dari rapat A,B,C. Ada 4 rapat hari ini, sekitar 10 menit lagi akan dimulai rapat pertama. Faye memasuki ruangannya, mengambil posisi duduk di meja kerjanya. Ada nama Faye di atas meja tanda bahwa meja tersebut milik nya.

10 menit kemudian rapat pertama dimulai, berjalan dengan sangat lancar. Setelah itu rapat kedua dan ketiga menyusul, ternyata jarak antara semua rapat tersebut tidak begitu jauh sehingga Faye tidak perlu menunggu lama.

Telah sampai di rapat ke 4, rapat penutup pada hari ini. Beberapa rekan bisnis barunya masuk ke ruangan, mereka akan menandatangani kontrak kerja sama baru pembangunan sebuah pusat perbelanjaan yang digadang-gadang akan menjadi pusat perbelanjaan paling besar di negara itu.

Setelah para rekan kerja Faye masuk dan menduduki kursi masing-masing rapat dimulai, semua orang di ruangan itu fokus mendengar, memberi tanggapan dan pertanyaan namun ada satu laki-laki yang sedari tadi menatap Faye dalam, dengan tatapan tajamnya dia seolah mengeja bentuk wajah Faye. Faye menyadari hal itu namun dia memilih untuk tidak perduli.

Hingga tiba saatnya laki-laki yang sedari tadi menatapnya buka suara, dia ingin memberikan masukan mengenai pembangunan pusat perbelanjaan tersebut, sebelum nya dia menyebutkan namanya. Alangkah terkejutnya Faye ketika mendengar nama laki-laki itu

"Baik, sebelumnya perkenalkan sama saya Arche Rasalas Arshaka." mata Arche kembali menatap Faye, Faye segera memalingkan wajahnya ke MacBook miliknya, berusaha tidak perduli dan menyembunyikan keterkejutan nya.

Setelah Arche berbicara, Arche masih tetap menatap Faye dengan bola mata hitam legam nya. Setelah rapat semua berdiri saling berjabat tangan, ketika Arche menjabat tangan Faye, matanya tidak pernah lepas sedikit pun dari wajah wanita itu.

"Senang bisa bekerja sama dengan nona," ucap Arche ketika menjabat tangan mulus Faye, Faye menatap manik mata Arche, dia mengangguk lalu segera melepaskan jabatan tangan mereka.

Mereka terpisah oleh lift, Faye naik ke lantai 7 sedangkan Arche beserta beberapa bawahnya menggunakan lift untuk turun ke lantai dasar. Sebelum lift mereka tertutup Arche sempat tersenyum kepada Faye, sedangkan Faye hanya menatap datar wajah Arche.

Sesampai di ruangan Faye menenggak habis air mineral yang tersedia di atas meja, dia tidak menyangka akan bertamu Arche dalam kondisi sadarkan diri. Laki-laki itu cukup tampan baginya tapi Faye tidak ada niatan hanya untuk sekedar berteman dengannya.

Berteman saja dia tidak ingin, apalagi untuk lebih. Faye melihat jam yang melingkar di lengan nya, sudah hampir sore, pekerjaan nya sudah rampung waktunya dia pulang, hari ini berjalan sangat cepat. Faye berniat mampi dulu di sebuah Coffe shop, dia ingin memesan Americano sambil bersantai menatap lalu lalang mobil yang melintasi jalan raya.

Faye mengambil posisi duduk di dekat jendela bundar yang menghadap jalan raya. Dia duduk seorang diri menikmati secangkir kopi Americano kesukaanya. Lonceng yang terpasang di atas pintu coffe shop itu berbunyi, tanda bahwa ada pelanggan baru.

Faye tidak menengok ke arah pintu dia fokus ke jalan raya. Kopi Americano yang pahit sama sekali tidak pahit bagi Faye, karna dia menyukainya. Sama halnya dengan luka, jika kita sudah ikhlas menerima, luka tersebut akan terasa tidak menyakitkan lagi.

Seorang laki-laki bertubuh tinggi besar duduk di depannya, membawa segelas kopi yang sepertinya kopi tersebut sama dengan kopi milik Faye, laki-laki itu tersenyum hangat ke arah Faye, Faye memutar bola malas. Untuk apa Arche tiba-tiba berada didepanya sekarang.

Faye bergegas ingin pergi tapi tangan kekar Arche dengan sigap menahannya. Faye duduk kembali ke posisi semula. Dia tidak berbicara apapun, bahkan untuk menatap Arche saja dia malas, entah bagaimana caranya menjelaskan bahwa kejadian malam itu anggap saja tidak pernah terjadi.

"Aku tidak pernah melihat wajah mu tersenyum, sepertinya akan lebih cantik," ucap Arche, respon Faye hanya menatap menatap datar Arche tanpa berkata-kata. Faye memang sangat dingin terhadap laki-laki.

"Apakah kau sudah lama menjadi pemimpin perusahaan itu?" Tanya Arche yang tidak goyah mencari topik pembicaraan, lagi-lagi Faye diam saja, dia malas berinteraksi dengan laki-laki manapun.

"Kau cukup dingin ya," ucap Arche akhirnya.

"Semakin membuat ku tertarik." sambung Arche, lalu dia beranjak pergi dari sana setelah melempar kan senyuman manis untuk Faye. Faye bersyukur laki-laki itu tidak mengganggunya lama, sepeninggal Arche Faye segera pergi meninggalkan coffe shop itu, dia sudah tidak berselera bersantai disana.

Dengan cepat Faye mengendarai mobilnya menuju rumah. Sesampai dirumah, Holland sudah menunggu nya di ruang tamu, tidak biasanya ayahnya berada dirumah. Awalnya Faye ingin berlalu begitu saja namun suara berat Holland menahannya.

"Faye, ayah ingin berbicara sesuatu padamu." Faye yang mulanya ingin melenggang pergi ke kamarnya urung, dia segera mengambil posisi duduk di sofa yang berhadapan langsung dengan Holland.

"Aku akan menikah," ucap Holland, Faye tidak terkejut mendengarnya, kabar ini pasti cepat atau lambat sampai ke telinganya dan apa bedanya? Menikah atau tidak tetap saja Faye akan tetap merasa sendirian di dunia ini.

"Dengan wanita pilihan ayah, aku harap kau bisa menerimanya dengan baik, menganggapnya seperti ibu kandungmu." sambung Holland.

"Tidak ada yang bisa menggantikan ibu," ucap Faye tegas, Holland diam saja, Faye memang sensitif jika menyangkut tentang ibu.

"Dan aku harap kau juga bisa menerima saudara tiri mu." Faye sedikit terkejut mendengar part saudara tiri, dapat dia pastikan hidupnya akan semakin runyam setelah ini.

"Kau akan tau namanya nanti, akan ku atur pertemuan kita semua." Faye diam saja, tidak memberikan tanggapan apapun, dia malas sekali berbicara.

"Sudah?" Tanya Faye, wajah Faye seolah tidak memiliki banyak ekspresi, anak itu hanya sering menampilkan wajah datar, kesal, marah dia jarang sekali tersenyum.

"Sudah," ucap Holland, Faye berdiri dari duduknya dia melenggang pergi ke kamarnya, di setiap sudut ruangan dirumah ini hanya kamarnya yang menjadi tempat paling aman menurutnya. Faye meletakkan tasnya di lemari penyimpanan tas. Dia malas mandi, dia duduk di meja kerjanya, membuka MacBook melihat-lihat ulang laporan yang telah masuk ke emailnya. Setelah rampung, Faye membuka media sosial yang sering dia buka, dia membuka sastragram, melihat-lihat followers yang baru masuk, ada 20 followers baru, Faye melihat nya satu-persatu, lalu matanya terfokus pada satu nama, dia membuka akun tersebut, Faye memutar bola matanya malas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status