Share

Masalalu

"Oma, Zian cuma tanya ... Emang ada kejadian apa waktu Zian kecil?" Remaja itu terus mendesak wanita tua di depannya karena rasa penasaran yang luar biasa. Sejak Oma Linda bilang kalau dia tahu tentang Rere dan juga Mama tirinya, Zian seperti dihantui sesuatu. Dia mengalami kejadian serius dahulu, tapi tidak dapat ia ingat sama sekali. 

"Omaaa ..." Zian kembali merengek. 

Wanita tua yang di panggil Oma itu menyimpan cangkir tehnya pada tatakan. Di atas bukit belakang rumahnya, mereka menggelar sebuah kain kecil untuk piknik sekedar menikmati pemandangan pagi di taman bunga buatannya. 

Dia merawat tempat ini dengan sangat apik dan tertata. Bunga bunga yang berwarna warni begitu terlihat cantik dan menawan saat di terpa sinar matahari pagi. 

Maniknya yang sayu dengan kelopak mata yang turun karena faktor usia tidak memadamkan semangat dalam diri jompo tua itu. Dia menatap Zian dengan jutaan perasaan yang tidak bisa di jelaskan. Bibir keriputnya tersenyum, tapi matanya menyiratkan rasa iba yang aneh. 

"Kalo nanti kamu inget sama adik tirimu. Oma yakin, kamu juga bakal inget semuanya." ujarnya. Kontan saja membuat remaja di depannya tambah terlihat bingung. 

Apa yang harus dia ingat? 

Oma bilang dia dan Rere bermain di tempat ini saat kecil dulu. Zian mencoba membayangkan dirinya dalam versi kecil berlarian sambil menendang bola dan memetik bunga bunga. Pada waktu itu, Oma Linda masih bersama suaminya Jhon, duduk berdua di atas tikar dan memperhatikannya bermain sambil meminum teh. 

Zian tidak ingat pernah ada Rere dalam hidupnya. Dia sepertinya tidak sengaja menghilangkan potongan kenangan itu dalam kepalanya, atau bisa jadi ingatan itu terlalu kelam dan dia sengaja melupakannya. Entah, kepalanya menjadi pening jika terus menerus dipaksa mengorek ingatan. 

Untuk saat ini dia menyerah, dia akan mencoba mengingat itu di lain hari. Dan semoga saja nanti, Oma Linda memberikan petunjuk yang lebih jelas. 

.....

"Zian ... Zian ..." Beberapa suara memanggil dari balik pintu gerbang. 

Rere, dari kamarnya yang terletak di lantas atas tengah membaca sebuah majalah ketika nama  kakak tirinya itu di panggil. 

Dia beringsut dari kasur dan mengintip di balik tirai jendela kamarnya. Beberapa remaja laki laki menunggu di balik gerbang dengan membawa sepeda motor. Mereka pasti hendak membawa Zian pergi keluar. 

Rere yang tau bahwa Zian belum pulang dari tadi pagi memutuskan untuk turun dan menemui remaja remaja di sana. 

Di tangga, dia melihat bi Asri akan membuka pintu depan. Buru buru, Rere mencegahnya. 

"Bi, biar Rere aja yang ke depan." 

"Oh," bi Asri mengurungkan niatnya untuk membuka pintu. "Kalo gitu bibi balik ke dapur lagi." ucapnya. 

"Ziannya belum pulang kan?" Rere bertanya untuk memastikan. 

"Belum, non." jawab bi Asri. 

Rere memberi anggukan mengerti kemudian dia membuka pintu depan dan berjalan menuju gerbang. 

"Ziannya nggak ada." Rere bicara dengan suara lantang agar tiga lelaki itu mendengarnya. 

"Kemana?" mereka bertanya dengan kompak. 

Rere mendekat dan menatap satu persatu dari mereka dari balik gerbang. "Dia keluar dari pagi, nggak tau kemana." 

"Gue coba telpon, deh." ucap Riko. Yang langsung di setujui Surya dan Danu. 

Remaja itu mengeluarkan ponselnya dari saku jeans dan menekan nomor Zian, menempelkan benda pipih persegi itu di telinganya dan menunggu sambungan di balik telpon. 

Setelah beberapa lama Riko menunggu, tidak ada yang menjawab panggilannya. Remaja itu mengernyitkan wajah. Aneh, tidak biasanya Zian mengabaikan telpon darinya. 

"Nggak diangkat." Riko memasukan kembali ponselnya ke dalam saku. Kedua temannya ikut terlihat bingung. 

Danu menggaruk kepalanya. "Semalem gue udah ajak keluar kok. Dan dia juga nggak nolak." ucapnya. 

"Terus sekarang gimana?" Surya yang dari tadi diam sekarang membuka suaranya. 

Danu mendesah lesu. 

Renata yang juga penasaran kemana perginya Zian tidak bisa untuk tidak bertanya. "Emang biasanya Zian pergi kemana?"

Bertanya begitu, ia sontak di hujani tatapan aneh dari kawan kawan kakaknya. Gadis itu langsung menutup mulut. 

Danu tampak berpikir. "Biasanya ... main basket, sih." ucapnya meskipun tidak sepenuhnya yakin. 

"Bisa jadi sih." Riko menimpal "Hpnya nggak bisa di hubungin juga. Mungkin dia lagi main basket di lapangan komplek."

"Yaudah, kita periksa ke sana aja. Biar nanti sekalian jalan ke lokasi." sambar Surya. 

Main basket? 

Rere tiba tiba menunjukan minat saat kata itu di sebut. Dia ingin melihat Zian bermain basket lagi. 

"Euh ..." gadis itu mengumpulkan keberaniannya. "Boleh gue ikut nggak?" dia mengajukan diri. 

Danu cengo.

"Ikut? Ikut kita maksudnya?" dia bertanya untuk memastikan kalau telinganya tidak salah dengar. 

"I .. Iya," dia menjawab dengan gugup. Sedikit malu juga lebih tepatnya. 

"Boleh aja, sih. Bareng lo aja, Dan." ucap Riko. 

Danu melongo. "Kok, gue?"

"Ya, emang kenapa sih?" 

"Ya nggak apa apa, sih. Ayok." remaja jangkung itu mencabut helm dari spion motornya dan memberikannya pada Rere. 

Gadis itu terkejut, dia pikir Danu ini tidak mau memboncengnya. 

"Modus banget lo, bangke." celetuk Roni. Dia menepuk punggung Surya lalu menaiki motornya sendiri. "Ayok berangkat."

"Gas kan." Danu menyalakan mesin motornya juga. Setelah Rere naik dan memakai helmnya, dia lalu memutar pegal gasnya. 

....

"Sering sering main ke sini lagi, ya. Rangga udah jarang banget pulang, jadi Oma selalu sendirian." Wanita berkarisma itu tengah membuat kudapan untuk ia dan Zian makan setelah mereka pergi piknik minum teh di bukit tadi. 

Zian tengah mencuci piring, dengan celemek di depan dadanya dan sarung tangan anti air dia membasuh satu persatu piring di wastafel. 

Dia menengok ke arah Oma yang berada di meja pantry. "Insyaallah, Oma. Kalo Zian nggak banyak tugas sekolah. Nanti main ke sini lagi."

"Ajak juga sekalian teman teman kamu yang itu, siapa namanya?" Oma Linda tampak berpikir keras. "Si Danu ... Riko, sama siapa satu lagi? Yang jarang ngomong itu?" 

"Surya."

"Iya, Surya. Ajak sekalian main ke sini biar Oma banyak temen."

Zian tertawa kecil. "Oma ini, anak muda jaman sekarang mana mau kalo di suruh main ke rumah Oma Oma."

"Eh?" wanita tua itu merasa diremehkan. "Kenapa? Gini gini Oma juga jiwanya masih muda. Oma bisa berbaur sama anak anak remaja seusia kamu." ucapnya penuh percaya diri. 

"Ha ha ha." Zian tidak lagi bisa menahan tawanya. Dia hampir terpingkal pingkal. "Oma ini, ah. Ada ada aja." 

"Oma serius, lho." 

"Iya iya, Oma." lelaki itu berhenti tertawa dan melanjutkan kegiatan mencuci piringnya. 

"Sekalian juga." Oma Linda menepuk bahunya. "Ajak Rere."

.....

"Dia nggak ada di sini." 

Riko, Danu, Surya dan Rere berhenti di taman komplek. Mereka melihat lihat adakah sosok Zian di sana, di antara orang orang yang tengah berpiknik dan juga bermain. Tapi, temannya itu tidak ada di sana. 

Lalu, di mana Zian? 

"Serius, gue nggak tau lagi dia kemana selain main basket di sini." Ucap Danu lesu. 

Riko kembali mengeluarkan ponsel di saku jeansnya. Menekan nomor telpon Zian dan menempelkan ponselnya tersebut ke telinga sebelah kiri. 

Tut ... Tut ... Tut ...

Panggilannya terhubung, tapi tidak juga di angkat. 

Riko mulai merasa gusar. Ini benar benar tidak seperti Zian yang biasanya. Situasinya terasa sangat aneh. 

"Gue nggak tau mau ngomong apa. Dia nggak angkat telpon gue dari tadi." ucapnya dengan menggelengkan kepala. Sepertinya, dia menyerah.

"Biar gue yang coba." Surya mengambil alih. Kini, giliran dia yang merogoh ponsel dan menekan nomor Zian. 

Zian tidak mungkin membiarkan telpon darinya, mengingat seorang Surya memang jarang atau bahkan sangat langka dalam hal menelpon seseorang. Dia itu paling pendiam, dan juga paling irit dalam urusan kuota. 

Tut .. Tut ... Tut ...

"Hallo?" Surya buru buru bicara saat panggilannya diangkat oleh orang di sebrang. 

"Iya, hallo." 

"Loh? Kok malah bibi yang angkat?" Remaja itu tampak kecewa karena bukan Zian yang mengangkat panggilannya. Melainkan bi Asri. 

"Anu, den. Hp den Zian ada di kamarnya. Dari tadi bunyi terus jadi bibi angkat." tutur wanita tua di balik sana. 

Surya menghela napasnya. "Hpnya ada di kamar? Berarti Zian pergi nggak bawa hp dong?"

"Iya, hpnya di sini."

Shitt!

Ini membuat mereka semua bertambah bingung. 

"Terus Zian kemana?" Rere yang sedari tadi hanya menyimak tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi. Dia bertanya pada Danu. 

"Nggak tau. Biasanya, dia emang pergi pergi sendiri. Tapi, nggak jauh dari main basket." timpal Danu. 

Rere kembali teringat kejadian di lapangan sekolah tempo lalu. Kemudian kembali bertanya. "Mainnya di lapangan lain mungkin. Lapangan sekolah misalnya." 

"Nggak mungkin. Kalo weekend dia pasti main di sini."

Huft

Gadis itu menghela napas. 

Lalu di mana Zian berada? 

"Kepaksa rencana hari ini kita batalin. Kita nggak mungkin pergi tanpa si Zian." Ucap Riko dengan menghela napas kecewa. 

Danu sontak menoleh padanya. "Kok gitu? Masih ada waktu kok. Jangan main batalin gitu aja, Rik." protesnya. 

Riko mendengus. "Nggak ada waktu lagi. Kalo kita masih muter muter nyari Zian, kita bakal telat dateng ke sana." ucapnya. 

"Iya, Dan. Acaranya keburu selesai." Surya menambahkan. 

Dua lawan satu, Danu di kalahkan argumen teman temannya yang lain. 

Rere yang celenga celengo tidak mengerti apa yang mereka bahas tidak bisa untuk tidak bertanya. "Emang kalian mau pada kemana?" tanyanya dengan wajah yang polos. 

Danu yang duduk di atas motor di depannya menoleh ke belakang, menatap wajah gadis itu. "Kita mau ke bazar di kota sebelah. Infonya sih mulai dari pagi jam tujuh sampe jam dua belas. Di area car free day gitu." 

"Bazar?" Rere makin terlihat bingung. 

Serius para remaja laki laki di kelasnya ini ingin pergi ke bazar? Sampai bela belain ke luar kota juga?

Atas dasar apa? 

Rere kira mereka akan pergi ke sebuah konser atau nongkrong di suatu tempat hits seperti remaja kebanyakan. 

"Ada acara amal juga di bazar itu. Kita udah sepakat minggu lalu mau bantu bantu di sana." lanjutnya. 

"Nyokap gue yang ngadain acara amalnya. Dia nyuruh gue buat bantu, ya sekalian aja gue ajak Surya sama yang lain." tutur Riko. 

Kini, semuanya terdengar jelas dan masuk akal di kepala Rere. Dia mangut mangut. "Kalo udah janjian harusnya Zian nggak pergi pergi kayak gini dong." Gadis itu masih bingung. 

Danu menggaruk kepalanya. "Semalem gue emang ajak dia pergi keluar. Cuma gue lupa ngasih tau dia soal jamnya." dia nyengir pada Riko dan Surya. "Sorry banget. Ini kayaknya salah gue juga." lanjutnya meminta maaf. 

"Bang-sat Danu. Kenapa lo nggak bilang dari tadi?" kesal Riko. Remaja itu menoyor kepala temannya karena geram. 

"Iya, sorry. Gue lupa kalo waktu gue telpon Zian gue nggak ngomong kalo kita berangkatnya pagi pagi." Danu menciut setelah di hujani tatapan mengintimidasi dari Surya dan Riko. 

"Lo bener bener, ya, Dan." Surya mendengus, sama kesalnya dengan Riko. 

Sementara Rere, gadis itu hanya diam saja. 

.....

Setelah pulang dari rumah Oma Linda, Zian berjalan kaki menuju rumah. Entah kenapa, baru sekarang dia ingat bahwa ia memiliki janji dengan Danu. Buru buru, dia mempercepat langkahnya. 

Jarak rumahnya dari rumah Oma Linda tidak terlalu jauh, jadi Zian memutuskan berjalan kaki dari pada naik ojol. 

Saat sampai dan membuka pintu gerbang, dia langsung di sambut oleh bi Asri dengan wajah yang terkejut. 

Dia tengah memangkas daun daun dari pohon jarak yang 

"Aden dari mana aja?" wanita tua itu bertanya dengan heboh. "Banyak yang nyari loh tadi."

"Danu bukan?" Zian bertanya. 

"Bibi kurang tau. Tadi yang nyamperin non Rere. Bibi nggak sempet liat." jawabnya. 

Zian mengerutkan alis. "Rere? Terus sekarang mereka kemana?" 

Bi Asri menggidikkan bahu. "Bibi nggak tau."

"Rerenya ada di dalem?" remaja itu bertanya lagi. 

"Nggak ada, den. Kayak ikut deh sama temen temen aden yang tadi."

Zian sontak membelalak. "Ikut? Ikut gimana maksudnya?" dia terkejut. 

Rere ikut bersama Danu dan temannya yang lain? Kenapa? 

Ada urusan apa dia? 

"Bibi nggak tau, den. Bibi tadi di dalem. Bibi cuma tau kalo non Rere nggak masuk lagi ke rumah. Mungkin dia ikut sama yang tadi." tutur wanita tua itu dengan wajah kebingungan. Dia memang tidak tahu apapun soal siapa yang mencari Zian dan kenapa Rere pergi bersama mereka. 

"Ah, bibi gimana, sih. Masalahnya ngapain Rere ikut sama Danu? Danu kan mau jemput Zian bukan Rere."

Remaja itu sama bingungnya dengan bi Asri. Tidak ada yang bisa memberi klu di sini. 

"Emang tadi den Zian abis dari mana?" bi Asri bertanya. 

"Aku abis jiarah ke makam Mama. Sama mampir ke rumah Oma Linda." Jawabnya. 

"Hp aden juga bunyi terus dari tadi. Bibi sempet angkat sekali."

"Siapa yang nelpon?"

"Namanya siapa ya ..." bi Asri mencoba mengingat ingat. "Oh, kalo nggak salah namanya Surya." 

Surya? 

Serius? 

Tidak biasanya Surya menelpon dirinya. Orang itu tidak pernah menelpon atau bahkan mengirim pesan selain di grup chat geng mereka. 

Semalam, Danu memang menelpon mengajaknya pergi ke suatu tempat. Tapi, apa tempat itu begitu penting hingga mereka menjemput dia pagi pagi dan bahkan seorang Surya sampai menelpon dirinya? 

"Hp aku dimana?" Zian bertanya pada bi Asri. 

Wanita paru baya itu menunjuk ke arah rumah. "Di kamar Aden. Bibi taro di atas nakas."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status