Share

Hang Out

Malam sabtu ini, untuk pertama kalinya Rere pergi keluar rumah. Dia seperti menemukan kehidupan baru di jalan jalan Bandung yang ramai.

Amel menunjukan beberapa angkringan makanan ringan yang bisa mereka beli untuk sekedar mengganjal perut. Dari mulai batagor, cilok bakar sampai tahu isi. Rere menikmati cemilannya bersama si gadis tomboy.

Mereka berkeliling alun alun raya yang ramai dengan pedagang dan pengunjung, ada pula turis yang sedang berwisata kuliner, mereka tampak menikmati jajanan khas Bandung sama seperti Rere.

Amelia menceritakan beberapa tempat yang bagus yang biasanya dipenuhi pengunjung, dia juga menceritakan pengalaman kencan pertamanya dengan seorang pria di taman jomblo. Lalu bernostalgia mengingat bagaimana dulu dia berubah menjadi tomboy seperti sekarang.

Rere menjadi pendengar yang baik sepanjang perjalanan petualangan mereka. Dia menyukai sifat terbuka Amelia dan cerita cerita lucunya meski beberapa terdengar kurang masuk akal.

Di sini, Rere akhirnya memutuskan merekrut Amel sebagai temannya. Teman yang benar benar berteman.

Gadis tomboy itu menengok arlogi saat sedang mengunyah gorengan.

"Eh, udah waktunya." Ucapnya spontan.

Rere yang duduk di sampingnya mengerutkan dahi. "Kenapa?"

"Kita ke Southbank sekarang?" Gadis itu menarik Rere dan meninggalkan gorengannya di meja. "Ayok!"

"Eh, tunggu sebentar." Rere kembali ke meja yang ia duduki tadi dan mengambil dompetnya yang tergeletak di sana.

"Anak anak ngadain party di SBC, kita nggak boleh telat." Amel menyalakan mesin motor.

Rere dengan sigap duduk di belakang sambil mengenakan helmnya. "Party apa?" gadis itu lalu melihat jam di layar ponselnya. "Jam segini?"

"Ikut aja, ada senior yang ultah gitu. Seru deh pokoknya." Amel memutar pedal gas di tangannya dan langsung melesat menyelinap diantara kendaraan besar di jalanan.

....

Sesampainya di tempat bernama Southbank itu, Rere dikejutkan dengan menampakan tempat tersebut.

Ia awalnya mengira kalau SBC yang di maksud Amel adalah kafe atau tempat nongkrong semacamnnya. Tapi, ini sangat berbeda. Tempat ini begitu asing, terlihat seperti tempat orang orang clubbing.

Di depan pintu masuk, Rere dan Amel di jegat oleh dua orang penjaga bertubuh besar dan berpakaian serba hitam. Rere merasa gugup, dia hanya berdiri di belakang Amel sambil sedikit meremas pundak temannya itu.

"Kartu identitas?" salah satu penjaga itu menatap Amel.

Amel terlihat cukup santai saat ditatap dengan sorot mata tajam sang penjaga, dia seperti sudah terbiasa.

"Temen Kak Roni, SMA Taruna Bakti Husada, Ameliaโ€”" gadis itu menoleh pada temannya yang bersembunyi di belakang dan menunjuknya dengan sebuah isyarat. "Renata."

"Oke."

Kedua penjaga itu mempersilahkan mereka masuk.

Rere yang masih bingung hanya bisa ikut dan mengekor di belakang Amel seperti marmut kecil. Dia punya firasat aneh di tempat ini. Suasananya sangat tidak nyaman.

"Kok bisa diijinin masuk?" Rere akhirnya bertanya karena sangat penasaran.

Amel hanya menyeringai. "Iya, lah. Itu cuma formalitas doang. Sebenernya siapapun bebas masuk sini asal nggak bikin keributan."

"Oh." gadis berambut kastanye itu hanya mampu mangut mangut.

Sampai di dalam Club, netranya di suguhi pemandangan yang luar biasa aneh. Bukan seperti pesta ulang tahun yang sering ia datangi sebelum sebelumnya, tempat ini jauh lebih kacau dari dugaan Rere.

Ruangan yang luas yang terdiri dari Bar, Diskotik, Tempat karaoke dan Kamar penginapan ini membuat Rere merinding ngeri.

Usia gadis itu baru menginjak 17 tahun, dan saat tinggal di Jakarta pun, dia belum pernah sekali pun masuk ke tempat seperti ini.

"Ini tempat Clubbing?" Rere bertanya pada Amelia yang menyeretnya ke konter bar.

"Iya." jawab Amel dengan santai.

Astaga.

"Mel, gue nggak mau ah. Gue takut." Rere dengan kasar melepas tangannya dari genggaman Amelia.

"Kenapa? Kita nggak bakal ngapa ngapain kok, Re. Cuma mau gabung party Kak Roni doang."

"Kak Roni siapa? Gue nggak kenal."

Amelia menunjuk salah satu sudut meja yang ramai dengan anak muda seusia mereka. "Tuh, di sana. Kita nggak aneh aneh, kok. Santai aja."

"Nggak mabok, kan?" Rere bertanya untuk memastikan.

"Nggak, Re. Nggak bakal." Amel mengacungkan sumpah dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.

"..."

"Percaya sama gue."

....

Di rumah kediaman Arga, Zian tengah sibuk berkutat dengan pena dan bukunya di atas meja belajar. Dia tengah mengerjakan tugas sekolah yang sebenarnya bisa di kumpulkan minggu depan.

Tapi, dia tidak suka menunda pekerjaan rumah, terlebih di saat tidak ada kegiatan seperti saat ini.

Ponsel di sampingnya berdering, Zian yang tengah fokus pun tidak bisa mengabaikan hal mengganggu itu dan mau tak mau harus mengangkat panggilannya.

"Apa, Dan?" Danu sepupunya yang menelpon. Raut wajah Zian langsung berubah datar kembali.

"Ada party alumni di SBC, ikut yuk!" ucap Danu to the poin.

Zian memutar matanya dengan malas saat mendengar ajakan itu. Dia mengembuskan nafas lesu sebelum menjawab. "SBC? Gila lo! Nggak mau gue."

"Kenapa?" suara disebrang telpon terdengar kecewa. "Kan kita rame rame."

"Nggak ah, gue males ke tempat gituan. Kalo kalian mau pergi, pergi aja. Nggak usah ajak gue." Zian hampir menutup telpon jika saja Danu tidak buru buru menyela.

"Iya iya, gue ngerti. Tapi, besok jalan, kuy."

"Kemana lagi?"

"Ada deh, pokoknya lo harus ikut."

"Iya, iya deh. Gimana besok." lalu sambungan telpon itu dia tutup secara sepihak.

Zian kemudian menghela nafas lesu.

Entah kenapa dia mendadak murung. Rasanya ada yang tiba tiba mengusik hatinya.

Dia teringat Rania sang Mama.

Mungkin, weekend ini dia akan menyempatkan waktu untuk berjiarah.

....

Amel menyeret temannya ke arah sekelompok orang yang berkerumun di sebuah sudut, sampai di sana dia melambaikan tangan pada orang seolah olah sudah mengenal mereka semua.

"Eh, Mel. Kirain lo kagak dateng." sapa seorang pria berambut punky yang membalas lambaian tangan si gadis tomboy.

Teman di sebelah pria itu ikut menyapa. "Iya, nih. Udah kita tungguin dari tadi." ucapnya. "Eh, btw itu siapa? Temen baru, yak?"

"Rere, anak baru di sekolahan. Sabi kali ikut kita nongkrong di sini." Amel langsung menyeret Rere ke hadapan orang orang si sana. Bermaksud memperkenalkan gadis itu pada semua kawannya.

"Rere." ucapnya malu malu.

Gadis kastanye itu langsung disapa hangat.

"Santai aja, Re. Gak perlu nervous." ucap salah satu dari mereka. Rere memberi anggukan pelan padanya.

"Di sini, lo nggak harus kenal kita semua, yang penting have fun aja dulu." ucap yang lainnya dengan menepuk bahu gadis pemalu itu.

"Iya,"

"Eh, iya. Kenalin itu Roni, bandar kita malem ini." ucap Amel menunjuk pada seorang pria yang duduk sambil memainkan ponsel di sebuah meja melingkar.

Rere menoleh padanya, dan dia tidak merasa asing dengan wajah lelaki itu.

"Ron, kenalin anggota baru." ucap wanita yang tadi menepuk bahunya.

Lelaki bernama Roni itu mengangkat kepalanya. Menatap gadis yang di kenalkan oleh temannya barusan.

"Gue Ro ... Ni." dia sempat terkejut melihat Renata yang ternyata adalah gadis yang ia temui di lapangan basket sore tadi.

"Rere." gadis berambut kastanye itu menunduk malu malu. Meskipun mereka pernah bertemu sebelumnya, dia tidak berani untuk bersikap sok akrab.

"Yang tadi, kan?" Reno bertanya untuk memastikan.

Rere yang mengerti pertanyaan pria itu memberi anggukan kepala.

Amel mengerutkan dahinya. "Yang tadi? Maksudnya?" gadis itu bertanya pada Rere.

Tapi, Rere tidak berani memberikan jawaban.

Roni membantu gadis itu memberi penjelasan. "Tadi, gue nggak sengaja lempar bola ke dia."

Amel tersengih. "Lo masih main basket di sekolahan?"

"Nggak main sih, cuma latihan doang." pria itu meralat.

"Di rumah lo kan ada lapangan buat main basket, kenapa mesti di sekolahan?" tanya teman yang lain.

Roni menoleh ke arahnya. "Emang kenapa? Gue suka main di lapangan sekolah ya karena tempatnya enak, bener nggak, Re?" tiba tiba dia menatap ke arah Renata.

Gadis itu spontan melongo. 'Kok nanya ke gue?' kira kira begitulah hatinya bergumam.

Amel kontan menatap temannya itu juga. Dia merasa ada yang aneh dari interaksi Roni dan Rere.

Apa mereka sudah saling kenal sebelumnya?

Karena Amel ingat betul sifat Roni yang akan sok cuek dan dingin pada orang yang baru dia kenal. Bahkan padanya pun begitu saat dulu.

Kenapa sekarang dia malah sok akrab dengan teman sebangkunya ini?

.....

"Re, Roni jomblo, lho." cetus Amel ketika ia dan Rere menunggu minuman mereka di buatkan oleh pramutama bar.

Rere mengerutkan dahinya. "Terus hubungannya sama gue apa kalo dia jomblo?"

"Ya, nggak ada hubungannya. Cuma sekedar info aja barangkali lo mau deketin dia."

Rere nyaris tersedak mendengar itu. "Deketin dia? Gue?" gadis itu menunjuk dirinya.

"Keliatannya sih Roni naksir sama lo."

"Naksir?" Rere ingin tertawa terpingkal pingkal, namun perasaan lucu itu hanya dia tahan dalam hati. "Please deh Amelia. Gue bahkan baru kenalan sama dia. Gimana ceritanya dia naksir sama gue?"

"Gue udah dua tahun gaul sama dia. Baru kali ini gue liat dia ngajak cewek ngobrol kayak tadi."

Bartender memberikan masing masing dari mereka segelas minuman dingin. Amel mengambil keduanya lalu ia berikan satu pada Rere.

"Emang biasanya gimana?"

"Ya, gitu lah. Pokoknya beda."

Saat Rere ingin mengajukan pertanyaan lain soal bagaimana Amel bisa yakin kalau Roni menyukainya, suara microphone yang di tepuk tepuk tiba tiba menyela. Asalnya dari atas panggung kecil di sudut Club.

Kedua gadis itu langsung menoleh ke arah sana dan terlihatlah pria yang sedang mereka bincangkan berdiri di sana, bersiap siap untuk membawakan sebuah lagu.

Rere cukup terkejut. Jadi, Roni ternyata tidak hanya lihai bermain basket, tapi juga seorang penyanyi.

"Selamat malam semua. Mohon maaf mengganggu waktunya sebentar." Pria itu bicara dengan memberikan senyuman memukau. Yang membuat siapapun yang melihatnya akan seketika terhipnotis.

"Saya baru saja di tantang oleh salah satu teman, harus menyanyikan lagu di sini. Gimana? Kalian nggak keberatan, kan?"

"Nyanyi, nyanyi." teriak beberapa orang di sudut yang tidak lain adalah teman teman Roni sendiri.

Pria diatas panggung tampak tersengih menahan malu. Dia mengangguk kemudian mencabut mic dari gagang penyangga.

"Oke, sepertinya tidak ada pilihan lain." ucapnya pasrah.

"Woo~" teriak orang orang yang antusias menunggu si pemain basket ini menyuarakan nyanyiannya.

Musik mulai di putar. Petikan gitar, bass dan suara drum sudah memburu sang penyanyi dadakan itu.

Rere tampak tertarik. Dia tak melepaskan atensinya dari orang yang berdiri diatas panggung. Amel yang duduk di sebelah gadis itu hanya mampu tersenyum melihat ketertarikan Rere pada Roni, teman sekaligus seniornya.

~~~~~

I remember the day

Even wrote down the date, that I fell for you (mmhm)

And now it's crossed out in red

But I still can't forget if I wanted too

And it drives me insane

Think I'm hearing your name, everywhere I go

But it's all in my head

It's just all in my head

But you won't see me break, call you up in three days

Or send you a bouquet, saying, "It's a mistake"

Drink my troubles away, one more glass of champagne

And you know

I'm the first to say that I'm not perfect

And you're the first to say you want the best thing

But now I know a perfect way to let you go

Give my last hello, hope it's worth it

Here's your perfect

My best was just fine

How I tried, how I tried to be great for you

I'm flawed by design and you love to remind me

No matter what I do

But you won't see me break, call you up in three days

Or send you a bouquet, saying, "It's a mistake"

Drink my troubles away, one more glass of champagne

And you know

I'm the first to say that I'm not perfect

And you're the first to say you want the best thing

But now I know a perfect way to let you go

Give my last hello, hope it's worth it

I'm the first to say that I'm not perfect

And you're the first to say you want the best thing (best thing, yeah)

But now I know a perfect way to let you go

Give my last hello, hope it's worth it

Say yeah, yeah, yeah

But now I know a perfect way to let you go

Give my last hello, hope it's worth it

Here's your perfect

~~~~~

Pada beberapa lirik, di mana orang orang fokus memperhatikan dia bernyanyi, Roni sesekali melirik pada Renata.

Gadis itu, menepuk nepuk tangan mengikuti alunan musik. Dia sadar pada beberapa kesempatan Roni menatap ke arahnya. Tapi, dia tidak mau berpikir yang bukan bukan. Apalagi soal yang dikatakan Amel bahwa pria itu naksir kepadanya.

Itu sangat tidak masuk akal.

Meskipun Rere juga cukup tertarik pada Roni, dia harus tahu diri dan melihat posisinya. Mereka baru saja berkenalan. Konyol rasanya bila dia tiba tiba mendekati lelaki itu.

Mungkin, jika dia dan Amel hang out bersama lagi di tempat ini dilain kesempatan, dia akan bisa bertemu dengan Roni lagi. Dan lambat laun menjalin keakraban dengannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status