Author POV
Matahari pagi menyapa Lylia ketika ia telah menyelesaikan seluruh kegitannya di dapur. Ia mendapatkan waktu beristirahat sejenak atas izin Harley. Lylia kemudian keluar dari dapur dan berjalan menuju ke taman yang posisinya berada di tengah isana ini untuk menikmati indahnya bunga yang tumbuh dengan indah dan rapi saat seorang pria tua yang sedang kesusahan mengangkat tumpukan bunga mawar menyela perhatiannya.
"Aku bantu ya, Pak." Ucapnya.
"Eh, Neng. Nggak usah, Neng. Nanti mengganggu waktu kerjanya." Ucap lelaki tua yang Lylia yakini sebagai tukang kebun.
"Nggak kok, Pak. Ini lagi istirahat juga." Lylia mulai berjongkok membantu mengangkat ikat demi ikat bunga mawar.
"Oh gitu. Makasih ya, Neng. Hati-hati masih banyak durinya." Ucapnya.
Sadar akan hal itu Lylia mulai mengangkat tumpukan mawar ke dalam ember yang berisi air segar dengan sangat hati hati.
"Banyak banget manen bunganya? Mau bikin acara apa ini, Pak?" Tanya Lylia.
"Ini neng, Tuan Dante kan bentar lagi ulang tahun. Jadi ini persiapan buat acaranya." Jawabnya.
Lylia kemudian terdiam terheran.
'Eh? Monster kalo lagi ulang tahun, di rayakan juga ya?' Batin Lylia sambil berdiri mengangkat beberapa ikat bunga mawar.
"Memangnya ulang tahun Tuan Dante kapan Pak?" Tanya Lylia penasaran.
"Lusa."
Lylia tersentak kaget setelah mendengar suara bariton itu lagi. Tubuhnya mendadak kaku tidak bergerak. Tumpukan bunga mawar yang di pegangnyapun jatuh berserakan. Lylia tau persis siapa pemilik suara itu.
"Where's my morning coffee, Ly?" Lanjutnya.
"Segera siap, Tuan!" Ucap Lylia seraya berbalik membungkuk memberikan salam kepada si pemilik suara.
"Saya mau sekarang." Titahnya.
"Ba-baik, Tuan." Jawab Lylia.
"Follow me." Dante lalu berjalan melewati mereka.
Lylia segera menunduk pamit sambil membisikkan kata maaf dan di balas oleh anggukan pengertian si tukang kebun. Lylia lalu berlari mengikuti langkah Dante yang besar diikuti serigala setianya. Mereka berjalan menuju minibar gedung utama. Lylia segera memasuki area minibar, lalu dengan sigap mengambil segala keperluannya untuk membuat kopi. Dante duduk di kursi bar sambil menyeka keringat yang bercucuran di dahinya. Lylia dapat melihatnya sosok monster yang sedang sibuk dengan ponselnya itu dengan sangat jelas. Untuk ukuran pria seusianya, Dante masih tergolong 'good looking'.
"Ada apa, Lylia?" Tegurnya dengan ekspresi datar.
Lylia segera memalingkan wajahnya ke mesin kopi. Mencoba mengatur nafasnya agar kembali seirama.
"Ti- tidak, Tuan." Jawabnya mencoba kembali fokus ke pekerjaannya.
"Dad!" Ucap Nico segera berjalan mendekat ke arah mereka bertiga.
"Latihan kok nggak ngajak sih? Aku nggak punya partner fight nih." Ucapnya seraya menepuk lengan sang Ayah, lalu duduk di sebelahnya.
"Sorry, Son. Daddy tidak sempat bangunin kamu. Kamu harusnya lebih sering bangun pagi. Jangan selalu di bangunkan pembantu." Jelasnya.
"Come on, Dad. Jangan di depan Lylia!" Nico menyenggol lengan Dante lalu melihat ke arah Lylia yang sedang sibuk meracik kopi.
Dante bingung dengan maksud anaknya.
"Ly, fresh milk satu ya." Cengir Nico.
"Baik, Tuan." Jawab Lylia menunduk tanpa melihat mereka karena Lylia yakin mukanya masih memerah menahan malu akibatpikirannya yang lancang sudah menilai ketampanan seseorang.
Hah?!
Tampan?
"Loh, lengan lu kenapa?" Nico segera berjalan masuk ke dalam minibar lalu menarik lengan Lylia.
"Ini." Nico menunjuk goresan lengan kanan Lylia yang mengeluarkan sedikit darah segar.
"Eh?" Lylia tersadar dari lamunannya.
"P3K!" Ujar Nico segera, lalu menarik tangan Lylia dan berjalan keluar area minibar dengan terburu buru meninggalkan Dante begitu saja.
Nico membawa Lylia ke ruang bioskop keluarga yang letaknya tidak terlalu jauh dari minibar. Ia dengan sigap mengobati luka gores Lylia dengan kotak P3K di sebelahnya. Lylia tampak terkejut memperhatikan Nico yang dengan telaten mengobatinya.
'Rupanya orang ini tau cara mengobati luka. Ku pikir dengan ototnya yang besar itu, dia hanya tau berkelahi saja.' Batin Lylia.
"Kok bisa lu ga sadar tangan lu baret begini?" Tanya Nico sembari mengoleskan obat merah.
"Kayaknya gara gara bunga mawar tadi deh, Tuan." Ingat Lylia.
"Bunga mawar? Apa perlu gue botakin aja tuh taman?" Ketus Nico.
"Cewek tuh nggak boleh ada bekas luka. Mulai besok hati-hati ya. Mudah-mudahan tidak berbekas. Dan gue kan udah bilang, kalau kita lagi berdua seperti ini panggil gue Kakak aja, Ly." Racau Nico sambil memasangkan penutup luka.
Lylia mengamati plester luka di lengannya lalu menghadap Nico.
"Makasih ya, Kak." Ucapnya.
Nico membalas senyuman Lylia sebelum mengembalikan kotak P3K ke tempatnya semula kemudian berjalan beriringan bersama Lylia keluar dari ruangan tersebut.
"Daddy pikir kamu akan membawanya ke rumah sakit." Ucap Dante mendapati bayangan mereka kembali menuju kearahnya.
Dante yang masih sibuk dengan ponselnya, kembali menghadap ke arah minibar dan mendapati Lylia sudah berdiri di hadapannya melanjutkan tugasnya membuat kopi.
"It's okay, Dad. Itu hanya goresan kecil." Balas Nico ikut duduk di samping sang Ayah.
Mereka lalu terlibat pembicaraan Ayah dan Anak. Lylia kemudian menyajikan secangkir kopi dan segelas susu segar ke hadapan Dante dan Nico yang masih terlihat serius dengan pembicaraan mereka.
"Good morning, Darling!" Teriak sang Nyonya rumah dari arah belakang mereka, yang sedang berjalan dengan anggun.
"Morning Mom" Jawab Nico.
Alicia meraih pipi Nico dan menciumnya. Nico segera membersihkan pipinya yang baru saja di cium oleh sang Ibu.
"Stop it Mom! Your Lipstick!" Kesalnya.
Alicia tersenyum lalu melihat Dante yang sama sekali tidak melihatnya dan malah sibuk menyesapi kopinya sambil memperhatikan ponselnya. Alicia acuh.
"Hei, kau! Buatkan segelas wine untukku." Alicia menjentikkan jari sambil menunjuk nunjuk Lylia.
Sadar perintah itu untuknya, Lylia segera berbalik lalu menundukkan kepalanya.
"Maaf Nyonya. Bukannya aku tidak mau tapi aku tidak tau apapun tentang minuman keras. Aku tidak pernah menyentuhnya sama sekali." MaafLylia.
Sontak Dante dan Nico terbelalak menatap Lylia bersamaan, lalu tersenyum simpul diam-diam. Lylia kikuk melihat tatapan mereka. Ayolah, Lylia sudah di umur yang bukan anak remaja lagi. Wajar bagi gadis ibu kota seusianya untuk sekedar mencicipi minuman yang memabukkan itu.
'Ternyata gadis polos itu masih ada.' Pikir mereka.
Tapi tidak dengan Alicia yang menatap rendah gadis itu. Baginya Lylia penuh dengan kepalsuan.
"Lalu gadis sok polos sepertimu ngapain disini? Hah!" Pekiknya.
"Aku baru saja membuatkan Tuan Dante dan Tuan Nico segelas kopi dan susu, Nyonya." Jawabnya.
"Hah? Hanya itu? Apa segitu saja kemampuanmu? Bahkan meracik minuman saja kau tidak tau? Kalau cuman sekedar membuat kopi susu juga semua orang bisa! Lalu apa gunanya kau disini?" Hina Alicia.
"A-aku bisa membuat berbagai macam dessert, Nyonya. Itu kemampuanku." Jawab Lylia pasti.
Alicia menatap Lylia sesaat.
"Buktikan!"
Lylia tertegun.
"Buktikan kalau ayang kau ucapkan itu benar. Aku benci pembohong. Aku beri kau waktu sampai siang nanti!" Tantang Alicia.
"Kalau kau berbohong dan makananmu tidak enak, siap-siap angkat kaki dari sini!" Ancamnya.
Lylia menelan ludah.
"Baik Nyonya, Tuan. Kalau begitu saya permisi dulu." Pamitnya seraya menunduk lalu meninggalkan minibar tersebut.
"Really, Mom?" Pekik Nico tidak suka.
"Tinggalkan Lylia. Beri dia kesempatan. Dia baru kerja di sini." Ucapnya segera beranjak dan meninggalkan orang tuanya.
"Mommy tidak suka liat kamu dekat-dekat, apalagi berteman dengan pembantu Nico!" Jawab Alicia sedikit berteriak lalu merapikan beberapa helai rambut yang menutupi wajah cantiknya.
"Sayang, sebentar lagi kan ulang tahunmu. Apa kau menginginkan sesuatu?" Tanya Alicia dengan nada manjanya berbalik mencoba merangkul lengan Dante.
Dante menepisnya dan melirik tajam ke arah Alicia.
"Jangan coba-coba!" Ancamnya.
"Apapun yang kau tawarkan padaku aku TIDAK tertarik!" Ucap Dante seraya meningalkan Alicia sambil membawa cangkir kopinya kemudian di susul oleh Victor sang serigala di belakangnya.
Alicia melipat kedua tangannya sambil menatap sinis punggung suaminya.
Author POV END
***
Author POV"Baiklah, saya mengerti." Angguk Harley mendengarkan dengan seksama penjelasan dari Lylia."Kamu bisa menggunakan dapur sekarang. Aku akan mencari Kepala Chef untuk mengawasimu." Ucap Harley berjalan meninggalkan Lylia."Terima kasih, Tuan Harley." Balas Lylia dengan matanya yang berbinar lalu segera berlari ke arah gudang penyimpanan untuk mencari bahan dasar pembuatan dessert-nya.Ia benar-benar bersemangat membuktikan bahwa dia tidak seperti dengan apa yang Alicia bayangkan. Ia bukan anak yang selalu dimanja oleh keluarganya meski ia lahir di keluarga yang sangat berkecukupan. Ia merasa mampu dan berhak untuk tinggal di istana ini, demi kelangsungan hidupnya dan membayar hutang kedua orang tuanya. Tak berselang lama Kepala Chef datang dan mulai memperhatikan gerak gerik Lylia dari dekat saat membuat dessert.'Serasa ujian praktek! Jangan gugup. Jangan gugup.'
Author POV"Sugar Baby?" Tanya Dante mengangkat alisnya tidak mengerti."Iya! Sugar Baby? Seorang wanita muda di luar sana yang siap melayanimu setiap kau butuh, tanpa harus berbagi dengan pria lain. Kau hanya perlu membiayai kehidupannya dan dia akan memberikanmu perasaan manis itu! Tanpa adanya rasa cinta dan hanya kontrak saja. Dia akan jadi milikmu seorang! Itu kan yang kau mau?" Jelas Bobby sembari meneguk minuman kerasnya.Dante terdiam kembali. Kepalanya makin pusing mendengar penjelasan sahabatnya. Dia hanya mengangkat bahunya tanda tidak yakin karena dirinya sendiripun masih bimbang dengan keputusannya untuk mengkhianati pernikahannya yang sudah dia pertahankan selama 23 Tahun ini. Tapi jauh di lubuk hatinya, monster ini merasakan kesepian yang sangat mencekik. Tidak pernah sekalipun dia membagi penderitaannya kepada orang lain. Hanya Bobby yang paham dengan apa yang di butuhkan sahabatnya ini."Ya sudah, aku pu
Author POV"Kau gila Dante!" Pekik Bobby setelah mendengar penjelasan dari Dante."Mana aku tau kalau kau berteman akrab dengan Dexter, Bob." Balas santai Dante."Aku mengenal anak itu sejak dia masih SMP, dan sekarang sebentar lagi dia lulus kuliah. Memang benar sesekali aku memanjakan anak manis itu. Tapi aku bahkan tidak tau kalau Dexter membawa lari uangmu." Ucap Bobby.Dante hanya menghisap rokoknya, mereka berdiri tepat di depan pintu utama."Aku saja yang merawatnya bagaimana? Aku sudah memperhatikan pertumbuhannya sejak dulu jadi aku merasa dia seperti keponakanku sendiri. Kalau Dexter bisa membesarkannya seperti anak kandung sendiri, seharusnya aku juga bisa." Racau Bobby."Apa?!" Lirik Dante."Lylia, gadis itu bukan anak kandung Dexter. Dia bahkan tidak memiliki darah keluarga Prozky sama sekali. Tetapi Dexter dan Christine membesarkannya seperti anak kandung mereka sendiri." Jelas Bobby."La
⚠️be wise⚠️ ⚠️the scenes going to be 18+⚠️ Dante POV "Aku mau melihat salah satu kakinya ada di meja kerjaku besok!" Perintahku sembari mematikan telepon. Rasanya geram sekali mendengar salah satu rekan kerjaku berusaha untuk berkhianat. Sama seperti Dexter, Ayah dari gadis yang kupekerjakan di rumah ini. Ingin sekali aku memotong salah satu jari tangannya untuk memperingatkannya agar tidak bermain main dengan kepercayaanku. "Carikan aku info mengenai pengkhianat itu,Victor. Siapa saja keluarganya dan partner bisnisnya yang lain. Pergi!" Titahku. "Baik, Tuan." Victor pergi meninggalkanku sendirian di ruang kerja. Aku kehilangan fokus kerja. Ku bakar sebatang rokok dan mulai memejamkan mata. Rasanya lelah sekali. Tok. Tok. "Hai Dad, aku mau pergi clubbing
Lylia POV'Apa yang barusan itu?' Aku terduduk setelah nafasku kembali normal."Aku baru saja di serang oleh monster!" Jeritku pelan.Aku menyentuh bibirku yang basah.'Seumur umur aku hanya menonton adegan itu di film dan barusan aku merasakannya bersama si monster!' Batinku.Aku menjambak rambutku.'Apa aku akan di bunuh kalau menentangnya? Monster itu kan tidak suka di tentang!' Panikku.'Apa yang harus aku lakukan? Aku harap dia tidak melakukannya lagi! Aku tidak mau di bunuh.' Aku lemas seketika.Aku yang bergidik ngeri tidak ingin terlalu larut dalam ketakutanku, segera kubersihkan kekacauan yang berserakan di lantai marmer akibat ulahku sendiri. Dan berlari kembali ke dapur."Disitu kamu rupanya, Lylia!" Teriak Harley saat melihatku."Ada apa Tuan Harley? Aku baru saja membuat kopi untuk Tuan Dante." Jawabku."Maaf aku terlalu sibuk
Author POV Dante menepuk-nepuk kedua pipi Lylia saat gadis ini mulai kehilangan kesadarannya. Tidak ada respon. Tubuh gadis ini lunglai tidak berdaya. Yang tersisa hanya Dante dan kebingungannya sendiri mendapati dirinya tengah menindih tubuh seorang gadis. 'Apa dia pingsan karena panic attacknya kumat?' Batinnya. Suara deru nafas yang teratur kemudian terdengar dari gadis itu. Lylia tertidur! Wajar saja, semalam suntuk ia mengerjakan pekerjaannya tanpa istirahat seharian. Dia masih belum terbiasa begadang saat jam kerja. 'Hah? Tidur?' Heran Dante. 'Bisa bisanya dia tertidur dalam situasi seperti ini? Apa kasurku begitu nyaman? Atau jangan-jangan dia mencoba memancingku lagi?' Batinnya lalu bergerak mengangkat tubuh Lylia ke posisi yang lebih nyaman di atas kasurnya. Dante bisa mencium dengan jelas wangi shampo dan sabun murah yang Lylia gunakan.
Lylia POVKubuka mataku dengan jantung yang berdegup tidak beraturan. Sepertinya aku tertidur lelap sekali. Tunggu. Ini bukan kamarku."Hah?!" Pekikku seraya terduduk.Aku sangat sadar ini kamar si monster pemilik rumah. Ku dapati bayangannya sedang terduduk di sofa sambil menggenggam sebatang rokok. Ia nampak memijat tulang hidungnya dengan ekspresi yang sedang kesal.'Mati aku!' Tangisku dalam hati."Ma-maafkan aku, Tuan." Ucapku segera mengeluarkan kakiku dari selimut.Tunggu, mana sepatuku? Dan kenapa kancing kerahku terbuka? Apa monster ini membiarkan ku tertidur? Ku dapati sepatuku di bawah kaki kasur. Sang monster tidak mengeluarkan sepatah katapun dari tadi. Ku perbaiki kerah bajuku setelah memakai sepatuku dan berjalan mendekati trolley makanan yang ada di dekatnya."Kemari." Nada baritonnya menghentikan langkahku.Kuturuti perintahnya untuk duduk sesuai dengan ar
Nicholas POV Gadis bergaun putih dengan sepatu berwarna khaki itu tersenyum menyeka poninya ke belakang telinga lalu berpose manis di depanku. Aku tidak berkedip, hanya berpakaian bahkan berdandan sederhana seperti ini saja membuatnya terlihat seperti gadis dewasa pada umumnya. 'kapan dia jadi secantik ini?' Batinku. "Makasih, Kak. Aku suka. Yang ini saja ya." Ucapnya tersenyum. Aku ikut tersenyum lalu berjalan mengarah ke pramuniaga di belakangnya. "Cariin gue pakaian yang lebih modis lagi. Lebih cantik, lengkap dengan aksesoris sepatu dan tasnya. Jangan lupa harus serasi!" Titahku berbisik. Pramuniaga itu menunduk paham lalu meninggalkan kami berdua di ruangan tersebut. "Apa yang kakak bicarakan sama mbaknya tadi?" Tanyanya masih berdiri di tempat yang sama. "Hm? Nothing." Ucapku terduduk lalu menepuk nepuk sofa di sebelahku. Lylia mengikutiku.