“Rini, maafkan ibuku.” Farhan berlutut di hadapan Arini. Dia merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi dalam hidup Arini dan keluarganya.
“Nggak perlu minta maaf. Polisi sudah mengusut semua,” jawab Tio dengan tegas.
“Siapa kamu ikut campur urusan kami?” sergah Farhan dengan arogannya.
“Dia saksi mata, kamu mau apa? Farhan, persahabatan kita dulu hanya angin lalu. Setelah kamu memutuskan untuk melamarku, kita bukan lagi sahabat.” Arini mengocok isi minumannya.
Erik tidak menyerah, dia masih memiliki banyak waktu untuk membujuk Arini. Dia kemudian menghubungi beberapa sutradara film untuk menerima Arini memerankan sebuah karakter dalam film yang mereka garap. Erik ingin bersanding di dalam film yang sedang dalam proses kontrak. Sementara itu dia harus kembali ke Ibukota untuk menyelesaikan beberapa project FTV.Pihak PH akhirnya menyetujui persyaratan yang diberikan oleh Erik. Dia menghubungi Arini agar dia bersedia mengikuti casting di Ibukota.Pagi itu Arini dan Tio sedang membantu Ayah Arini berkemas. Dia dinyatakan boleh pulang dengan syarat harus banyak beristirahat. Ayah Arini menyanggupinya. Namun, ada satu hal yang membuat hatinya bimbang, di mana mereka akan tinggal.Ternyata Tio sudah menyiapkan rumah kontrakan untuk Arini dan keluarganya selagi rumahnya belum direnovasi. Tio membuat hidup Arini lebih ringan. Kedua orang tua A
Salam perpisahan dari Arini pagi ini membuat perasaan Tio gundah. Tidak ada lagi wajah cantik yang menghiasi harinya. Bahkan dia tidak bias menyentuhnya lagi, melihat senyumnya. Tio sadar, dia harus membuat Arini bersinar. Dia tidak boleh membuat kesempatan yang diberikan itu hilang begitu saja.Arini kembali ke dunia yang sudah ditinggalkannya hamper setahun. Meskipun dia tidak pernah bekerja di depan layar. Namun, di belakang dia sudah membantu kelancaran karir Erik yang cemerlang.Kini dia akan berjuang demi karirnya sendiri. Dia berharap dia masih diberi kesempatan untuk bersinar kembali.Setelah beberapa jam di perjalanan, akhirnya Arini sampai di Ibukota. Banyak artis terkenal yang membintangi film ini. Arini diminta sebagai penjaga warung depan sekolah.Erik berperan sebagai CEO muda yang sukses, mencintai seorang mahasiswi jurusan Teknik. Pada awalnya Arini sangat antusias denga
Tamparan keras dari Susan untuk Arini membuat gadis itu tidak kuasa. Tangis Arini semakin menjadi. Dia tertawa lantang sambal berurai air mata.“Hahahaha, Susan, kamu benar-benar tega! Aku bahkan tidak punya masa depan saat ini Susan. Apa belum puas kamu buat aku hancur?” balas Arini. Kakinya lemah dan gontai. Dia tidak kuasa menahan bobot tubuhnya sendiri.Pada saat dia akan terjatuh ke belakang, Tio dengan sigap menyangga tubuh Arini. Tentu saja, mata Arini langsung terbelalak sempurna. Mengapa lelaki ini ada di sini sedangkan dia berkata tidak bisa datang.“Kamu nggak apa-apa kan?” Tio mengkhawatirkan gadis itu.Arini berkedip beberapa kali. Mengapa lelaki ini datang di saat dia memang benar-benar membutuhkan pahlawan.Ada beberapa wartawan yang melihat kejadian itu. Saat Erik hendak memeluk Arini, dan saat Susan menampar Arini dengan kenc
Arini melihat tingkah Tio sangat aneh. Dia seperti memastikan lokasi aman atau tidak. Apakah Tio mengonsumsi obat terlarang?Arini tidak banyak bicara, dia hanya bisa memendam kecurigaannya. Mungkin saja Tio meminum obat tertentu dan tak ingin gadis itu ketahui. Arini tiba di tempat duduk terlebih dahulu. Dia menunggu Tio datang menghampirinya.Wajah Tio memang sedikit pucat, Arini mengkhawatirkan kondisinya. Arini tidak pernah melihat wajah Tio sepucat itu dengan keringat di dahinya.“Tio,” panggil Arini dengan lembut.“Apa?” jawab lembut.“Apa kamu baik-baik saja?” Arini menggenggam jemari Tio, mengusapnya dengan perlahan.“Tidak, aku tidak apa-apa. Kamu tidak usah mengkhawatirkan aku.” Tio membelai wajah Arini.Arini menjadi merasa bersalah, dan kenapa dia bisa
Setelah beberapa hari, Tio akhirnya diizinkan pulang dari rumah sakit. Ayah Arini yang tahu kondisi Tio sakit, lekas mengajak istrinya untuk menjenguk Tio. Mereka membawakan beberapa makanan untuk Tio dan juga putrinya.Jasa Tio pada keluarga Arini benar-benar tidak terhitung. Apalagi saat mereka hendak menjenguk Tio, ternyata mereka melihat rumahnya sedang diperbaiki. Usut punya usut, Tio memperkerjakan tukang untuk memperbaiki rumah Arini.Bapak dan Ibu Arini seketika menangis saat bertemu dengan Tio. Sungguh, bagaimana mereka bisa membalas jasa Tio. Arini pun sama terharunya, Kebaikan Tio melebihi dari sekedar tetangga saja.“Nak Tio, terima kasih. Nak Tio membantu kami sampai membangun rumah pun kamu yang tangani. Bapak janji akan membayar seluruh biayanya walaupun dengan jalan mencicilnya,” ucap Ayah Arini.“Pak Joni tidak usah sungkan
“Aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Tio sambil menggenggam jemari Arini. Dia berhenti menyandarkan kepalanya di bahu Arini. Tubuhnya dia tegakkan lalu menatap wajah gadis itu lebih dekat lagi.Hati siapa yang tidak berdebar, ketika ada sosok lelaki tampan yang disukainya menatap dengan tatapan meneduhkan. “Apa?” jawab Arini sambil memegang dadanya. Dia tidak bisa mengendalikan diri, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya.Mata mereka saling berpandangan satu sama lain. Sesekali Arini menelan salivanya. Tangannya berkeringat dingin. Tentu saja hal ini pun dirasakan pula oleh Tio. Mereka berdua berpaju dengan detak jantungnya masing-masing.Bagi Tio, memandangi wajah Arini tidak membuatnya bosan. Untuk mengedipkan mata sekali saja pun rasanya sangat sulit. Dia mengagumi wajah ini dengan sangat. Arini, gadis pertama yang menjadi cinta pertama Tio. Tidak pernah
Pertanyaan yang seharusnya tidak pernah terlontarkan dari bibir Arini, kini sudah ke luar begitu saja. Tio bergeming. Apa yang dia ucapkan bisa saja merusak hubungannya saat ini dengan Arini.“Arin, kenapa kamu tanyakan hal seperti itu?” tanya Tio. Genggaman tangannya begitu erat.Arini merasakan kegugupan dari lelaki itu. Bagi Arini, sikap Tio kepada dirinya selalu membuatnya salah paham.“Tio, tolong jawab saja,” desak Arini.“Aku menyukaimu,” jawab Tio. Dia tidak mungkin membohongi perasaannya sendiri. Dia sangat menyukai gadis ini. Namun, apa daya dia tidak bisa mengutarakannya.“lalu?” Arini menginginkan jawaban yang lebih dari itu. Dia ingin tahu apa nasib hubungannya bagaimana.“Rin.” Tio membelai wajah Arini dengan lembut. Suhu tubuhnya lebih panas dari biasanya. T
Keesokan harinya, Arini kembali menjenguk Tio. Orang tua Arini tidak melarangnya, mereka justru meminta Arini untuk terus merawat Tio sampai pulih. Hari ini Arini membawa kue buatan ibunya untuk Tio.Pada saat mengetuk pintu rumahnya, Cintami sedang berada di garasi hendak pergi ke klinik karena sudah berpakaian dinas. Arini menyapa Cintami dengan ramah seperti biasa. ALangkah terkejutnya dia saat melihat ada air mata di sudut mata wanita anggun itu.“Pagi Bu Cintami,” sapa Arini sambil membungkukkan sedikit tubuhnya.“Arini, sudah berapa kali Mami bilang jangan panggil Ibu. Panggil Mami ya,” ucap Cintami sambil mengusap rambut Arini.“Oh iya, maaf Mi.” Arini menunduk malu. “Mami mau berangkat kerja?” tanyanya sedikit canggung.“Iya, Sayang.” Cintami menaruh tasnya di dalam mobil.&ldqu