Nasi Berkat 3
Amben berukuran 2x1 meter di bawah pohon rambutan, jadi tempat favorit Pak Kasno untuk membuat besek bambu. Karena penyakitnya tak memperbolehkan terlalu capek, hanya dengan cara ini lah beliau mendapatkan uang untuk menafkahi keluarganya.Keahliannya didapat turun temurun dari orangtuanya yang telah lama meninggal. Terkadang kalau ada pelepah kelapa yang tua, Pak Kasno membuat sapu lidi. Sedangkan blarak kelapa atau daun kelapa yang kering, digunakan untuk tambahan kayu bakar.Mak Siti menghampiri suaminya, dengan tangan kanan memegang teko berisi teh, dan tangan kiri memegang piring berisi cemilan. Terlihat asap masih mengepul di atas piring, pertanda makanan itu baru saja matang. Dari baunya saja sudah bisa ditebak, pasti enak, walau dibuat dari bahan sederhana."Pak, tehnya!" ucapak Siti sambil meletakkan teko dan piring di samping kanan suaminya."Trimakasih Mak, wahhh kayaknya enak nih rolade anget-anget," jawab Pak Kasno."Maaf ya Pak, hanya teh tawar, gula habis," Mak Siti berkata sedikit berbisik.Pak Kasno hanya tergelak mendengar ucapan istrinya. Baginya bisa makan, dan gak kelaparan saja udah alhamdulillah."Cemilanya juga cuma rolade daun singkong. Makan pake gulai daun singkong, cemilanya juga rolade daun singkong. Hari ini judulnya daun singkong." Suami istri itu pun tergelak bersama. Walau dalam keterbatasan, mereka masih bisa tersenyum karena rasa syukur yang mereka tanamkan di hati.Membuat besek bambu, ditemani teh tawar dan rolade daun singkong. Cemilan sederhana tapi rasa luar biasa, karna dibuat dengan penuh cinta dan syukur. Daun singkong yang direbus, tidak semua dimasak gulai. Mak Siti menyisihkan sebagian, dibumbui bawang putih dan garam, dicampur tahu putih sedikit lalu dibetuk bulat-bulat sebelum dicelup tepung untuk digoreng.****Menjelang tengah hari, Erna pulang sekolah. Tak biasanya dia menenteng plastik kresek hitam."Assalamualaikum, Mak, Pak.""Wallaikumsalam," Pak Kasno dan Mak Siti menjawab bersamaan.Erna mencium tangan kedua orangtuanya secara bergantian dengan takzim."Ganti baju dulu Nduk, trus makan! Mak masak gulai daun singkong.""Wahhh enak banget!" Mata Erna berbinar mendengar ucapan emaknya. Lalu pamit masuk rumah.Pak Kasno dan Mak Siti saling pandang, lalu keduanya tersenyum."Bersyukurnya kita punya Erna ya Mak, apa pun yang dimasak Emak tak pernah protes," terang Pak Kasno.Mak Siti tersenyum, menoleh kearah suaminya lalu mengangguk.****Selesai makan siang, dan membereskan bekas makannya, Erna menghampiri kedua orangtuanya."Nduk, tadi bawa kresek apaan?" Mak Siti bertanya karna penasaran sedari tadi."Ochh, itu, plastik kiloan mak," jawab Erna.Erna melihat isi piring disamping bapaknya. Lalu mencomot rolade satu. Sebelum memakannya, dia mengernyitkan dahi."Eehh, sepertinya hari ini serba daun singkong." Setelah berucap demikian, dia langsung melahap rolade itu.Tak berselang lama, mereka bertiga pun tertawa bersama. "Alhamdulillah," ucap ketiganya bersamaan."Jadi,Mak. Erna punya rencana mau jualan krupuk gendar. Boleh gak Pak, Mak?" tanya Erna."Loh, buat apaan to, Nduk? Nanti kalo kamu jualan, apa ndak ganggu belajarnya?" Mak siti sedikit terkejut dengan permintaan putrinya itu."Erna nitip kantin Mak, pulang sekolah baru diambil. Aku liat krupuk gendar Mak banyak banget, kalo cuma buat makan bertiga rasanya setaun juga masih sisa banyak. Hampir tiap hari bikin karna ada aja tetangga yang ngasih nasi sisa, tapi yang digoreng cuma sedikit. Lama-lama jadi numpuk," terang Erna."Uangnya lumayan lho Mak, bisa buat tambah-tambah, krupuk gendar emak kan enak banget. Pasti laku deh." Erna berusaha meyakinkan orangtuanya."Kenapa tiba-tiba pengen jualan, Nduk?" Pak Kasno bertanya.Saat itulah Erna menceritakan bahwa dirinya butuh uang untuk membeli buku. Seragam sekolahnya juga sudah dijahit sana sini karna robek. Karna tidak mau merepotkan dan menambah beban pikiran orang tuanya, akhirnya Erna mencari cara agar dapat uang. Melihat kantin yang selalu ramai, seketika dia teringat krupuk gendar buatan emak. Lalu mencoba bertanya kepada ibu kantin, boleh nitip dagangan dikantin gak. Ternyata ibu kantin menyambut baik niat Erna."Gitu ceritanya, Pak, Mak," ujar Erna mengakhiri ceritanya."Maafkan bapak dan Mak mu ya, Nduk. Belum bisa memenuhi kebutuhan kamu," Pak Kasno berucap sambil menyeka air mata yang menetes begitu saja.Erna tersenyum, lalu meraih tangan bapaknya. "Aku ikhlas Pak, semoga suatu saat, Erna bisa membahagiakan Bapak sama Mak. Bisa hidup enak, tanpa kekurangan lagi.""Aaminn, kami selalu berdoa untukmu, Nak!" ucap Mak Siti."Oke, kalo gitu, jangan sedih-sedih lagi. Mari kita susun rencana untuk dagang. Semangat!" ucap Mak Siti lantang.Keluarga kecil itu pun tergelak bersama. Hidup dalam kekurangan dan keterbatasan, tak membuat kebahagiaan juga terbatas."Mak juga punya ide, buat krupuk gendar!" Kata mak Siti."Apa itu mak?" tanya Erna penasaran."Pokoknya, ada, lihat aja nanti ya!" jawab Mak Siti.NASI BERKAT 45"Apa ada yang berkata buruk sama kamu?" tanya Pak Kasno menatap lekat wajah istrinya.Mak Siti tersenyum menatap wajah suaminya. Menyembunyikan lara hati yang masih basah. "Nggak ada, Pak. Ayo, makan! Mak udah lapar. Setelah salat harus kesana lagi."Mak Siti memilih menutup topik pembicaraan agar tak merembet kemana-mana. Ia menyendok nasi untuk dirinya sendiri karena Erna dan suaminya sudah lebih dulu makan sebelum ia pulang, tapi belum selesai.Usai salat dhuhur, Mak Siti segera ke rumah Bu Jaya kembali. Takut jika kelamaan jadi bahan gunjingan lagi. Serba salah jadi orang miskin, tapi Mak Siti tidak mau menyalahkan takdir, juga tidak mau meratapi nasibnya karena itu hanya akan membuat dirinya terpuruk."Kamu nggak ikut, Nduk?" tanya Pak Kasno saat Erna menatap kepergian Emaknya dari teras rumah."Enggak, ahh. Udah gede, malu. Mending di rumah bantuin Bapak," jawab Erna sambil mengayunkan kakinya masuk ke rumah.
NASI BERKAT 44Sinar matahari yang menerobos celah genteng membuat Mak Siti mengerjapkan mata. Perlahan ia membuka kelopak matanya. Ia merasakan badannya lebih ringan. Pundaknya pun tidak sepegal tadi.Dengan perlahan Mak Siti duduk, lalu beringsut menurunkan kedua kakinya. Duduk di tepian ranjang dengan kaki menggantung. Dua tangannya membenahi rambut yang sedikit berantakan.Pandangannya beralih pada jam tua di dinding. Sedikit terkejut karena rupanya ia tertidur cukup lama. Suaminya bilang akan membangunkannya sebelum azan dhuhur, tapi sekarang sudah jam satu.Saat hendak memakai sendal, samar suara gelak tawa terdengar. Mak Siti mengerutkan kening."Kayak suaranya Erna," gumam lirih Mak Siti.Mak Siti melangkahkan kakinya ke depan. Penasaran dengan suara riuh yang dia dengar. Dari ambang pintu dia melihat suaminya, Erna, juga Tejo sedang asik menata irisan gendar di rigen.Dua sudut bibirnya melengkung, menerbitkan s
NASI BERKAT 43Mungkin orang menganggap Tejo bodoh, tapi sebenarnya tidak. Dia ingin seperti anak-anak yang lain, tapi seringnya dibuli membuat Tejo seperti berontak.Dan anehnya, Tejo sangat peka. Dia tau mana orang yang tulus dan yang tidak. Itu sebabnya dia tidak pernah berbuat usil dengan keluarga Pak Kasno. Kenakalannya dianggap hal lumrah. Dan sepasang suami istri itu akan mengingatkan dengan sabar setiap kesalahan Tejo.Dalam pelajaran mungkin Tejo payah. Namun dia sangat pintar menggambar. Hanya dengan mendengar suaranya saja, Tejo bisa menggambar burung sesuai imajinasinya, dengan sangat detail. Ketrampilan inilah yang harusnya diasah. Lagi-lagi keterbatasan dana membuat bakatnya terpendam. Terlebih kemampuan yang dia miliki dianggap sepele dan tidak penting bagi sebagian orang. Tidak ada yang mengarahkan. Mbah Ratni hanya sekedar merawat. Perempuan sepuh itu mana mengerti akan hal seperti itu."Kamu ngapain di situ, Tajo?" tanya Pak Kasno menatap Tejo yang bengong di tengah
NASI BERKAT 42"Mak sakit?" Pak Kasno mengulurkan tangannya, menyentuh dahi istrinya. Tidak panas, tapi wajahnya sedikit pucat dan sayu. Terlihat jelas raut wajah cemas Pak Kasno.Mak Siti tersenyum, lalu menggeleng pelan untuk meyakinkan suaminya, bahwa ia baik-baik saja. "Mak gak apa-apa, Pak. Cuma sedikit capek. Badan kok tiba-tiba lemes banget abis numpuk gendar. Badan pegel, sakit semua. Rebahan sebentar nanti juga sembuh."Tiba-tiba mata Pak Kasno berkabut. Dengan cepat ia mengusap kasar matanya. Entah kenapa tiba-tiba takut kehilangan istrinya."Pak ... kenapa?" tanya Mak Siti lirih memegang lengan sang suami.Pak Kasno terkesiap, lalu menggeleng pelan. Berusaha mengubur pikiran buruknya."Bapak takut, Mak ninggalin bapak.""Astagfirullah. Gak boleh ngomong gitu, Pak" tegur Mak Siti pelan."Bukannya Bapak selalu mengingatkan, kalau kita akan kedatangan tamu yang tidak bisa dicegah kedatangannya. Rezeki, m
NASI BERKAT 41"Mak Siti mau ke mana?" tanya Tejo yang baru keluar dari kamarnya.Mak Siti yang hampir sampai pintu pun menghentikan langkah lalu menoleh ke belakang lagi. Menatap Tejo yang kini sudah berpakaian lengkap dengan bau parfum yang sangat menyengat."Mak mau pulang, Tejo. Masih banyak kerjaan. Kasian Pak Kasno sendirian di rumah," jawab Mak Siti sembari menatap Tejo.Mbah Ratni berjalan pelan dari belakang. Setelah sampai di samping cucunya, ia langsung menepuk pundak Tejo."Kalau pakai parfum itu kira-kira. Jangan sebotol habis sekali pakai!" ujar Mbah Ratni menahan kesal, lalu menghela napas kasar.Mak Siti menahan tawa melihat Tejo cemberut karena dimarahi Mbah Ratni."Kan biar wangi, Mbah," protes Tejo sambil mengendus bajunya."Bukan wangi, tapi mual yang cium bau kamu," sungut Mbah Ratni.Mak Siti akhirnya mendekati mereka. "Parfumnya mana? Mak mau lihat, boleh?"Tejo langsung
NASI BERKAT 40"Mak, sarapan dulu!" tegur Pak Kasno saat melihat istrinya masih membereskan abu sisa kayu bakar."Jangan terlalu diforsir tenaganya. Dari sebelum subuh belum istirahat, lho." Pak Kasno melanjutkan ucapannya seraya menatap lekat istrinya.Mak Siti menoleh tersenyum. "Iya, Pak. Biar mak cuci tangan dulu." Mak Siti lalu menepuk-nepuk tangannya untuk menghilangkan debu yang menempel lalu gegas ke kamar mandi mencuci tangan.Suami dan putrinya sudah menyuap sarapan saat Mak Siti menghampiri amben. Ia menarik dingklik dan duduk di sana, sedang suami dan putrinya duduk di atas amben.Pak Kasno menaruh piringnya, lalu mengambil piring kosong dan menyendokkan nasi untuk sang istri. Menambahkan tempe goreng dan urap di atasnya."Ish, kenapa jadi Bapak yang layani mak, sih," cetus Mak Siti tak enak hati.Pak Kasno tersenyum menyodorkan piring ke istrinya. "Sesekali nggak apa. Perempuan yang sudah pontang panting dar