Share

Kenyataan yang Mengharukan

"Ibumu tidak membuangmu, Nay. Tapi menitipkan pada kami. Dia lah yang meminta kami untuk merahasiakan ini. Kata ibumu, bila kau terus bersamanya, kalian berdua dalam bahaya," ucap Bu Mien membuka sedikit tentang ibu Nay.

"Tutup matamu, Nay. Aku akan membawamu ke masa di mana kau diantar ibumu ke tempat ini. Atur perasaanmu, Nay. Konsentrasi." Nyi Asrita lalu meletakkan tangannya di dahi Nay.

Nay dan Nyi Asrita terbawa melayang melewati lorong gelap. Samar-samar terlihat cahaya di kejauhan. Nay merasa tak sabar. Dia ingin cepat sampai di tempat cahaya itu berasal. Dia meyakini di sanalah tujuan akhir mereka.

"Lihat cahaya itu, Nay. Kita akan tiba di sana sebentar lagi." Nyi Asrita menggenggam tangan Nay. Dia mencoba menenangkan perasaan anak asuhnya itu yang terlihat mulai menangis. 

"Iya, Nyi," jawab Nay dengan suara tertahan.

Perasaan Nay semakin bergejolak ketika mereka tiba di tempat asal cahaya yang mereka lihat tadi. Ada Bu Mien dan seorang perempuan berambut panjang kusut masai. Matanya bening bulat dan kulitnya kuning langsat. Nay seperti sedang melihat dirinya.

"Itu ibumu, Nay. Sangat mirip denganmu bukan?" Nyi Asrita menoleh pada Nay yang tergugu kelu. "Dengarkan baik-baik perbincangan ibumu dengan kami. Kau akan tahu siapa dirimu sebenarnya."

                              ***

Perempuan bernama Ratri tengah malam datang menemui Bu Mien. Dia membawa seorang bayi yang dibalut kain batik. Wajahnya terlihat pucat dengan keringat yang membasahi dahi.

"Ada apa, Ratri?" tanya Bu Mein melihat Ratri berjalan tergopoh-gopoh saat dia hendak menutup pintu. 

"Maaf, Mien. Malam-malam begini aku datang. Aku ingin menitipkan anakku di sini. Seseorang sangat menginginkannya," jawab Ratri dengan suara bergetar. 

"Duduklah dulu. Tenanglah." Bu Mien menggeser kursi ke arah Ratri. "Siapa yang menginginkan anakmu, Ratri? Ayah dari anakmu kah?” 

"Aku tidak bisa memberi tahumu Mien. Setelah anak ini berusia tiga puluh tahun dia akan menemuinya. Aku membawa Nyi Asrita bersamaku dan buku ini." Seorang perempuan berkebaya tiba-tiba muncul di samping Ratri. "Dia yang akan mengajarkan semuanya. Aku hanya bisa menutup penglihatan laki-laki itu hingga anak ini berusia tiga puluh tahun. Masih ada waktu untuk mengajarkannya banyak hal. Dia memiliki kemampuan seperti aku. Kelak kemampuan yang dia miliki bisa menyelamatkan dirinya dan orang lain."

"Baiklah. Aku akan merawat anakmu semampuku."

Ratri memberikan bayi perempuan itu pada Bu Mien. Tangannya gemetar. Entah dia sedang ketakutan atau karena udara malam yang dingin menusuk tulang. 

"Aku pergi Mien. Aku memberinya nama Nayara. Tolong jaga dia baik-baik. Hanya Tuhan saja yang akan membalas semua kebaikanmu, Mien. Aku pamit."

Ratri beranjak dari kursi lalu mencium anaknya yang sudah berada di tangan Bu Mien. "Maafkan ibu, Nak. Inilah yang terpaksa Ibu lakukan untuk kebaikanmu." Air mata Ratri mengalir pelan. Dipandanginya putri kecilnya sebentar lalu pergi tergesa begitu saja. 

Bu Mien dan Nyi Asrita saling berpandangan.

"Ratri tidak mengatakan apa-apa. Sudah setahun dia meninggalkan rumah. Dia sangat terpukul dengan kematian kedua orang tuanya. Tak kusangka dia datang membawa bayi perempuan ini," ujar Nyi Asrita. 

"Bukankah kau bisa membaca pikirannya, Nyi?" Ratri menutupnya. Aku tidak bisa melihat apa-apa. Bahkan ayah anak inipun tidak bisa kulihat. Penglihatanku hitam, Mien."

"Sepertinya anak ini sendiri yang akan menemukan siapa dia sebenarnya. Sebaiknya sekarang kita cepat masuk. Siapa tahu ada orang yang membuntuti Ratri sampai ke sini."

"Iya, Mien."

Bu Mien mengambil buku yang diletakkan oleh Ratri di meja sambil menggendong bayi mungil yang masih terlelap. Mereka bergegas masuk, lalu Nyi Asrita menutup rapat pintu tanpa menyentuhnya sedikit pun. 

                              ***

Sesegukan Nay memeluk Bu Mein. Tak disangka akhirnya dia bisa melihat seperti apa wajah ibunya. Ibu yang selama ini dibenci juga dirindukannya. 

"Menurut kabar, ibumu telah dibunuh. Tapi jasadnya tidak pernah ditemukan. Berulang kali aku mencoba terhubung tapi seseorang seperti sengaja mengurung sukma ibumu. Kau lah yang harus mencari tahu di mana ibumu sekaligus siapa orang yang ibumu sebutkan itu," terang Nyi Arsita.

"Orang yang ibumu maksudkan bisa saja memiliki kekuatan luar biasa, Nay. Kalau dia sampai menemukanmu, mungkin dia bukan lawan yang sepadan," sambung Bu Mien. 

"Kami menyimpan buku catatan ibumu. Semua hal yang ada di buku itu sudah kuajarkan. Kau bacalah, mungkin ada sesuatu yang terlewatkan olehku," ucap Nyi Asrita.

"Kami tidak bisa menemukan ibumu dengan cara yang biasa kita lakukan. Kau harus menggunakan cara lain," lanjut Bu Mien.

"Apa Nay bisa, Bu?”

"Yakinlah, Nay bisa," jawab Bu Mien menyemangati.

Dipeluknya kembali Bu Mien. Nay menumpahkan semua perasaannya pada perempuan yang selalu ada untuknya selama ini. Entah dia harus memulai semuanya dari mana. Kejadian ini di luar dugaannya.

                               ***

Nay kembali ke apartemen selepas maghrib. Satu orang yang dipikirkannya saat ini, Rey. Orang yang paling mungkin bisa dimintai bantuan. Mengingat pekerjaan Rey yang sudah biasa bersinggungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kriminal. Malam ini juga dia harus bertemu dengannya.

Setelah menaruh motornya di basement, Nay berpapasan dengan Mas Herjan, petugas kebersihan yang biasa bekerja hingga sore hari saja. Tapi kali ini hampir jam delapan malam Mas Herjan masih mengambil sampah dari tong sampah tak jauh dari area parkir. 

"Mbak Nay, baru pulang?" tanya Mas Herjan pada Nay yang lewat di depannya. 

"Iya, Mas. Sudah gelap begini kok masih bersih-bersih?" tanya Nay menyelidik.

"Pekerjaan saya belum selesai, Mbak," jawabnya singkat.

"Oh gitu. Diteruskan deh. Saya ke atas dulu, ya."

"Iya, Mbak." lagi-lagi dia hanya berucap singkat.

"Tumben Mas Herjan masih bekerja." Nay bergumam. Sepertinya ada sesuatu yang tidak biasa. Penasaran, Nay lalu menoleh. Bersamaan, Mas Herjan pun menyeringai padanya.

Kepalanya setengah hancur. Mata kirinya keluar. Darah menetes memerahkan baju kerjanya. Benar saja dugaan Nay. Itu arwah Mas Herjan.

"Dia mati terlindas truk tadi sore," ujar Sri yang tiba-tiba muncul dari lorong tangga menuju ke lantai atas. 

"Kaget aku, Sri! Kebiasaan!" Nay mendelik pada Sri yang sudah berdiri melayang di salah satu anak tangga. Sri tertawa melengking lalu melayang menuju lantai berikutnya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status