Share

NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN
NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN
Author: Putri Barata

Part 1. Kabar Perjodohan

Menerima sebuah kenyataan yang tak pernah terbayang sangatlah terasa pahit.

***

"Kamu akan menikah, Nak." Baru dua langkah aku berjalan mengangkat tas hitam dan juga nilai-nilai semester satu yang ada ditangan kananku menuju ke kamar terpaksa terhenti ketika mendengar kalimat seorang pria. Ada kata yang menarikku sehingga aku tidak melanjutkan masuk ke kamar. Menikah.

Tas hitam yang tadi kuangkat kini aku letakkan kembali. Masih berusaha mencerna perkataannya. Apa ini lelucuan semata? "Ma-maksud Bapak apa?" Yah dia orang yang kupanggil Bapak. Kami tinggal di desa kecil di mana para anak-anak memanggil orang tuanya ibu-bapak ataupun emak-pakle.

"Bapak sudah memutuskan bahwa kamu akan segera menikah. Bapak sudah menjodohkan kamu," ucap Bapak lalu berdiri dari duduk kemudian mendekatiku. Ada pula Ibu hanya terdiam saja menatapku bergantian dengan Bapak.

"Hena tidak salah dengar, 'kan? Ini hanya lelucuan 'kan, Pak. Hena masih sekolah," ujarku menatap Bapak yang mulai menarik aku duduk. Dengan polos aku mengikut dan duduk disebelah Ibu. Wanita itu langsung saja mengelus pundak seakan memberi energi untuk aku menerima sebuah kabar terbaru yang akan mengguncang diri ini.

"Bu, apa yang dikatakan Bapak itu benar?" tanyaku langsung saja diangguki Ibu. Mengeluarkan suarapun rasanya enggan. Mungkin Ibu belum siap mengatakan sesuatu padaku.

"Jadi begini Hena ... Bapak dan Ibu sudah memutuskan melakukan perjodohan dengan anak teman Bapak dari kota," kata Bapak. Langsung saja aku membulatkan mata kaget dengan kalimat yang Bapak katakan tadi. Hal yang tak pernah aku ingin dengar diusiaku sekarang.

"Hena masih sekolah, Pak. Hena masih kelas 3 SMK. Bahkan luluspun belum. Umur Hena masih 18 tahun juga. Apa ini tidak terlalu cepat?" ucapku masih sadar jika sedang berbicara dengan orang tua untuk tidak meninggikan suara meski aku mau itu. Siapa yang tidak terkejut saat baru pulang diberi tahu kabar perjodohan?

"Lalu kenapa jika umur kamu 18 tahun, Nak? Itu udah cukup buat nikah. Bahkan Ibu sendiri juga menikah tepat diumur 18 tahun dan semua baik-baik saja."

"Ta-tapi, Bu, itu dulu, jangan samakan dengan sekarang." Bahkan ulang tahunku baru 1 bulan yang lalu.

"Apa salahnya? Kamu tidak lihat anak mbak Halinu sudah menikah diumurnya seperti kamu," sahut Bapak membawa nama tetangga kami. Benar katanya, anak dari mba Halinu menikah 2 bulan lalu dan terpaksa berhenti sekolah.

"Rhena, kita udah putuskan ini baik-baik dan akan menjadi yang terbaik buat kamu," ucap Ibu meyakinkanku. Menutup mata sejenak lalu mengangguk.

"Hena masih ingin sekolah, nyelesain sekolah tinggal 1 semester. Hena punya mimpi pengen jadi Fashion Designer."

"Buat apa sekolah jauh-jauh Hena! Keluarin banyak uang dan ujung-ujungnya anak perempuan seperti kamu akan ngurus keluarga dan anak-anak kamu nanti!" tegas Bapak di mana dia menekan setiap katanya barusan.

Aku termenung mendengar ucapan Bapak. Tak menduga pikiran Bapakku akan sesempit ini. Demi cita-cita aku harus tinggal di rumah salah satu keluarga ibu di kota. Masuk ke sekolah SMK dengan mengambil jurusan Tata Busana. Aku ingin sekali menjadi Fashion Designer di mana aku sangat hobi menggambar dan mendesain satu rancangan baju meskipun belum sempurna.

Jika kalian bertanya kenapa aku harus ke kota buat sekolah? Karena desa kami belum didirikan sekolah SMA ataupun SMK, di sini hanya sampai tingkat SMP saja. Jika ingin lanjut sekolah setelah itu harus merantau ke kota. Mengingat jarak desa ke kota butuh waktu 8-9 jam perjalanan. Jika macet bisa menempuh selama 9-10 jam baru bisa sampai.

Selama sekolah aku tinggal di salah satu keluarga dari ibu. Karena aku sudah menumpang di rumah keluarga selama 1 semester akhirnya libur dan berniat menghabiskan liburan di desa tempatku lahir. Desa yang memiliki banyak beribu kenangan dan kebahagiaan tersendiri.

Aku akan membantu ibu ke pasar menjual sayur yang kami tanam di samping rumah. Membawakan makanan bapak siang hari ketika berada di sawah. Tapi, yang aku bayangkan sedikit berbeda. Aku pulang dihadapkan dengan kabar perjodohan.

Kertas nilai satu semester yang tadi aku perlihat ke bapak dan ibu sewaktu baru datang tadi langsung kukepal erat-erat sudah tak berguna lagi. Apa gunanya perjuanganku sejauh ini? Bahkan aku tidak pernah mempermasalahkan uang jajan selama ke sekolah dengan membawa lima ribu saja bahkan biasa tidak ada.

Siang hari aku pulang langsung membantu tante dengan membawa pesanan orang yang memesan jilbab online. Yah, tante membuka usaha dengan menjual berbagai macam jilbab. Meski usaha itu terbilang masih kecil. Tetapi ada yang membeli 1-4 orang tiap hari. Dan malam hari, aku akan berkutat dengan buku pelajaran juga mencoba mendesain-desain.

Yang dikatakan bapak benar menyakitiku sampai aku tidak dapat menjawabnya. Memang benar aku harus membayar SPP selama sekolah kemarin tapi bukan berarti karena itu aku harus dijodohkan bukan?

"Sudah menjadi keputusan. Kamu terima ataupun tidak terima akan terjadi juga. Orang itu akan datang dua hari lagi buat ngelamar kamu."

Deg!

Apa semuanya secepat ini? Dan aku harus melakukan apa? Apa harus lari dan pergi ke kota? Tapi, bagaimana dengan ibu bapak juga? Lalu bagaimana dengan kedua adikku nanti? Tidak mungkin aku melarikan diri. Itu bukan contoh yang baik sebagai seorang kakak. Aku harap ini hanya terjadi padaku bukan kepada kedua adik perempuanku nanti.

Yah, aku memiliki 2 adik perempuan. Lika yang masih duduk di bangku SMP dan masih berada di kelas 2. Sedangkan Seni masih duduk dikelas 5 SD. Aku tersenyum kecut mengingat mereka berdua. Ah, mungkin mereka berdua tengah bermain mengingat sekarang hari minggu.

"Baiklah, Hena akan mengikut saja apa keputusan Ibu dan Bapak." Setelah kalimat yang sama sekali tidak ingin aku keluarkan namun juga berhasil keluar membuat Bapak dan Ibu tersenyum. Aku hanya mengabaikan dan berdiri dari kursi rotan ini. Kursi tua nan mulai lapuk menghiasi ruang tamu sepetak kami.

Aku kembali mengangkat tasku sempat terabaikan tak jauh dari depan pintu kamar. Segera masuk ke dalam sana. Mataku tertuju ke benda bergambar sudah terbingkai. "Semoga kalian berdua selalu sehat dan selalu bahagia." Tanpa sengaja setetes air mata turun dari kelopak mataku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status