"Loh, baju gue mana? Kenapa nggak dipake?" tanya Kahfi saat melihat Sitta keluar dari kamar mandi mengenakan kebaya pengantinnya yang bahkan belum dia pasang resletingnya.Itulah sebabnya, Sitta terus berdiri menghadap Kahfi karena tak mau Kahfi melihat punggungnya yang terbuka.Mau meminta tolong untuk memasangkan resleting kebayanya pada Kahfi, rasanya tidak mungkin, karena itu sama saja dia menceburkan diri ke dalam jurang."Males banget pake kemeja bekas lo, bau keringet gitu! Idih!" Seru Sitta dengan wajah judesnya."Enak aja keringet gue bau, keringet gue wangi tau!" Balas Kahfi tak terima.Setelah mondar-mandir mencari keberadaan tas ransel miliknya yang ternyata memang tak ada di kamar itu, Sitta jadi kesal sendiri."Lo ngapain sih? Aneh banget, biasa aja jalannya, pake nutupin punggung begitu? Emang punggung lo kenapa? Korengan?"Sitta tak menyahut.Ada baiknya dia mengambil posisi aman di tempat tidur dan merebahkan diri di sana mengingat pakaiannya yang tak normal saat ini.
"Heh, bangun! Bangun, Sitta!" Kahfi mengguncang bahu Sitta agar gadis itu terbangun dari tidur.Hari sudah pagi dan Kahfi sudah rapi dengan setelan casual nya. Bahkan, Kahfi sudah sarapan duluan karena perutnya yang memang sangat lapar ketika terbangun dari tidur tadi.Menggeliat di tempat tidur, Sitta berusaha mengumpulkan nyawa seraya mengucek kedua matanya yang begitu berat untuk terbuka.Sampai akhirnya, ketika otak Sitta mulai sinkron kembali dengan keadaan, nyawa berkumpul penuh dengan raga, kedua bola mata gadis berusia delapan belas tahun itu pun melotot cepat hingga tatapannya kini tertuju pada sosok Kahfi yang masih berdiri di sisinya."Ngapain lo? Jangan macem-macem ya?" Jerit Sitta yang dengan cepat kembali menutupi tubuhnya dengan selimut tebal yang dia kenakan tadi malam. Dan yang membuat Sitta terkejut adalah, saat dia mendapati selimutnya dalam keadaan sudah setengah tersingkap."Heh, lo ngigo? Gue cuma mau bangunin lo tau! Cepetan bangun, siap-siap. Kita pergi. Ini pa
"Sitta?" Panggil Rain, seraya melangkah cepat keluar pintu lobi."Rain?" Pekik Sitta disertai dengan senyuman lebarnya yang manis. Sitta sendiri tak menyangka bisa bertemu dengan Rain di sini.Dia adalah teman Sitta balapan motor, namun Rain tidak pernah bergabung dengan genk motor alias berdiri sendiri. Rain adalah orang yang independen. Dia suka kebebasan dan tak mau hidupnya terkekang oleh apa pun."Aduh, aura-aura pengantin baru, cerah banget kayaknya?" ujar Rain dengan wajah tampannya yang menggoda. "Ngapain di sini pagi-pagi? Suami lo mana?" tanya Rain kemudian."Hm, dia lagi ada kerjaan sama klien di atas, gue bosen makanya keluar, cari angin, hehehe," jawab Sitta beralasan. "Lo sendiri ngapain di sini?" tanya Sitta balik.Rain tersenyum lebar. Dia mengajak Sitta menjauh dari para penjaga di depan lobi hotel. "You know lah, kerjaan gue," Rain mengerling, membuat kedua alis hitamnya terangkat bersamaan.Sitta meninju bahu Rain. "Ih, dasar! Jadi bener, lo kerja jadi gigolo?" Peki
"Lo laper nggak? Gue traktir makan deh," ucap Rain saat kini dirinya dan Sitta sudah keluar dari area hotel, menyusuri trotoar pejalan kaki."Iya gue emang niat mau cari makan keluar, soalnya duit gue nggak cukup kalau dipake makan di dalem," jawab Sitta keceplosan."Lah, lo nggak punya duit? Kan suami lo tajir?" Pekik Rain yang jadi kaget."Eh, bu-bukan gitu maksudnya, duit gue ada di ATM, cuma duit cash aja yang tinggal selembar. Mau ngambil tapi nggak ada ATM deket sini," untungnya Sitta punya ide untuk mencari alasan. Kalau sampai tau dirinya benar-benar tak punya uang saat ini, yang ada Sitta bisa kehilangan muka di hadapan Rain."Yaudah, gue traktir aja, gimana?"Sitta menatap ragu wajah Rain, lalu dia menggeleng. "Nggak usah deh, gue pake duit gue aja. Cukup kok ini cuma buat makan bubur apa ketoprak.""Yaudah, kalau nggak mau gue juga nggak maksa," balas Rain yang memang cuek.Keduanya pun kembali berjalan dan berhenti di salah satu warung makan pinggir jalan.Sitta memesan bu
"Kahfi? Sedang apa kamu di sini?" ucap Ranti saat pintu kamar hotel yang ditempati customer baru nya itu terbuka. Memunculkan sosok sang menantu di baliknya, membuat Ranti jelas terkejut.Tak bedanya dengan Ranti, Kahfi sendiri terlihat jauh lebih terkejut dari apa pun juga.Melihat keberadaan sang ibu mertua di hadapannya, Kahfi seperti melihat hantu di siang bolong.Saking syok, lelaki itu bahkan tak mampu berkata-kata, hingga suara seorang wanita dari arah dalam terdengar memanggil namanya."Kahfi, siapa yang datang?"Mendengar suara yang jelas-jelas begitu dia kenal, sontak kedua bola mata Ranti melotot dan langsung bergerak cepat menerobos masuk ke dalam kamar hotel itu. Tubuh Kahfi pun terdorong seiring Ranti yang merangsek masuk ke dalam.Tak ada hal yang bisa Kahfi lakukan saat itu sebagai pembelaan diri karena dia tahu semua sudah tamat baginya.Ranti pasti akan salah paham dan berpikir yang bukan-bukan."Kamu?" Gumam Ranti dengan napasnya yang mulai naik turun tak beraturan,
BRAK!Sitta terkejut saat Kahfi baru saja membanting pintu kamar apartemen miliknya, ketika keduanya baru saja sampai di sana.Usai kepergian Bulan, di mana Kahfi di parkiran tadi terlihat terus memohon agar Bulan tak pergi, mood Kahfi jelas sangat buruk. Itulah sebabnya, sejak di perjalanan menuju apartemen tadi sampai kini mereka tiba di sana, Kahfi terus bungkam, sementara Sitta pun bingung harus memulai aksi protesnya dari mana.Entah kenapa, nyali Sitta tiba-tiba saja ciut melihat betapa terpukulnya Kahfi atas sikap Bulan di parkiran hotel tadi.Sitta yang terlalu bingung harus melakukan apa, hanya bisa terpaku menatap Kahfi dan Bulan yang terlibat adu mulut di parkiran mobil.Kahfi yang menjelaskan pada Bulan tentang seluruh perasaannya selama ini, sementara Bulan yang meminta Kahfi untuk tidak lagi mengganggunya.*"Aku dan Sitta hanya menikah di atas kontrak, Bulan, kamu tau itu, kan? Aku sama sekali tidak mencintai Sitta, karena satu-satunya wanita yang aku cintai selama ini
"KALAU BUKAN KARENA ULAH LO YANG UDAH MENGADUKAN KEBERADAAN GUE DI KAMAR HOTEL BULAN KE TANTE RANTI, MUNGKIN HUBUNGAN GUE SAMA BULAN NGGAK AKAN BERAKHIR SEPERTI INI, SETELAH APA YANG UDAH NYOKAP LO LAKUIN KE BULAN TADI! LO BENER-BENER EGOIS, TA! EGOIS DAN LICIK!" Ucap Kahfi dengan suaranya yang menggelegar, bak guntur di langit. Kahfi berteriak tepat di hadapan Sitta dengan tatapan penuh kemarahan.Masih terdiam dalam kebingungan, Sitta benar-benar tak menyangka jika Kahfi bisa sejahat itu menuduhnya tanpa bukti."Heh, gue nggak pernah ngelakuin itu ya! Jangan nuduh-nuduh orang seenaknya kalau nggak ada bukti!" balas Sitta tak terima."Apa gue masih perlu bukti sementara yang tau keberadaan gue di kamar hotel Bulan pagi ini ya cuma lo? Terus, gue harus nuduh siapa lagi kalau bukan lo, Ta?" Timpal Kahfi tak mau kalah. Lelaki itu kembali berkacak pinggang masih dengan amarahnya yang tercetak jelas di wajah."Selain gue kan masih ada orang yang bisa lo jadiin tersangka, yaitu Kak Bulan s
Cuaca siang ini mendung.Semendung suasana hati Sitta akibat perlakuan Kahfi.Setelah keluar dari apartemen Kahfi, Sitta langsung menaiki sebuah bus di lampu merah, bahkan tanpa dia melihat kemana tujuan bus itu pergi. Yang Sitta tahu, dia ingin cepat-cepat pergi jauh dari Kahfi.Sitta sangat kesal pada Kahfi yang telah seenak jidat menuduhnya macam-macam hanya berdasarkan asumsinya semata. Tanpa berusaha mencari bukti atas keakuratannya.Duduk di kursi paling belakang yang terletak di pojok dekat jendela, tatapan Sitta tak beralih dari luar jendela. Air matanya masih sesekali menetes, namun dia langsung menyekanya dengan cepat. Sitta tak ingin menjadi cengeng hanya karena lelaki macam Kahfi.Suara dering dari ponsel di dalam saku celana jeansnya, membuat Sitta pun bergerak untuk mengambilnya.Perasaan lega yang sarat seketika tampak di wajahnya yang manis dan sedikit pucat, ketika dia melihat nama Arka tertera di sana."Halo, Ka?" sapa Sitta memulai percakapan."Ta, kamu lagi ngapain