Share

9. TRAUMA MASA LALU

"Genk motor Rival ancem kami akan memperkosa dan membunuh Sitta kalau sampai kami berani lapor polisi, Bang!"

Seperti sebuah dejavu saat kalimat itu keluar dari mulut Andi.

Membuat Kahfi tertegun mendengarnya.

Hingga ingatan Kahfi pun seolah terbang ke masa lalu.

*

"Gengnya Regan ancem gue, Fi. Katanya, kalau sampe lo ngaduin soal Regan yang pakai sabu ke Pak Kepsek, Regan akan buat perhitungan sama lo! Dia mau memperkosa Nanda!"

*

Mengingat hal itu, tubuh Kahfi langsung menegang. Kedua tangan lelaki itu terkepal keras di sisi tubuhnya, bahkan saking kerasnya kepalan tangan itu, hingga memperlihatkan buku-buku jarinya yang memutih.

Urat nadi di leher Kahfi yang berkulit putih pun tampak menonjol keluar, karena Kahfi yang terlalu kuat menekan kedua rahangnya.

Dada lelaki itu bergemuruh dengan hebatnya seolah siap untuk meledakkan lahar panas yang selama ini terpendam bertahun-tahun lamanya di dada.

Nanda, gadis yang dicintainya harus ternoda karena ulahnya. Karena keegoisannya.

Lantas, apakah kini Kahfi akan mengulangi kesalahan yang sama terhadap Sitta? Sementara dia sadar bahwa keselamatan Sitta hari ini masih menjadi tanggung jawabnya karena dia yang mengajak Sitta pergi tadi siang.

Jika Sitta sampai celaka, bagaimana dia harus menjelaskan semuanya pada Tante Ranti?

Tidak hanya sampai di situ, bahkan hubungan persahabatan Tante Ranti dan Umminya jelas sedang dipertaruhkan saat ini, akibat kecerobohannya.

Sitta diculik, setelah dirinya meninggalkan gadis itu sendirian di jalan siang tadi. Dan itu artinya, semua yang terjadi menimpa Sitta hari ini, adalah salahnya.

Harusnya Kahfi sadar akan hal itu.

Masih bergumul dengan kekalutan dalam hatinya, Kahfi pun akhirnya mampu mengambil keputusan terbijaknya.

Lelaki itu berbalik ke arah Andi dan berkata, "berapa hutang kalian ke geng itu?" Tanyanya dengan suara yang terdengar lemah.

Binar cerah di mata Andi menandakan bahwa dirinya berhasil meluluhkan hati Kahfi. Meski, Andi masih meragu apakah lelaki tampan di hadapannya saat ini betulan Kahfi atau bukan?

*

"Ciri-ciri lelaki yang namanya Kahfi itu, giginya tonggos, kulitnya gosong dan rambutnya gondrong. Pokoknya nggak banget deh. Berbeda seratus delapan puluh derajat sama supirnya yang ganteng banget. Sayangnya, tuh supir belagu abis. Ngeselin deh pokoknya! Jadi, kalau bisa, bukan cuma si Kahfi aja yang lo kerjain, tapi si Epen juga! Itu nama supir Kahfi."

*

Begitulah kiranya penjelasan seseorang pada Andi di lokasi base camp genk mereka hari ini.

"Hutang genk kami, sepuluh juta, Bang," jawab Andi to the point. "Sa-saya disuruh Bang Keling, ketua genk saya datang ke sini temuin Bang Kahfi dengan harapan Bang Kahfi bisa bantu kesulitan kami saat ini. Bang Keling janji akan balikin uangnya dalam waktu dekat. Yang penting malam ini Sitta bisa bebas dari cengkraman gengnya Rival, Bang," lanjut Andi menjelaskan lebih jauh.

Andi melihat ekspresi lelaki di hadapannya tampak kaget mendengar nominal angka yang baru saja dia sebutkan. Dalam hati menahan tawa, Andi pun kembali berkata, "tapi, Abang ini beneran yang namanya Kahfi, kan? Anak dari pemilik rumah ini?"

Kahfi terdiam sejenak dengan tatapannya yang lekat ke arah Andi, hingga lelaki itu pun mengangguk pelan.

Persetan dengan sandiwaranya yang tadi siang dia lakukan bersama Epen. Toh, Kahfi sendiri tak ada niat untuk kembali berurusan dengan Sitta, setelah kejadian malam ini.

Cukup baginya.

Kahfi tak ingin membuat kehidupannya yang indah berubah menjadi hari-hari buruk jika dia masih harus berhubungan dengan Sitta. Gadis temperamen yang tajam mulutnya menyaingi keris sakti Siamang Tunggal.

"Lo ada rekening?" Tanya Kahfi kemudian seraya merogoh ponsel di saku celana pendeknya.

"Ng-nggak ada, Bang," jawab Andi dengan ekspresi polosnya.

Kahfi berdecak malas. Dan itu artinya, dia harus tetap turun tangan sendiri mengambil uang tersebut ke ATM.

"Lo bawa kendaraan, kan?"

"Iya, Bang. Bawa, motor," jawab Andi lagi.

"Sekarang ambil motor lo, anterin gue ke ATM minimarket di depan komplek."

Tak ingin membuang waktu lebih banyak, Andi pun bergegas mengambil motor sportnya dan pergi membonceng Kahfi menuju lokasi yang Kahfi maksudkan tadi.

Remaja itu menunggu dengan tidak sabar saat Kahfi sedang melakukan transaksi pengambilan uang di mesin ATM.

Dilihatnya saat itu, Kahfi melakukan transaksi di beberapa mesin ATM yang berbeda. Itu artinya, lelaki itu memiliki banyak kartu kredit. Keren sekali.

Keluar dengan membawa uang cukup banyak, Kahfi meminta plastik hitam pada pemilik warung kopi langganannya.

"Nih uangnya. Lo bisa tebus Sitta sekarang. Dan ini kartu nama gue, kalau Sitta udah bebas nanti, langsung hubungin gue ke nomor ini, oke?"

Ragu, Andi mengambil kartu nama yang disodorkan Kahfi. Terus berpikir bagaimana caranya agar Kahfi bisa ikut bersamanya menuju base camp, karena sejatinya bukan seperti inilah skenario yang sudah disusun malam ini.

Bagaimana pun caranya, Kahfi harus datang ke base camp genk motor Rival untuk kemudian menebus Sitta sendiri.

"Maaf Bang, apa nggak sebaiknya Abang ikut saya nebus Sitta? Soalnya, ini kan uang Abang, jadi, biar abang lebih percaya kalau saya lagi nggak berbohong, Bang," ucap Andi setelah berpikir cukup keras.

Sebenarnya, ada segelintir pikiran di benak Kahfi sebelumnya tentang rencana penipuan yang bisa saja dilakukan Andi terhadapnya. Dengan modus mengatasnamakan Sitta. Hanya saja, Kahfi yang memang sudah terlanjur malas bertatap muka langsung dengan Sitta lagi, lebih memilih untuk percaya saja.

Hingga akhirnya, bujukan dan kata-kata Andi pun berhasil membuat Kahfi bersedia ikut dengannya menuju base camp genk motor milik Rival.

Bukan!

Bukan Base Camp kelompok Rival yang saat ini dituju oleh Andi sebenarnya, namun Base camp genk motornya sendiri.

Di mana, rekan-rekannya sudah berkumpul dan menyamar sebagai anggota genk motor Rival yang sedang menyekap Sitta.

"Gue bawa duit yang kalian minta," Ucap Kahfi saat dirinya menghadap ketua genk motor Rival.

Padahal, tanpa sepengetahuan Kahfi, lelaki yang berdiri di hadapannya saat ini adalah bang Keling, alias ketua genk motor Andi sendiri.

"Kedatangan lo udah telat, Bro," ucap Bang Keling seraya menyeringai jahat. Lelaki itu melirik ke arah Andi di belakang Kahfi. "Lo lupa kalau perjanjian kita cuma sampai jam delapan malam? Lewat dari itu..." Kali ini, Bang Keling menunjukkan senyum mesum sarat kepuasan yang dinilai Kahfi sangat menjijikan. "Lo tau kan konsekuensinya..."

Perasaan Kahfi mulai tak enak. Terlebih saat seorang lelaki lain dengan tubuh berkeringat dan bertelanjang dada, tampak keluar dari dalam base camp sambil membenarkan retsleting celananya.

"Bos, gue udah nih, giliran siapa sekarang?" Ucap lelaki itu pada Bang Keling.

"Kalian memperkosa Sitta?" Teriak Andi dengan wajah garang.

"Ya, seperti perjanjian a--"

BUGH!

"Brengsek!" Maki Kahfi yang tak kuasa menahan keterkejutannya, kemarahannya dan kekhawatirannya.

Setelah melayangkan pukulan mautnya ke wajah Bang Keling, Kahfi lantas berlari memasuki base camp untuk mencari keberadaan Sitta.

"Ta, Sitta? Lo di mana, Ta?" teriak Kahfi dengan kedua bola matanya yang sudah memanas, hingga sukses memancing air mata yang kian menggenang.

"Sitta, lo di mana!" Ketakutan Kahfi semakin menjadi-jadi.

Lelaki itu terlihat panik dan sangat frustasi.

Satu persatu pintu kamar di dalam ruang base camp yang cukup besar itu dia buka dengan membanting kasar pintunya, namun Kahfi tak juga mendapati keberadaan Sitta.

Sampai akhirnya...

Di dalam sebuah kamar paling ujung, saat Kahfi membuka pintu tersebut, lalu kedua bola matanya menangkap tubuh seseorang di sana yang tengah tertidur meringkuk di atas kasur dengan posisi membelakanginya. Tubuh gadis itu ditutup selimut hingga yang terlihat hanya kepalanya saja.

Seprai yang berantakan menarik perhatian Kahfi selanjutnya.

Hingga kepala lelaki itu pun menggeleng pelan. Tungkai kakinya luruh seperti tak bertulang. Tubuhnya mendadak lemas.

Bayang-bayang kejadian yang dialami Nanda sekitar delapan tahun silam, seolah kembali terbayang dalam benak Kahfi saat itu.

*

"Nanda..." Pekik Kahfi saat mendapati kondisi Nanda yang begitu memprihatinkan.

Melepas seragam sekolahnya dengan cepat, Kahfi lantas menutupi tubuh Nanda yang polos dan penuh lebam membiru.

"Nan, bangun Nan, ini aku Kahfi, bangun Nanda?" Ucap Kahfi yang saat itu sudah memangku kepala Nanda.

Tangan Nanda yang seketika bergerak menutupi tubuh bagian dadanya membuktikan bahwa kesadaran Nanda belum sepenuhnya hilang. Terlebih saat Kahfi merasakan pergerakan kedua bahu Nanda disusul suara isakan tangis yang terdengar.

"Nan... Maafin aku, Nan..." ucap Kahfi lagi dengan hati remuk redam bercampur perasaan bersalah yang teramat sangat.

"Per-gi... Aku malu..." Kata Nanda lirih dengan tubuhnya yang semakin meringkuk rapat.

Kahfi celingukan mencari keberadaan pakaian Nanda, tapi tak dia temukan juga, hingga akhirnya, Kahfi pun terpaksa membuka seluruh seragamnya agar bisa dipakai Nanda menutupi tubuh polos gadis malang itu.

"Aku antar pulang sekarang ya?" Ucap Kahfi lagi.

Nanda mengangguk pelan. Lalu Kahfi membantu gadis itu bangkit, sayangnya, belum sempat tubuh Nanda berdiri sempurna, gadis itu sudah lebih dulu kehilangan kesadaran setelah sebelumnya dia terbatuk-batuk, dibarengi dengan aliran darah kental yang keluar dari mulut Nanda saat itu.

"Nanda? NANDAAA..."

*

Saat ini, Kahfi masih berusaha mengumpulkan keberanian untuk mendekati Sitta, meski kepala lelaki itu seketika pening dan sakit.

Trauma itu seolah menggerogoti jiwanya hingga ke dasar, membuat Kahfi kesulitan bernapas.

Hingga pada saatnya, ketika Kahfi berhasil mendekati tempat tidur dan menyentuh bahu wanita berambut sebahu, yang dia yakini itu adalah Sitta, Kahfi justru malah dikejutkan oleh sesuatu...

Tepat saat tubuh gadis itu bangkit dan menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya.

Dengan tanpa rasa bersalah, gadis itu menoleh ke arah Kahfi meski agak terkejut, tapi, dia tetap tersenyum juga.

"Hai, Mas Supir yang belagu, mana bos lo yang tengil itu?"

Kahfi masih terdiam. Menatap Sitta penuh ketidak mengertian.

Karena saat itu, dia melihat keadaan Sitta tampaknya baik-baik saja.

"Gimana sandiwara gue malam ini? Hebat, kan?" Sitta tertawa puas. "Ya hebatlah, buktinya muka lo sampe pucet dan panik gitu, hahaha..."

Detik itu juga Kahfi pun tersadar dari kebodohannya, bahwa ternyata, Sitta tidak diperkosa dan semua yang terjadi malam ini hanyalah sandiwara belaka untuk mengerjai dirinya.

Brengsek!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status