"Pernikahan saya dengan Nissa sebaiknya disegerakan saja,” ungkap Delon menatap beberapa pasang mata. Terlebih Nissa yang terperangah mendengarnya, dia tidak mau pernikahan itu terjadi karena ada banyak suatu hal yang membuatnya mengganjal dalam pikiran. Akan tetapi, bagaimana dia menghentikannya jika semua orang pun berpihak pada pihak pria. Nissa tidak memiliki kekuatan apapun untuk menyelesaikannya, mungkin dia harus pasrah dengan kenyataan yang menyuruhnya untuk tunduk atas perintah yang telah ditetapkan ibunya. “Ibu setuju.’’ Tentu saja, Nina mengatakan seperti itu karena dia tidak mau putrinya digunjing orang lain karena melahirkan tanpa suami, sangat menyedihkan sekali jika dibayangkan. Obrolan itu telah berakhir dalam beberapa hari yang lalu, dan hari ini tepatnya agenda pernikahan yang hendak dilangsungkan. Nissa terus saja menangis meski wajahnya sudah dipoles dengan makeup, tetap saja wanita itu tidak menghentikan tangisannya. Rissa mendekapnya ke dalam pelukannya barang
“Apa maksud kamu? Saya tidak merahasiakan apapun!” sergah Kang Alvin, dia berusaha untuk membela diri karena setahunya rahasia besar yang disembunyikan dari Rissa sudah terbongkar yaitu mengenai Keyla dan Lea. Lalu, apalagi yang hendak disampaikannya? “Ada. Zidan itu anak Alvin yang merupakan hasil dari hubungan gelapnya dengan Rissa.”Bagai petir yang menyambar Rissa sampai kedua kakinya terasa lemas karena saking terkejutnya mendengar pernyataan seperti itu. Kang Alvin kembali mematahkan hatinya, dia menyembunyikan hal sebesar itu darinya. Bagaimana mungkin dia merahasiakannya sampai tiada orang yang tahu mengenai hal itu.“Apa yang kamu katakan, Delon?” tanya Kang Alvin dengan nada suara tinggi. Dia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan pria itu padanya. Bagaimana mungkin Zidan adalah putranya, karena jelas-jelas ayahnya sudah meninggal. “Memang itu kenyataannya. Alvin memang pandai dalam merahasiakan segala hal.” Delon mengatakannya dengan penuh penekanan, hal itu membuat Kan
Mengingat perkataan Delon yang akan membongkar rahasia Kang Alvin jika saja Ratih menggagalkan pernikahannya pasti sudah dia lakukan begitu mengetahui Nissa tidak ada di dalam kamarnya. Seharusnya dia tidak membawa wanita yang mengenakan kebaya putih itu keluar dari rumahnya, karena dampaknya pasti pada hubungan rumah tangga Rissa dan Alvin. Ratih terdiam karena dia baru menyadari jika perlakuannya telah salah fatal, pasti hari ini tentang Zidan pun telah diketahui oleh banyak orang jika dia adalah darah dagingnya Kang Alvin. Padahal dia ingin menutupi rahasia itu sampai kapan pun karena wanita itu takut jika bosnya akan mengambil alih hak asuh putra semata wayangnya. Dia tidak menginginkan apa pun, karena hidupnya hanya ada dalam diri putranya. Tanpa sosok Zidan mungkin wanita itu tidak akan bisa bertahan, karena dia merasa jika nyawanya kini bersatu dalam jiwa Zidan. “Bi Ratih ...,” panggil Nissa lirih. Bi Ratih sedari tadi diam saja pada akhirnya wanita itu memutuskan untuk menya
“Nissa ke mana saja kamu?” tanya Nina terisak. Dia mendekap putrinya dengan erat saking rindunya pada Nissa yang beberapa minggu ini menghilang tanpa jejak. Akan tetapi, kedatangannya hanya seorang diri tanpa sosok Bi Ratih juga Zidan seperti apa yang diharapkan Kang Alvin. Dia ingin menemui Ratih dan memeluk putranya dengan hangat dan membisikkan tepat pada telinganya jika dia adalah Ayah kandungnya. Zidan memang masih terlalu dini untuk mengetahui semua permasalahan yang terjadi, tapi bagaimana pun juga dia harus tahu mengenai hal itu. Rissa tidak saja kembali karena dia masih ingin sendiri, wanita itu belum bisa menerima kenyataan jika Kang Alvin mempunyai masa lalu yang kelam bahkan dia begitu tega menelantarkan putra kandungnya sendiri. Padahal bukan hanya alasan pria itu mengatakannya jika Zidan seorang anak yatim, karena dia saja tidak tahu mengani hal ini. “Kak Rissa ke mana, Ma?” tanya Nissa, dia mengalihkan obrolan ke arah yang lain. Kedua matanya menyisir sekitar barangk
Rasanya sangat sulit bagi Rissa untuk memberikan kesempatan pada Kang Alvin, karena sudah berkali-kali pria itu menyembunyikan segala hal padanya membuat dia takut untuk kembali memulai bahtera rumah tangganya. Rissa pula tidak ingin terlalu lama mempermasalahkan hal tersebut, hanya saja dia ingin menunggu kedatangan Bi Ratih dan Zidan yang pergi entah ke mana. “Kalau kamu sudah menemukan Bi Ratih dan Zidan mungkin aku akan mempertimbangkan kesempatan itu, Kang.” Perkataan itu dari Rissa yang membuat Kang Alvin mengingatnya. Tangannya terkepal dengan sangat kuat. Dia memang harus segera menari keberadaan mereka tuk meluruskan segala permasalahan yang terjadi. Kang Alvin pula tidak akan mungkin lari dari tanggung jawab, dia sudah memikirkannya sedari dulu jika wanita yang bermalam dengannya pada dua tahun yang lalu mempunyai darah daging dirinya mungkin salah satu jalannya adalah menikahi Ibunya untuk putranya. “Kamu di mana, Ratih?” tanyanya, Kang Alvin mengusap wajahnya dengan kas
Nissa dilarikan ke rumah sakit karena dia merasakan kontraksi yang sangat luar biasa terasa, Nina menggiringnya ke arah ruangan. Betapa sedihnya sang Ibu melihat putrinya berjuang sendiri saat melahirkan tanpa didampingi seorang suami yang berada di sampingnya. Rissa juga ikut serta melihat perjuangan sang adik yang begitu luar biasa, tapi di mengikutinya dari jauh karena langkah Nina terlalu lebar hingga dia telah sampai di depan pintu ruangan. Brankar yang didorong oleh dua suster yang bertugas hari ini menutup pintu ruangan meminta Nina untuk menghentikan langkahnya karena dokter kandungan yang akan membantunya bersalin. Akan tetapi, ibunya tidak akan tega membiarkan putrinya berjuang sendirian dan pada akhirnya dia pun diperbolehkan masuk untuk menggenggam tangan Nissa. “Semoga saja Nissa dan bayinya baik-baik saja.” Hanya doa yang bisa dilangitkan oleh Rissa teruntuk sang adik. Dia selalu mendoakan Nissa agar adiknya selalu diberikan kebahagiaan yang tidak dapat diukur dengan
“Perjanjian apa itu, Sayang?” tanya Kang Alvin memastikan apa yang mengganjal dalam pikirannya.“Jangan pernah menyembunyikan apa pun lagi dariku,” ujar Rissa. Tentu saja Kang Alvin mengangguk pelan, dia menyetujui perjanjian yang diutarakan istrinya. Dia memang sudah berjanji pada dirinya sendiri tidak akan menyembunyikan rahasia apa pun darinya meski suatu hal yang tidak begitu penting. Dia takut jika Rissa pergi dalam hidupnya hanya karena perlakuan dirinya yang tidak terbuka pada sang istri, maka dari itu dia hanya bisa mengiyakan dengan pasti bahwa Kang Alvin tidak akan mengulangi hal seperti sebelumnya. “Jangan pergi dari hidupku, Rissa.” Kang Alvin mengusap punggung tangan sang istri dengan penuh kasih sayang, dia tidak ingin jika Rissa benar-benar pergi dalam hidupnya. Dia tidak akan membuat hal itu sampai terjadi. Kedua mata Rissa memanas seperti ada sesuatu yang mengganjal begitu sulit baginya jika harus mengatakannya. Wanita itu memilih untuk berdiam saja mengikuti alur
“Aku enggak bisa nikahin Ratih,” ujar Alvin dengan tegas, mungkin dia juga berpikir berulang-ulang mengenai dampak negatif berpoligami. Mempunyai dua istri saja sudah terasa melelahkan baginya, bahkan bisa dikatakan dia belum bisa memberikan keadilan terhadap dua istrinya, bagaimana lagi kalau tambah lagi? Mungkin hidupnya akan dipenuhi dengan omelan dari ketiga istri yang menuntutnya untuk berlaku adil. “Lagipula saya tidak pernah meminta dinikahi Tuan Alvin,” jawab Bi Ratih dengan tegas. Wanita berambut pendek itu tidak seperti kebanyakan perempuan lain yang selalu mengemis perasaan terhadap pria yang padahal sudah merenggut kehormatannya. Justru Ratih malah menginginkan menjauh dari mereka, karena akan lebih tenang baginya hidup berdua dengan Zidan tanpa adanya perdebatan yang melelahkan batinnya. Keyla mengembuskan napasnya pelan, dia memutarkan kedua matanya dengan malas. Rissa hanya menggeleng pelan merespon permasalahan tersebut. Namun, tiba-tiba rasa nyeri begitu terasa di b