Bab 10
Arsyad memandang wajah Naura wajah itu masih tersedu dengan buliran air jatuh dari sudut matanya. Arsyad yang mulai merasa jatuh cinta pada istri keduanya itu, merasa iba."Mi mengambil air itu bukan pekerjaan susah, apa salahnya Ami mengambilkannya. tidak perlu juga menjadi masalah besar apalagi sampai bertengkar. Lihat Naura menangis. Bersikaplah lebih dewasa, Mi. Kelakuanmu tidak seperti yang Abi lihat selama ini."
Istri mana yang tidak sakit apabila suaminya membela sang istri kedua secara blak-blakan di depan mata. Tanpa mau menelisik duduk permasalahan yang sebenarnya.
"Bi, kalau sekiranya Naura sakit atau tidak bisa berjalan, tentu saja aku ingin memenuhi permintaannya apalagi cuma sekedar mengambilkannya air minum. Tapi kalau kakinya masih kuat untuk berjalan. Tangannya juga masih kuat untuk menuangkan air putih ke gelas, maaf bi aku bukan orang suruhan. S
Bab 11 "Segitukah teganya Ami mengusirku? Apakah Ami ingin Abi tidur menemani Ami malam ini?" Cih, Ika berdecih halus. "Aku ingin istirahat. Keluarlah." Dengan terpaksa, Arsyad melangkahkan kaki keluar dari ruangan yang telah banyak menyimpan kisah tersebut. Namun sekarang terasa kamar itu tidak sehangat dahulu. Yang ada hanya sikap dingin dari sang istri tuanya. *** Pagi hari telah tiba, pagi ini sengaja Ika tidak keluar kamar seperti biasanya. Ika hanya menghabiskan waktu di kamarnya, dengan menelisik pesan-pesan dari para pelanggan usaha online nya. Ika tersenyum melihat perkembangan usaha online nya cukup maju dibanding dengan toko pakaian yang ia jual secara offline. "Alhamdulillah, Tuhan memang mengerti akan perasaan hamba-hambanya. Dia pa
Bab 12 "Dan juga untukmu Arsyad, sekalipun kamu tidak pernah membelikan aku barang-barang mewah. Aku tidak masalah, lagi pula aku tidak pernah memintanya padamu. Tapi kau pikir aku tidak tahu kamu membelikan sebuah kalung mahal untuk Naura? Aku menyaksikan engkau memasangkan kalung itu di leher istri mudamu ini. Sedangkan aku, tidak pernah kau hadiahi barang-barang seperti itu. Tapi aku tidak mempermasalahkannya. jadi sebaiknya mulai sekarang, kalian berdua tidak usah pusing dan tidak usah ikut campur dengan semua yang ku pakai dan apapun yang aku lakukan." Tegas Ika kembali. Gejolak amarahnyalah yang membuat ia mampu meluncurkan kata-kata seperti itu. "Hei Mbak Ika, Mbak mau tahu alasannya mengapa Arsyad memberikan aku hadiah? Sedangkan Mbak sendiri tidak pernah diberikan apapun. Itu artinya Arsyad lebih mencintai aku daripada Mbak. Mbak seharusnya introspeksi diri. Tidak usah salah menyalahkan. Perba
Bab 13 Dalam perjalanan menuju kantor, Naura terus saja bicara penuh penekanan pada Arsyad. "Pa, siapa membelikan sepatu dan tas mahal untuk Ika? Papa, kan?" "Tidak, bukan Papa yang membelikan. Papa saja tidak tahu dari mana Ika mendapatkan uangnya." Jawab Arsyad. "Memangnya berapa sih gaji Mbak Ika sebulan dari mengurus usaha online kecilnya itu?" Tanya Karin ingin memastikan. "Halah... Penghasilan kakak madumu tidak sampai tiga juta sebulan." Arsyad menjawab asal. Pada dasarnya memang Arsyad tidak tahu berapa nominal gaji Ika yang sebenarnya. Selama ini Arsyad mengakui ia tidak ambil pusing dengan penghasilan yang didapatkan Ika. Yang ia tahu apabila ada keperluan dan kebutuhan rumah tangga yang kurang, Ika bersedia menutupi. "Lalu bagaimana caranya dia bisa membeli sesuatu
Bab 14 "Terus mobil siapa yang mbak pakai? Minjam? Demi terlihat elegan, mbak rela minjam begitu?" Celetuk Naura. Ika terkekeh ringan. "Minjam? Tentu saja tidak. Mobil itu ku beli dengan uangku sendiri. Mengapa memangnya? Kalian kaget?..." Karin berkata sambil menatap Naura. "Tidak, juga siapa yang kaget memangnya? Cuma mobil begitu saja kok. kami juga bisa kok, membeli mobil baru yang lebih bagus dari mobil itu. Ngomong-ngomong nggak usah sombong deh, bilang aja kalau mobil kreditan." Ucap Naura sembari mencibirkan bibir. Kesannya meremehkan sekali. "Aku tidak sombong. Kan tadi kalian bertanya, aku menjawab. Wajar kan? Lagipula kalau misalkan itu mobil kreditan, apa itu jadi masalah buat kalian? Punyamu mana Naura? Meskipun cuma mobil kreditan, kamu punya nggak?" Jawab Ika. &nb
Bab 15 "Silakan, silakan. Bawalah Naura keluar dari rumah ini. Bila perlu sebagai tambahan, ceraikan aku. Itu akan membuatku lebih senang, ketimbang hidup bersama kalian." "Jadi kau ingin aku menceraikanmu? Oke. Tunggu saja." "Ya aku menunggu. Jika tidak, aku yang akan menggugat cerai kamu." Ika menjawab dengan santainya. Tidak ada nada keberatan pada suaranya. Membuat Arsyad semakin kesal. "Kurang ajar kau, Ika. Aku benar-benar akan pergi membawa Naura menyingkir dari rumah ini." Kembali ancaman Arsyad menggema. Disertai dengan suara tendangan kaki Arsyad yang mendarat di daun pintu. Ika sama sekali tidak peduli dengan omongan Arsyad. "Tendanglah pintu kamarku, kalau sampai pintu kamarku rusak, maka kau akan tahu akibatnya, Arsyad." Ika berkata lantang dari dalam kamarnya. "Ber
Bab 16 Ika berpikir dalam hati, sesungguhnya Ika telah memiliki banyak cadangan tabungan untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan seperti ini terjadi. "Ika, kau seharusnya bisa belajar dari Naura, baru saja satu bulan, Naura sudah mampu memberikan keturunan. Lhaa... Kamu sudah lima tahun ,rahimmu masih saja kosong. Apalagi namanya kalau tidak mandul?" Selalu saja Bu Melia memandang Naura lebih dari segalanya. Sampai-sampai memerintahkan Ika untuk belajar dengan perempuan itu. "Menurut ibu apa yang harus aku pelajari dari Naura?" Tanya Ika. Ika melihat kedua mata mertuanya. Kedua mata itu nampak menebar kebencian untuk Ika. "Kau seperti tidak punya otak. Buka matamu, buka pikiranmu. Naura jelas-jelas lebih beruntung daripada kamu." Ika tersenyum pahit. Kalau di pikir-pikir jernih, beruntung dar
Bab 17 "Kamu mengusirku?" Teriak Bu Melia. "Ya aku mengusirmu?" "Ini rumah anakku?" "Tapi aku lebih berhak dibanding ibu. Aku ingin ibu pulang sekarang. Pulaang... Tidak usah koar-koar disini. Bikin malu sama tetangga saja. Orang tua yang tidak patut untuk dijadikan teladan." Amarah Ika benar-benar dibuat meledak. "Berani kamu memperlakukan aku seperti ini, Ika?" Bu Melia memelototi menantunya. "Ya, aku berani. Mengapa memangnya?" "Akan ku adukan kau pada Arsyad. Biar dia tahu bagaimana belangmu yang sesungguhnya. Aku yakin Arsyad akan memarahimu habis-habisan. Kau tahu kan bagaimana Arsyad menghormati ibunya ini. Sekarang malah kau berani melawan dan mengusirku. Akan ku suruh Arsyad untuk menampar dan membungkam mulut busukmu itu dengan tangannya. Biar kamu tahu rasa akibatnya. Arsy
Bab 18 "Assalamualaikum..." Seseorang mengetuk pintu. Ika bergegas menarik daun pintu. berdirilah seorang laki-laki yang tidak lagi menjadi sosok yang dihormati. "Untuk apalagi kamu kemari Arsyad." Tanya Ika pendek. "Ika, aku ingin tanya sama kamu mengapa kamu memperlakukan ibu dengan tidak baik." "Oh berarti ibumu sudah mengadukan semuanya." Tanggap Ika "Iya benar kamu keterlaluan, Ika. Tega-teganya kamu membenturkan tangan ibu ke dinding hingga membuat tangan ibu Memar seperti itu." Ika menghela nafas panjang. "Ibu yang bilang aku membenturkan tangannya ke dinding?" Tanya Ika kemudian. "Tepat sekali. Sampai-sampai kau mengusirnya seperti seorang pengemis. Padahal ibu datang kemari dengan maksud yang baik. Mengapa