Share

Bab 4

Author: Eka_Mom
last update Last Updated: 2025-09-12 21:42:50

Pov Iqbal

Andini langsung menarik tanganku menuju ke kamar kami. Aku menyuruh ibuku untuk tetap duduk tenang di ruang tamu. Saat berada di dalam kamar, Andini langsung menatapku dengan tatapan tajamnya.

"Ada apa Ndin?"

"Mas, aku tak masalah jika kamu hanya memberiku uang sejuta. Tapi setidaknya kamu harus bersikap adil padaku mas," bisa ku lihat raut wajah kemarahan dari Andini.

"Ya sayang, mas minta maaf. Nanti uang nafkahmu aku tambahkan 500 ribu. Jadi 1,5 juta cukup kan untuk kebutuhan kita sebulan? Lagipula kita masih belum mempunyai anak. Tentu uang itu cukup untuk memenuhi kebutuhan kita sebulan." 

Mendengar hal itu seketika Andini tersenyum sinis melihatku. Aku tahu dia sedang kesal karena aku masih saja memberikan uang untuk ibuku. Tapi ini uangku. Terserah aku mau apakan uangku ini. Andini hanya terdiam dan langsung meninggalkanku sendirian. Dia berlalu pergi entah kemana. 

Aku bergegas menghampiri ibuku yang sedang menikmati secangkir teh buatan Andini.

"Bagaimana, apa Andini marah padamu? Kulihat dia baru saja pergi keluar tanpa berpamitan padaku. Tak ada sopan santunnya sama orang tua?" ibu terlihat kesal karena melihat Andini keluar dari rumah ini tanpa menyapa dirinya.

"Sudahlah Bu, mungkin Andini ingin menenangkan diri saja." Aku sedikit menyesal karena membuat istriku marah.

"Ya sudah ibu pulang dulu ya, makasih uangnya. Ini martabaknya ibu bawa." Aku hanya tersenyum kecut melihat ibu membawa martabak Andini. Padahal aku sudah memberikannya uang. Tapi kenapa martabak Andini juga dibawanya. Mau melarangnya tapi aku tak mau ibuku malah memarahiku. 

Jam sudah menunjukkan jam 9 malam. Tetapi sampai malam begini Andini belum pulang juga. Kemana dia pergi sampai malam begini? Aku hanya takut terjadi apa - apa dengannya. Apalagi Andini pergi dalam keadaan marah.

Tak lama kemudian terlihat Andini sudah datang. Aku langsung memarahinya karena pulang sampai larut malam begini.

"Andini! Kamu dari mana saja? Apa kamu tak lihat ini sudah jam berapa?" Andini berjalan ke arahku. Kulihat tatapannya begitu dingin.

"Aku keluar untuk mencari uang yang sudah kamu berikan padaku. Ini 12 juta kubayarkan lunas kepadamu. Kubayar nafkahmu selama 1 tahun ini yang sudah kamu berikan kepadaku. Dan ingat mulai malam ini, kau tak perlu memberikanku nafkah lagi!"

Seketika Andini melemparkan amplop coklat ke meja dihadapanku. Melihat hal itu, seketika aku tak bisa menahan amarahku. Aku pun menatapnya dengan tatapan tajamku.

"Apa maksudmu melakukan hal ini pada suamimu?" 

"Aku bisa mencari uang sendiri tanpa bantuanmu. Kau urus saja keluargamu itu. Dan satu hal lagi, aku tak mau tidur denganmu. Kau tidak memberikan hakku sebagai istrimu. Tentu aku tak akan memberikan hakmu sebagai suamiku." 

Baru kali ini, aku melihat kemarahan dari Andini. Andini yang kukenal dulu sangat lembut dan tak pernah membantahku sama sekali.

Belum sempat aku berbicara, Andini pergi berlalu begitu saja dari hadapanku. Dia menutup kamar tidur kami dan langsung menguncinya. Aku berulang kali mengetuk pintunya, tetapi panggilanku tak dihiraukannya.

Mungkin Andini saat ini kesal kepadaku. Kupegang amplop coklat ini. Darimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak ini dalam sehari. Padahal selama ini yang aku tahu, dia tak pernah bekerja sama sekali.

Apa salah aku membahagiakan ibuku sendiri. Karena selama ini uang aku berikan adalah uangku sendiri dan bukan uangnya. Kubaringkan tubuhku di sofa ruang tamu. Dan terpaksa malam ini aku tidur di sofa dengan hawa dingin yang menusuk kulitku.

Keesokan harinya, kulihat Andini sudah rapi dengan pakaian yang melekat di tubuhnya. Apa mungkin dia benar - benar akan bekerja lagi? Tidak, aku tak akan mengijinkannya. Bagaimana harga diriku, jika teman - temanku tahu Andini bekerja. Para tetangga julid itu akan bergosip kalau aku tak bisa menafkahinya.

"Mau kemana kau sepagi ini sudah rapi."

"Aku akan melamar pekerjaan di luar."

"Kamu tak akan kuijinkan bekerja. Nafkah yang kuberikan apa kurang hingga kau mau bekerja lagi!"

"Nafkahmu sudah kukembalikan mas. Dan aku tidak mempunyai kewajiban untuk menurutimu."

"Andini jangan kamu kurang ajar dengan suamimu. Kalau aku bilang tidak boleh bekerja ya tidak boleh." Aku tinggikan suaraku tetapi Andini tak menghiraukannya. Dia tetap saja melangkahkan kakinya meninggalkan rumah ini. Aku langsung menahan tangannya agar tidak pergi.

"Lepaskan aku mas. Aku hanya ingin membahagiakan diriku sendiri. Aku tak butuh nafkah sejutamu itu." Andini mencoba meronta. Aku pun marah dan tanpa sadar langsung menampar pipinya.

Plak 

Seketika Andini jatuh tersungkur di lantai. Aku langsung terdiam membeku tak percaya dengan apa yang aku lakukan saat ini.

"Andini... Maafkan aku sayang. Aku tak sengaja melakukannya." Aku langsung mengelus pipinya dan memeluk erat tubuhnya. Dia menangis dalam pelukanku.

"Mengapa mas? Apa aku salah jika ingin memenuhi kebutuhanku sendiri. Aku tak ingin menjadi bebanmu mas. Biarkan aku bekerja, dan aku tak akan menggangumu lagi. Aku juga tak akan memprotes apapun jika kau memberikan uangmu pada ibu."

Andini berbicara sembari menahan isakan tangisnya. Ada perasaan bersalah di hati ini karena tanpa sengaja menamparnya. Belum sempat aku berbicara, Andini langsung melepaskan pelukanku dan berlari menuju ke kamar. Aku hanya terdiam memaku di tempat melihat kepergian Andini. Apakah selama ini aku sudah menjadi suami yang dzolim?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nafkah Sejuta Suamiku   Bab 8

    Pov AndiniAku melihat Mas Iqbal sering melamun akhir - akhir ini. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Akhirnya aku beranikan diri untuk bertanya kepadanya."Mas, kamu kenapa? Kok akhir - akhir ini sering melamun?" "Aku ingin jujur sesuatu padamu sayang. Tapi aku takut kamu akan marah kepadaku." Terlihat raut wajah Mas Iqbal berubah menjadi gelisah."Katakanlah apa yang sedang mengganggu pikiranmu mas.""Kamu janji tak akan marah jika aku bicara jujur kepadamu sayang?""Ya mas, aku tak akan marah. Kecuali aku akan marah jika kamu berencana menikah lagi." Tiba - tiba terbesit dipikiranku jika Mas Iqbal akan menikah lagi. Jika itu sampai terjadi, aku akan langsung meminta cerai kepadanya. Seketika Mas Iqbal tertawa terbahak - bahak mendengar ucapanku."Hahaha, kamu tuh lucu sayang. Mana mungkin aku berbuat seperti itu. Perempuan yang mas cintai cuma kamu.""Lalu apa yang ingin kamu bicarakan mas. Aku lihat kamu sering murung beberapa hari ini." Aku kembali menanyakan hal ini kepada Mas

  • Nafkah Sejuta Suamiku   Bab 7

    Pov IqbalAku bersyukur karena Andini sudah tidak marah lagi kepadaku. Beruntung aku menuruti ide dari Adi. Tapi seketika aku teringat jika aku baru saja menolak permintaan ibu. Sebenarnya aku tak tega, mengingat jika beliau adalah ibu kandungku. Tapi aku tak mau mengecewakan Andini untuk kedua kalinya. Aku gak mau kehilangan istriku.Apalagi selama ini aku sudah membuat dirinya menderita. Bodohnya diriku yang hanya memberikan nafkah satu juta saja pada dirinya. Aku gak mau mengulangi kesalahan itu lagi.Tiba - tiba saja ada pesan masuk dari ibu. Aku bergegas membuka ponselku.Sejak kapan kau mulai melawan ibu yang sudah melahirkanmu ini. Perempuan itu sudah berhasil mencuci otakmu. Kutunggu kau dirumah, ada hal yang ingin ibu bicarakan.Baik BuAku hanya bisa menghela nafas panjang saat membaca pesan singkat ibu. Aku yakin saat ini ibu sangat marah kepadaku.Sepulang dari bekerja, aku bergegas mengendarai motorku menuju rumah ibuku."Bagus ya, sejak kapan kau menolak permintaan ibu.

  • Nafkah Sejuta Suamiku   Bab 6

    Pov IqbalSejak kejadian aku menampar Andini, aku sungguh sangat menyesal. Tak henti - hentinya Adi memarahiku."Apa kau gila, memberikan nafkah sejuta kepada istrimu. Aku tahu kau sedang mengumpulkan uang untuk membeli rumah. Tapi bukan begini caranya bro." Adi tampak marah setelah mendengarkan apa yang baru saja kualami."Lalu aku harus bagaimana di. Aku tak sengaja menamparnya tadi pagi.""Apa aku tak salah dengar? Semarah apapun kita jangan sampai berbuat kasar kepada perempuan. Apalagi kau memberikan nafkah yang lebih kecil dibandingkan yang kau berikan kepada ibumu. Jelas saja Andini marah.""Aku harus bagaimana sekarang. Aku bingung di. Aku tak ingin berpisah dengannya. Apalagi dia mengembalikan uang nafkahku selama setahun ini," Adi seketika menggeleng - nggelengkan kepalanya setelah mendengarkan ucapanku. Mungkin dia tak menyangka jika selama ini aku bisa bertindak sekejam itu."Tabunganmu ada berapa sekarang?""Sekitat 50 jutaan di.""Aku punya teman yang mau menjual rumahny

  • Nafkah Sejuta Suamiku   Bab 5

    Pov AndiniAku tak menyangka, Mas Iqbal menamparku. Aku hanya ingin menjadi perempuan mandiri dan tak akan merepotkannya lagi. Kuambil baju kerjanya dan kugantungkan di depan pintu kamar kami. Aku tak ingin bertemu dengannya lagi untuk saat ini. Aku masih terkejut dengan apa yang baru saja Mas Iqbal lakukan kepadaku. Apakah aku salah jika ingin bekerja kembali?Tak kuhiraukan Mas Iqbal yang berkali - kali mengetuk pintu kamarku. Bisa kudengar permintaan maafnya dari luar. Namun aku tak menggubrisnya dan tetap berdiam diri di dalam kamar.Tak berapa lama kemudian, terdengar Mas Iqbal sudah berangkat bekerja. Aku bergegas keluar dari kamar dan mulai membersihkan rumah ini. Tak berapa lama kemudian kubaca pesan masuk dari Mas Iqbal.Maafkan aku sayang. Aku tak sengaja menamparmu tadi. Mas khilaf dan berjanji tak akan mengulanginya lagi. Amplop coklat kemarin mas taruh di laci ya. Itu semua sudah nafkahmu yang mas berikan kepadamu.Aku tak membalas pesan singkat dari Mas Iqbal. Aku langs

  • Nafkah Sejuta Suamiku   Bab 4

    Pov IqbalAndini langsung menarik tanganku menuju ke kamar kami. Aku menyuruh ibuku untuk tetap duduk tenang di ruang tamu. Saat berada di dalam kamar, Andini langsung menatapku dengan tatapan tajamnya."Ada apa Ndin?""Mas, aku tak masalah jika kamu hanya memberiku uang sejuta. Tapi setidaknya kamu harus bersikap adil padaku mas," bisa ku lihat raut wajah kemarahan dari Andini."Ya sayang, mas minta maaf. Nanti uang nafkahmu aku tambahkan 500 ribu. Jadi 1,5 juta cukup kan untuk kebutuhan kita sebulan? Lagipula kita masih belum mempunyai anak. Tentu uang itu cukup untuk memenuhi kebutuhan kita sebulan." Mendengar hal itu seketika Andini tersenyum sinis melihatku. Aku tahu dia sedang kesal karena aku masih saja memberikan uang untuk ibuku. Tapi ini uangku. Terserah aku mau apakan uangku ini. Andini hanya terdiam dan langsung meninggalkanku sendirian. Dia berlalu pergi entah kemana. Aku bergegas menghampiri ibuku yang sedang menikmati secangkir teh buatan Andini."Bagaimana, apa Andin

  • Nafkah Sejuta Suamiku   Bab 3

    Pov AndiniSejak kulihat pesan singkat yang tak sengaja terbaca tadi, hatiku seketika hancur. Rupanya selama ini, Mas Iqbal mengirimkan uang yang begitu banyak kepada ibu mertuaku. Bahkan nafkahku, hanya seperempat dari uang yang dia berikan kepada ibunya.Aku berusaha untuk tetap tenang dan sedikitpun tak marah padanya. Karena percuma saja, jika aku protes, Mas Iqbal akan tetap membela ibunya. Aku berusaha diam dan tak banyak bicara untuk saat ini. Semoga dengan begini, Mas Iqbal sadar akan kesalahannya.Sepertinya aku harus mengambil lebih banyak waktu untuk bekerja di rumah Bu Sinta. Bu Sinta adalah pengusaha katering di daerahku. Beliau cukup sukses dalam menjalankan usahanya. Beliau juga banyak mempekerjakan ibu - ibu di daerah sini untuk membantunya dalam menjalankan usaha kateringnya.Aku sudah bekerja dengan beliau sejak awal menikah dulu. Tetapi hanya beberapa jam saja aku bekerja. Tentunya setelah Mas Iqbal berangkat bekerja. Itu semua kulakukan demi menutup kekurangan biaya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status