MasukPov Andini
Sejak kulihat pesan singkat yang tak sengaja terbaca tadi, hatiku seketika hancur. Rupanya selama ini, Mas Iqbal mengirimkan uang yang begitu banyak kepada ibu mertuaku. Bahkan nafkahku, hanya seperempat dari uang yang dia berikan kepada ibunya.
Aku berusaha untuk tetap tenang dan sedikitpun tak marah padanya. Karena percuma saja, jika aku protes, Mas Iqbal akan tetap membela ibunya. Aku berusaha diam dan tak banyak bicara untuk saat ini. Semoga dengan begini, Mas Iqbal sadar akan kesalahannya.
Sepertinya aku harus mengambil lebih banyak waktu untuk bekerja di rumah Bu Sinta. Bu Sinta adalah pengusaha katering di daerahku. Beliau cukup sukses dalam menjalankan usahanya. Beliau juga banyak mempekerjakan ibu - ibu di daerah sini untuk membantunya dalam menjalankan usaha kateringnya.
Aku sudah bekerja dengan beliau sejak awal menikah dulu. Tetapi hanya beberapa jam saja aku bekerja. Tentunya setelah Mas Iqbal berangkat bekerja. Itu semua kulakukan demi menutup kekurangan biaya kebutuhan rumah tanggaku sehari - harinya.
Namun saat ini aku bertekad untuk mengumpulkan banyak uang agar aku bisa hidup mandiri dan tak bergantung kepada Mas Iqbal. Apalagi pesan yang kubaca tadi pagi benar - benar membuatku tak ada artinya sebagai istrinya.
Hari ini aku meminta ijin kepada Bu Sinta untuk bekerja di kateringnya sampai jam 3 sore. Biasanya aku hanya bekerja sampai jam 12 siang saja.
"Bu Sinta, kalau ibu mengizinkan, apa saya bisa menambah jam kerja hingga jam 3 sore nanti?" Bu Sinta terlihat terkejut saat aku menanyakan hal ini.
"Tumben Bu Andini ingin mengambil jam kerja lebih? Apa ada masalah Bu?"
"Hmnn saya hanya ingin menghabiskan waktu luang saja bu. Maklum Bu, saya bosan dirumah terus." Aku terpaksa berbohong kepada Bu Sinta. Aku tak ingin menceritakan masalah rumah tanggaku saat ini.
"Saya tak masalah jika ibu mengambil jam lebih. Yang penting suami mengizinkan. Kebetulan beberapa hari ini, orderan saya membludak."
"Alhamdulillah kalau Bu Sinta mengizinkan. Kalau begitu mulai hari ini saya lanjutkan sampai jam 3 ya Bu?"
Aku langsung meminta izin kepada beliau. Bu Sinta langsung menganggukan kepalanya tanda setuju. Seketika aku tersenyum dan tak lupa mengucapkan terima kasih kepada beliau. Aku pun mulai melanjutkan pekerjaanku untuk mempersiapkan kotak makanan yang akan dikirim ke pelanggan sore ini.
Tepat jam 3 sore, aku pamit kepada Bu Sinta untuk segera pulang kerumah. Jarak rumahku dari kediaman Bu Sinta cukup jauh. Aku menempuhnya dengan berjalan kaki selama 30 menit. Aku terpaksa berjalan kaki, untuk menghemat biaya dan segera bisa mengumpulkan uang yang banyak.
Tepat jam setengah empat sore, aku sudah sampai dirumah. Aku bergegas membersihkan tubuhku dan menjalankan sholat. Setelah itu kulanjutkan dengan membersihkan rumah. Tak lama kemudian tampak Mas Iqbal datang menenteng kotak kecil ditangannya. Sepertinya dia membawa martabak kesukaanku. Jarang sekali dia membawa oleh - oleh sepulang kerja.
Namun aku tampak cuek dan lebih melanjutkan pekerjaanku. Belum sampai Mas Iqbal masuk ke rumah, ibu mertuaku tiba - tiba datang. Aku langsung menghentikan pekerjaanku dan langsung menghampiri mereka.
"Assalamualaikum Iqbal. Kamu juga baru pulang? " Mas Iqbal terkejut dengan kedatangan ibu yang baru datang. Aku mencium punggung tangan ibu dan mempersilahkannya untuk masuk.
Aku bergegas menuju dapur untuk membuatkannya secangkir teh hangat. Tampak mereka sedang berbicara berdua dengan nada suara yang pelan. Aku pun diam - diam mendengarkan pembicaraan mereka itu.
"Iqbal, mana bagian ibu. Sudah cairkan uangnya? Ibu ingin membeli perhiasan."
"Bu, nanti aku transfer. Untuk sekarang ada Andini dirumah. Aku tak ingin bertengkar dengannya."
"Andini tak akan tahu jika kamu diam saja. Ingat transfer ibu 5 juta sekarang. Kamu mau jadi anak durhaka, karena tak menuruti keinginan ibu."
Aku meremas bajuku, seakan gemas melihat tingkah laku ibu mertuaku. Baru saja kemarin Mas Iqbal mengirimkan uang 4 juta, sekarang meminta lagi 5 juta. Sedangkan aku sebagai istrinya hanya diberikan uang satu juta saja. Itu pun untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga ini. Mendengar hal itu aku sudah tak tahan dan langsung mendatangi mereka.
"Baru dapat bonus mas?" Kuletakkan secangkir teh hangat di meja. Kulihat raut wajah keduanya yang tiba - tiba berubah menjadi gugup saat melihat aku yang tiba - tiba datang.
"Hmnnn iya sayang, ini ada martabak buat kamu. Alhamdulillah mas tadi dapat bonus." Kuterima kotak martabak itu dan membukanya.
"Hanya ini saja? Bukannya kamu mendapat bonus banyak mas?" Aku berbicara sembari menatap remeh ke arah suamiku. Seketika ibu mertuaku membelalakkan matanya saat mendengar ucapanku.
"Eh Andini, seharusnya kamu bersyukur Iqbal masih membelikanmu oleh - oleh. Kamu tak berhak mendapatkan yang lebih dari anakku." Ibu mertuaku terlihat tak senang aku berbicara seperti itu.
"Oh ya? Sedangkan ibu mendapatkan 5 juta dari mas Iqbal hari ini." Tampak ada screenshot bukti transfer ke rekening ibu yang tampak dari layar ponsel Mas Iqbal yang belum dia tutup. Mas Iqbal menyadarinya dan buru - buru menutup aplikasi itu.
"Mas kita perlu bicara!"
Hari ini adalah sidang perceraian Iqbal dengan Rima. Rima tak menyangka jika Iqbal benar - benar menceraikannya. Rima pikir setelah kepergian ibunya, Rima berhasil membujuk Iqbal untuk mau tetap hidup bersamanya. Namun nyatanya keputusan Iqbal tak berubah.Mediasi mereka pun gagal. Rima berusaha untuk menolak perceraian itu. Namun bukti hasil tes DNA dan kesuburan membuat dirinya tak bisa membatalkan perceraian ini. Apalagi Iqbal benar - benar ingin berpisah darinya.Setelah melewati dua kali sidang perceraian, akhirnya hari ini hakim mengabulkan perceraian mereka. Iqbal dan Rima kini sudah resmi bercerai. Saat keluar dari ruangan pengadilan, Rima pun memanggil dirinya."Mas Iqbal..."Iqbal menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rima. Wajah Rima tampak kusut akibat proses perceraiannya ini."Rima, maaf jika selama menjadi suamimu, aku belum bisa membahagiakan kamu. Semoga kamu mendapatkan laki - laki yang jauh lebih baik dariku. Yang terpenting tidak mandul sepertiku.""Mas, aku
"Untuk apa ibu ingin bertemu denganku mas? Apa ibu ingin menghinaku lagi?""Ndin maafkan sikap ibu yang dulu. Ini semua memang permintaan ibu. Saat ini ibu sakit Ndin. Ibu memintaku untuk membawamu kesana.""Ibu sakit mas?""Ya ndin. Tolong penuhi permintaanku kali ini saja. Setelah ini aku tak akan menganggumu lagi."Sejenak Andini terdiam memikirkan ucapan Iqbal. Tentu dirinya harus meminta izin kepada suaminya dulu untuk menemui mantan mertuanya itu."Aku gak bisa janji mas. Aku harus izin kepada suamiku dulu.""Ya ndin aku tahu. Tapi aku mohon kali ini saja temui ibuku. Aku merasa ibu akan meninggalkanmu selamanya." Iqbal pun menundukkan kepalanya sembari menahan tangisannya itu. Andini tak tega melihat ekpresi Iqbal saat ini."Mas, jangan bicara seperti itu. Jodoh dan maut hanya Allah yang tahu.""Ya Ndin aku tahu. Tapi untuk kali ini saja penuhi permintaan ibu Ndin. Aku mohon..." Iqbal berbicara sembari menangkupkan kedua tangannya kepada Andini."Tunggu sebentar ya mas. Aku aka
Satu bulan sudah berlalu sejak Iqbal diusir oleh ibunya sendiri. Saat ini Iqbal tinggal di sebuah kos - kosan. Iqbal juga sudah bekerja kembali atas bantuan Adi. Walaupun gajinya tak sebesar dulu, namun Iqbal bersyukur masih bisa memenuhi kebutuhannya sendiri.Tentang ibunya, Iqbal tak pernah tahu bagaimana kabarnya. Sari memang mengirim pesan kepadanya berulang kali. Namun Iqbal tak pernah membalasnya. Iqbal merasa sakit hati karena sikap ibunya selama ini.Iqbal sudah mengurus perceraiannya. Iqbal terpaksa meminjam uang kepada Adi agar bisa secepatnya resmi bercerai dari Rima. Surat panggilan sidang itu sudah keluar dan mungkin satu minggu lagi sidang perceraiannya akan dilaksanakan.Banyak perubahan yang terjadi pada diri Iqbal. Termasuk kini dirinya jauh lebih fokus beribadah. Meminta ampun kepada sang pencipta karena selama ini dia sering meninggalkan perintah - Nya. Sejak saat itu hati Iqbal jauh lebih tenang dibanding sebelumnya.Mas Iqbal, ibu sakit. Bisakah kamu pulang dan me
"Di aku butuh pekerjaan."Malam itu Iqbal mendatangi kediaman Adi untuk meminta pekerjaan kepadanya. Mengingat saat ini Adi sudah diangkat menjadi karyawan bagian HRD di tempat bekerjanya yang lama."Wah seorang menantu perusahaan kenapa meminta pekerjaan kepadaku?""Aku sudah menceraikan Rima. Aku sudah tak tinggal di rumahnya. Dan sekarang aku butuh uang untuk memenuhi kebutuhanku sehari - hari.""APA! Bercerai? Kalian baru saja menikah beberapa bulan ini. Bahkan Rima sudah melahirkan anakmu. Kenapa kamu tiba - tiba menceraikannya?""Aku mandul Di. Anak yang dilahirkannya bukan darah dagingku."Adi terkejut mendengar ucapan Iqbal. Iqbal pun mulai menceritakan semuanya. Adi hanya terdiam mendengarkan semua kejadian yang dialami oleh Iqbal."Sepertinya aku terkena karma Di. Dulu ibuku menuduh Andini yang mandul. Tapi ternyata di sini aku lah yang mandul. Seharusnya dari dulu aku mengikuti saran Andini untuk memeriksakan kondisiku ke rumah sakit. Jika tahu aku mandul, tentu aku tak aka
"Begitu rendahnya harga diri ibu di mata wanita licik dan pembohong ini bu.""Iqbal bukan begitu maksud ibu. Ibu hanya ingin menjaga nama baikmu nak. Apa kata orang jika ternyata kamu mandul. Setidaknya jika dengan menjaga rahasia ini, kamu tak akan dihina oleh orang lain. Lagi pula ibu sudah menyayangi Mutiara nak.""Bu, selama ini aku sudah berkorban banyak untuk ibu. Bahkan rumah tanggaku bersama Andini hancur hanya untuk kebahagiaan ibu. Lalu sekarang apakah aku harus berkorban lagi untukmu bu. Apakah selama ini ibu tak memikirkan kebahagiaanku?"Iqbal meneteskan air matanya sembari menatap ibunya itu. Yang ada di pikiran Sari hanya uang dan uang saja. Tentu saja tanpa memikirkan perasaannya. Iqbal tahu ibunya sampai berkata seperti itu karena tak ingin kehilangan menantu kaya seperti Rima. Yang bisa memberikannya banyak uang kepada dirinya. Walaupun sampai harus merendahkan harga dirinya."Ibu hanya ingin yang terbaik untukmu nak.""Sayangnya semua ini bukan terbaik untukku bu. K
Brak!!!Rima terkejut saat melihat Iqbal membuka pintu kamarnya dengan keras. Iqbal berjalan masuk ke dalam dan langsung menjambak rambut istrinya itu."Mas apa yang kamu lakukan. Kenapa kamu menjambak rambutku.""Berani sekali kamu membohongiku Rima.""Maksud kamu apa mas. Aku gak ngerti.""Aku rela bercerai dari Andini hanya untuk bertanggung jawab atas bayi yang kamu kandung. Tapi rupanya semua ini hanya permainanmu saja."Rima seketika terdiam membisu saat mendengar ucapan Iqbal. Perasaan Rima tiba - tiba tak enak. Apakah mungkin Iqbal sudah tahu jika Mutiara bukan darah dagingnya."Mas kamu bicara apa? Aku gak ngerti." Rima pun berpura - pura bodoh. Tak mungkin Iqbal mengetahui rahasianya."Jangan pura - pura tak tahu kamu. Kamu pikir aku masih bisa kamu bodohi. Anak itu bukan darah dagingku kan? Kamu membohongiku Rima. KAMU MEMBOHONGIKU!'Teriakan Iqbal membuat Mutiara bangun dan menangis kencang. Rima membelalakkan matanya saat Iqbal mengatakan hal itu. Rima tak menyangka jika







