Share

Kecurangan Fatih

"Kamu yakin, apartemen ini tidak diketahui Alina?" tanya Fatih sesaat setelah meletakkan koper di sudut ruangan.

"Katanya terserah mau dicarikan apartemen seperti apa? Aku jamin, Alina tidak akan tau," balas seorang wanita.

"Oke, yang jelas, kamu jangan sering-sering datang kemari. Mana tau Alina tiba-tiba menemukan tempat ini."

"Tenang saja, Sayang. Alina itu temannya sedikit. Tidak banyak tau tentang tempat persembunyian semacam ini."

"Baguslah kalau kamu yakin."

"Aku pulang dulu. Keperluanmu sudah aku siapkan. Ada banyak makanan di dalam kulkas. Kalau bosan, bisa pesan makanan cepat saji."

"Terima kasih, Sayang."

"Besok, aku datang ke sini sepulang dari kerja." Usai berucap, Fatih dihadiahi sebuah kecupan mesra pada pipi kirinya, kemudian memberikan pelukan hangat, sesaat sebelum bergegas meninggalkan apartemen.

***

Tidak ada yang lebih menyakitkan selain menjalani sesuatu tanpa adanya pilihan. Setidaknya, itu yang dirasakan oleh Alina. 

Setelah jatuh talak di malam lalu, hari-harinya penuh dengan kenestapaan. Tidak ingin berhenti berjuang, Alina terus mengirim pesan ke handphone Fatih, menanyakan kejelasan alasan sebenarnya talak itu Fatih jatuhkan. Lagi-lagi, hanya hayalan yang ia dapat. Berharap mendapat balasan, bahkan dibuka pun tidak. 

Hingga dini hari, mata enggan terpejam. Mencoba mengingat kembali, mungkin ada pemicu kemarahan Fatih yang berujung talak padanya, tetapi tetap saja tidak mendapat jawab. 

Hatinya nelangsa, tangisan tidak juga membuat luka batinnya mereda. Alina terus dan tanpa henti merutuki nasib sendiri, hingga lelahnya terbawa ke alam mimpi.

Siang di sebuah cafe, Alina sudah menghabiskan setengah dari gelas yang berisi bubble gum. Sepiring menu sederhana teronggok di hadapan. Tadinya ia mulai bersemangat, tetapi setelah mengingat kembali bahwa tempat ini salah satu favorit Fatih, mendadak kehilangan selera.

"Al ...." Seseorang memanggil. Alina menoleh dan langsung mengembangkan senyumnya.

"Sudah lama? Maaf, Mbak tadi meeting dulu. Bagaimana kabarmu? Tidak apa-apa, kan?" Sederet pertanyaan tanpa memberi jeda.

"Baik, Mbak. Setidaknya, saat ini masih sanggup untuk bernafas," jawab Alina pasrah. Netra menatap kosong ke arak luar melalui jendela kaca. Tangannya sibuk mengaduk-aduk isi gelas menggunakan sedotan.

"Kamu tidak sendirian, Al. Ada Mbak Nita di sini."

Anita, seorang teman sekaligus kakak bagi Alina. Ia diangkat menjadi anak oleh Bramantyo, papa Alina sejak usia sepuluh tahun.

"Alina baik-baik saja, mbak. Meskipun terpuruk, aku tidak akan bunuh diri, kok."

"Habisnya panik banget begitu dapat kabar kalau Fatir menceraikan kamu. Padahal hubungan kalian terlihat baik-baik saja."

"Sudah nasib, Mbak. Aku males membahasnya. Kita langsung cari kontrakan saja," pinta Alina.

"Sabar dulu, Al. Cari kontrakan itu gampang. Kamu sudah pikirkan kelanjutan hidupmu setelah bercerai dari Fatih?"

"Maksudnya?"

"Itulah makanya mbak selalu mengingatkan kalau kamu harus punya pekerjaan walaupun sudah menikah, untuk mengantisipasi seperti ini. Begitu Fatih menceraikan kamu dan kamu keluar dari rumahnya, maka satu-satunya yang harus kamu pikirkan adalah bagaimana cara melanjutkan hidup tanpa bergantung pada Fatih."

"Kerja?"

"Nah, itu dia!"

"Tapi aku nggak punya pengalaman kerja Mbak. Pernah bekerja cuma beberapa bulan saja, itupun harus terhenti karena mas Fatih tidak mengizinkan."

"Makanya, jadi perempuan itu jangan terlalu tergantung pada suami."

"Kan nggak tau juga kalau nasibku bakal diceraikan secepat ini, Mbak."

"Ya sudah, habis cari kontrakan, kita bahas pekerjaan."

"Mbak Nita, terima kasih banyak karena masih mau mendengarkan keluh kesahku. Maaf, aku selalu merepotkan Mbak Nita."

"Nggak pa-pa, kamu adikku satu-satunya. Jangan nangis, kita hadapi masalah ini bersama-sama." Anita mengakhiri ucapnya kemudian memberi pelukan penguatan pada Alina, satu-satunya saudara yang ia miliki.

Alina sendiri merasa lebih tenang. Setidaknya, ada seseorang yang bisa ia jadikan tempat untuk menggantungkan hidup yang hanya tinggal secuil itu. Ia tak pernah membayangkan akan mengalami nasib tragis seperti ini. Pernikahan yang baru dijalani enam bulan bersama Fatih, membawanya ke tepian jurang kehancuran. 

Beruntung ada saudara perempuan yang lain, meskipun bukan kandung. Ia bisa sedikit bergantung karena sejak kecil, Alina tidak pernah mendapat cobaan seberat ini.

Hidupnya selalu di atas angin berkat Bramantyo yang selalu memanjakan Alina. Sepeninggalan sang mama di usianya tujuh tahun, Alina menjadi pusat perhatian papanya. 

Hampir tidak pernah mendapat kesulitan dalam hidup, Alina kecil menghabiskan masa remaja bersama Anita yang dipungut Bramantyo dari sebuah panti asuhan. Usia yang hanya terpaut tiga tahun itu, menjadikan Anita lebih dewasa sehingga bisa ngemong Alina yang manjanya luar biasa.

Usai menamatkan pendidikan, Alina dijodohkan dengan Fatih, anak seorang sahabat lama. Demi mengabulkan permintaan terakhir papa, akhirnya Fatih menyetujui perjodohan itu. Sedangkan Anita, bekerja di sebuah perusahaan bonafit dengan gaji yang lumayan besar. 

Sesaat sebelum sakaratul maut, Bramantyo menitipkan pesan agar Anita tidak boleh meninggalkan Alina, dalam keadaan apapun. Alasan itulah yang menjadikan Anita berusaha membuat Alina merasa tidak sendirian ditengah-tengah keterpurukan akibat perceraian.

"Al, kapan kira-kira kamu pindah ke kontrakan?" tanya Anita setelah meninggalkan kontrakan yang sepakat Alina tempati.

"Belum tau, Mbak. Aku masih ingin menemui mas Fatih dulu. Aku butuh penjelasan, Mbak."

"Sebaiknya nggak usah. Toh dia sudah tidak perduli lagi padamu. Semakin cepat meninggalkan rumah itu, akan semakin bagus untukmu, Al. Secepatnya, kamu sudah harus berbenah diri, cari kerja dan cari kegiatan yang positif untuk mengurangi ingatanmu pada laki-laki bre****k itu!"

"Iya mbak, aku paham, akan kupikirkan nanti setelah sampai di rumah." 

Mereka menuruni mobil setelah sepuluh menit dalam perjalanan. Rasa letih yang dialami Alina membuat tubuhnya sedikit lemah. Apalagi semalaman ia hanya tidur beberapa menit saja. Ia sempat terhuyung begitu menaiki tangga teras. Beruntung Anita sigap memeganginya.

Begitu menginjakkan kaki di depan rumah, Alina dikejutkan dengan kehadiran ibu mertua yang sudah menghadang di ambang pintu.

"Loh, buk. Kenapa barang-barang Alina di letakkan di luar?" tanya Anita begitu berdekatan dengan Meri.

"Dari mana mbak Nita tau ini barangku?" Alina balik bertanya pada Anita.

"Em ... coba lihat ini." Anita membuka salah satu kardus yang berjajar. 

"Kok, baju-baju Alina ibu masukkan ke kardus semua?" tanya Alina begitu menyadari jika ucapan Anita terbukti benar.

"Apa belum jelas arti ucapan talak dari Fatih, hah?" Meri beralih ke belakang pintu bagian dalam. Ia menyeret sebuah koper.

"Ini juga sekalian. Barang-barangmu sudah ibu kemasi semuanya, tanpa ada yang tersisa," terang Meri tanpa basa-basi.

"Ibu jangan begitu, dong, Bu. Alina butuh penjelasan dari mas Fatih dulu. Tunggu mas Fatih pulang, baru aku akan pergi dari sini."

"Sudahlah, Al. Mereka sudah membuangmu. Lebih baik kita lekas pergi dari sini. Lagipula, kamu sudah mendapatkan kontrakan." Anita berusaha menasehati.

"Tapi Mbak--"

"Bener kata mbakmu itu. Fatih yang akan mencarimu nanti setelah dia pulang. Itupun kalau ada kepentingan," balas Meri.

"Al, ayo bawa masuk ke mobil barang-barangmu. Mbak akan mengantarmu ke kontrakan."

"Tapi aku akan tetap kembali lagi, Bu. Mas Fatih masih berhutang penjelasan sama Alina." 

"Iya, nanti ibu sampaikan."

Alina menyambar koper di hadapan mantan ibu mertua dengan kasar. Rasa sakit telah merubah sifat anggun menjadi kasar pada sosok ibu yang sangat ia hormati. Anita membantu dengan memasukkan barang-barang yang lain. Kini, mobil miliknya sudah beralih fungsi menjadi mobil pembawa barang.

"Cepat pergi dari sini, Mbak. Aku sudah tidak tahan lagi." Alina menyeka bagian sudut mata, berharap linangan air tidak lagi merembes dari sudut itu, tetapi gagal. 

"Al, ada mbak Nita di sini, kamu tidak sendirian. Sabar, ya?" Anita melajukan kendaraan tanpa menatap seseorang yang masih berdiri di depan pagar. Meri merasa lega karena keinginannya untuk memiliki menantu yang lain akan segera terwujud.

Sementara Alina masih bergelut dengan rasa sakit. Pamor pria paling perhatian yang ia sematkan pada diri Fatih hilang dalam hitungan jam. Ia tidak menyangka akan mendapat predikat janda pada usia semuda ini.

**

"Al, berpisah saat kamu masih sendiri jauh lebih baik. Dari pada berpisah nanti ketika kamu punya anak, ujung-ujungnya nanti malah menambahi beban. Kamu cantik dan masih muda. Mbak yakin, akan banyak pria yang pantas menggantikannya Fatih." Alina berucap sambil memindahkan pakaian Alina ke dalam lemari kecil di sudut ruangan. 

Ia tampak prihatin dengan keadaan adiknya yang masih saja mengucurkan air mata tanpa henti.

"Aku sudah terlanjur mencintai mas Fatih, Mbak. Bahkan dia sendiri tau itu. Mas Fatih juga tau kalau dia segala-galanya bagiku. Bagaimana bisa tiba-tiba aku hidup tanpa dia?"

"Al, belajarlah mengikhlaskan. Akan sulit memang, tapi jangan khawatir. Mbak Nita akan selalu ada untukmu. Sementara kamu belum mendapat pekerjaan, mbak yang akan menanggung biaya hidup kamu." Anita menghentikan aktivitasnya dan berjalan mendekati Alina. Tangan terulur mengelus kepala sang adik dan menempelkan pada dasarnya. Mencoba menularkan energi positif dengan sedikit sentuhan.

Air mata Alina membasahi kemeja Anita yang sedang memeluknya. Hijab berbahan satin yang dikenakan Alina pun tidak lepas dari kucuran air mata yang malah mengalir semakin deras.

"Aku belum ikhlas, Mbak." Alina terus tergugu. Punggung itu terguncang oleh sebab isakan yang berubah menjadi tangisan keras.

"Sudah, ah! Papa bakal sedih di alam sana kalau melihatmu seperti ini. Sudah!" Kedua tangan menangkap pipi Alina dan membersikan sisa-sisa rembesan air mata.

"Di kantor mbak, kayaknya ada lowongan pekerjaan, tapi ya ... kamu harus mendaftar seperti yang lainnya. Siapa tau beruntung. Mbak akan usahakan supaya kamu bisa diterima."

"Beneran Mbak?"

"Masa Mbak bohong! Sudah jangan bersedih lagi. Sudah saatnya kamu bangkit. "

"Terima kasih, ya, Mbak?"

"Iya, sama-sama." Anita menjauhkan diri dari Alina ketika handphone di dalam tas berdering. Ia berbicara sejenak sebelum mendekat kembali pada adiknya.

"Mbak harus pergi sekarang. Ada teman yang menunggu."

"Mas Adam, ya?" tebak Alina dengan memaksakan diri untuk tersenyum.

"Iya. Mas Adam baru pulang dari luar kota. Mbak pamit dulu, ya?" Anita meninggalkan sebuah kecupan pada kening Alina dan bergegas meninggalkan kontrakan. 

Anita tampak sangat bersemangat karena akan segera bertemu dengan pangeran pujaan hati. Seorang pria yang membuatnya mampu bertahan di tengah rasa sakit yang berusaha ia tekan sendiri. Seorang pria yang mampu menghidupkan kembali obor kehangatan di dua tahun terakhir ini.

**

Sementara di belahan bumi yang lain, Fatih masih berkutat dengan layar laptop. Dua hari ini, ia sengaja membawa semua pekerjaan ke apartemen, tempat tinggalnya yang baru. 

Fatih ingin melupakan sejenak masalah pelik rumah tangga bersama Alina. Betapapun ia menyadari bahwa, hidup bersama Alina enam bulan terakhir ini sudah banyak membawa perubahan positif. Namun di sisi lain, perasaan seseorang yang sudah menunggunya bertahun-tahun lalu tak layak ia abaikan. 

Cinta itu telah berhasil mengalihkan segala perhatian Fatih. Dan tidak akan tertembus oleh kedatangan Alina yang mencoba mencari tempat di sisi yang lain.

Tiba-tiba Fatih dikejutkan oleh suara pintu yang terbuka. Seseorang sudah berdiri di depan pintu memberikan senyum termanisnya.

"Hai," sapa Fatih pada sosok wanita muda yang sudah ia nanti-nantikan kehadirannya.

"Hem, maaf terlambat, Sayang," jawabnya sambil meletakkan tas kecil di atas sofa yang Fatih duduki.

"Tak apa. Aku juga masih menyelesaikan pekerjaan. Kayaknya kamu capek banget, dari mana saja?" Fatih menepuk pelan sofa kosong di sampingnya, memberi arahan agar segera diisi. 

"Bantu-bantu Alina, tau! Sudah pindah ke kontrakan dia sekarang," jawabnya sambil melepaskan bobot tubuh di samping pria yang sudah lama menantinya.

Next

Mga Comments (8)
goodnovel comment avatar
Januar
lho lho lhoooooo gak bahaya ta???
goodnovel comment avatar
Serius Lase
waduhhhh ......ternyata
goodnovel comment avatar
Satria izzet ilhami
bener dugaanku... ternyata si Anita pecundangnya
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status