Share

Tujuh

Penulis: Ummatul Khoiroh
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-30 13:29:49

Maria terpaku saat melihat seorang wanita melewatinya begitu saja. Ia yang berada di teras rumah bersama Bilqis hanya bisa tersenyum tipis. Mungkin saja wanita itu sudah biasa keluar masuk rumah mertuanya, pikirnya.

"Bu Mayang? Assalamu' alaikum!"

Maria menjawab salam wanita itu pelan. Ia lantas berdiri dan menghampiri. "Maaf, saya panggilan Ibu di dalam, ya. Silakan Mbak duduk dulu," ucapnya dengan begitu sopan.

Wanita di hadapan Maria itu menatap Maria sinis. "Kamu ... siapa? Aku tidak pernah melihatmu di sini? Calon pembantunya Bu Mayang, ya?"

Wajah Maria terlihat kaget. "S- saya ...."

"Eh, Erlin! Masuk, Er!" Bu Mayang dengan antusias langsung merangkul pundak Erlin, wanita yang tadi ia telpon. Ia lalu mengajak wanita bertubuh semampai dan berkulit putih itu duduk.

"Kamu makin hari makin cantik saja, Lin. Kamu datang ke sini, lalu bagaimana dengan tokomu?" tanya Bu Mayang. Tak lupa tangannya mengusap bahu Erlin, menunjukkan betapa ia menginginkan menantu seperti Erlin.

"Udah ada yang jaga, Bu."

"Wah, benar- benar pengusaha muda yang sukses," puji Bu Mayang. "Dani, ini loh Erlin. Teman masa remajamu dulu," cetusnya seraya menatap anak lelakinya.

Dani tersentak saat sang Ibu menyebut namanya. "Oh, i- iya," sahutnya. Mendadak merasa gugup karena sejak tadi dirinya terpesona pada Erlin.

Dani tak bisa memungkiri bahwa sekarang pesona Erlin begitu memabukkan. Dulu, gadis itu sangat jauh dari tipenya. Namun, sekarang, justru penampilan gadis itu jauh berbeda. Cantik, seksi, putih, dan sukses. Malahan, istrinya tak ada apa- apanya dibanding Erlin.

Sang istri yang notabennya hanya seorang ibu rumah tangga, memang terlihat membosankan. Maria tak pernah berdandan untuk sekadar menyenangkannya. Wanita yang telah ia nikahi delapan tahun lamanya itu terkadang membuatnya jenuh karena tak menggairahkan lagi.

"Erlin, dia Dani. Putraku. Ingat nggak kamu?" Bu Mayang tersenyum manis. Ia seolah tak menganggap jika Maria ada di sana.

Erlin menatap Dani dengan senyum manisnya. Membuat Dani merasa berdebar- debar karenanya. "Tentu saja saya ingat, Bu. Mas Dani tidak berubah, ya. Masih sama seperti dulu. Hanya saja ... sekarang sudah menikah," tukasnya.

Dani terkekeh pelan. "Iya. Kalau kamu sudah menikah belum?" sahutnya.

Erlin mendesah berat. "Belum, Mas. Masih belum ada yang cocok," sahutnya.

"Belum ada yang cocok, apa karena masih belum melupakan masa lalu kamu, Er?" timpal Bu Mayang yang saat ini seperti mak comblang. Hanya saja ia salah karena pria yang hendak ia comblangkan sudah punya istri.

Sementara itu Maria merasa kehadirannya hanya sebatas pajangan yang tak dianggap. Ketiga orang yang berada dalam ruangan yang sama berbicara begitu akrab, tanpa berniat mengajaknya. Yang lebih menyakitkan, Ibu mertua yang selama ini ia hormati dengan tega membawa masuk wanita lain dan diperkenalkan kembali pada suaminya.

"Mas, sudah semakin sore. Ayo, kita pulang." Maria akhirnya buka suara. Ia tak kuat jika terus menyembunyikan luka dalam hatinya melihat sikap ibu mertuanya yang begitu baik pada wanita lain.

"Eh, Maria. Kenapa buru- buru? Nanti saja lah. Ini loh ada Erlin. Ibu lupa mau ngenalin kamu juga," kata Bu Mayang tanpa rasa bersalah.

Erlin menatap Maria. "Memang dia siapa, Bu?"

"Dia ini ... istrinya Dani, Lin. Maria," jawab Bu Mayang.

"Oh, benarkah? Sudah lama sekali, ya. Padahal waktu kalian nikah aku datang loh. Tapi, kenapa penampilan istri Mas Dani berubah, ya? Sungguh, aku kira tadi siapa, maaf, ya. Aku nggak tau kalau Mbak ini istrinya Mas Dani." Erlin tersenyum, hingga kedua matanya menyipit. Sangat terlihat menggemaskan di mata Dani.

"Iya, nggak papa, kok," sahut Maria. Dugaannya bahwa Erlin wanita kurang adab sepertinya salah. Ternyata wanita itu hanya tidak mengenalinya saja.

"Maria ini cuma ibu rumah tangga biasa, Lin. Makanya penampilannya begini. Emang, kurang sedap dipandang mata. Beda sama kamu yang udah jadi juragan. Cantik, bersih, dan wangi," tukas Bu Mayang, tanpa memedulikan perasaan Maria.

"Bu Mayang bisa saja," kata Erlin diiringi oleh kekehan.

"Kita pulang, Mas!" Maria tanpa sadar membentak Dani hingga membuat Bu Mayang dan Erlin terkejut.

"Maria, nggak ada sopan- sopannya kamu!" Bu Mayang mendelik menatap sang menantu yang berkaca- kaca.

Maria menunduk. "Maaf, kalau Mas Dani masih mau di sini, saya pulang sendiri saja bersama Bilqis. Assalamu' alaikum," salamnya, berpamitan. Ia meraih tangan Bilqis dan pergi begitu saja.

"Hei, Maria tunggu!" teriak Dani saat Maria berjalan cepat keluar rumah.

"Dani, sudah biarkan saja! Istrimu bisa pulang sendiri. Kamu di sini saja dulu. Lagian kamu belum makan. Kamu kan juga lama nggak ketemu Erlin," sela Bu Mayang saat Dani hendak mencegah kepergian Maria.

Dani menarik napas dan membuangnya perlahan. "Iya, Ibu benar. Lagian Maria sudah tidak terlihat. Dia pasti marah."

"Punya hak apa dia marah. Udah, nggak usah ngurusin istrimu yang gak becus itu. Dia sudah bisa ngurus dirinya sendiri. Dia juga bisa menjaga Bilqis sendirian," kata Bu Mayang yang membuat Dani yakin untuk tak menyusul Maria.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Nafkah Yang Salah   Calon Istri

    Di belakang Maria ada wanita paruh baya dan pria yang sangat dikenal Dani. Arfan. Sebenarnya ada hubungan apa antara Maria dan Arfan? Melihat Maria malam ini, entah mengapa ada rasa tak terima jika melihat Maria bersama pria lain."Dia mantan istrimu, kan? Waw, dia terlihat sangat berbeda malam ini," celetuk Erlin.Dani bergeming. Ia masih terpaku dengan penampilan Maria yang jauh berbeda dari biasanya. Wajah yang terbiasa polos dan berminyak, kini tampak segar dan cantik karena polesan make up. Baju yang biasanya lusuh, kini tampak bagus dan anggun. Begitu pula dengan Bilqis. Ah, Bilqis sangat mirip dengannya. Apa iya Bilqis bukan darah dagingnya? Mendadak hatinya gundah."Mas?" Erlin melambaikan tangan di depan wajah Dani. "Kamu merhatiin Maria dari tadi?" semprotnya tak terima."Enggak. Aku cuma lagi nahan kebelet, Lin. Aku tinggal ke kamar mandi sebentar, ya.""Hem, ya pergilah!" ***"Maria, kamu boleh makan apa saja yang kamu suka. Bilqis juga. Kamu makan apa saja yang kamu mau,

  • Nafkah Yang Salah   Ragu

    "Ya ampun, kenapa dengan wajahmu? Kenapa babak belur begitu, Daniii?" Bu Mayang histeris melihat wajah anaknya terdapat luka lebam di beberapa titik.Dani melengos saat ibunya hendak menyentuhnya. Ia duduk di sofa dan membuang napas kasar. Hari ini ia dilanda sial bertubi- tubi. Dan hatinya mulai terusik dengan ucapan Arfan tentang Maria dan Bilqis. "Bu?""Eh, iya?" Bu Mayang yang masih syok lantas duduk di samping Dani."Tadi, Yusuf datang dan menghajarku di kantor. Dia sudah tau kalau aku menceraikan Maria."Bu Mayang melotot. "Oh, jadi yang memukulimu kakaknya Maria? Berani sekali dia. Dia pasti gak terima kan kalau adiknya dicerai? Dia pasti bingung sekarang adiknya mau hidup dengan cara apa. Toh, kamu udah gak kasih nafkah sama mereka," cibirnya."Iya. Tapi, aku ragu kalau Maria jual diri, Bu. Aku ragu sekali."Bu Mayang mendengkus. "Jangan termakan ucapan Yusuf. Dia tak akan terima adiknya dihina meski faktanya begitu. Ibu pastikan kalau Yusuf nanti akan dapat balasan karena su

  • Nafkah Yang Salah   Penurunan Pangkat

    "Revan Bagaskoro, Ferry Danco, dan Dani Aulia Akbar!"Dada Dani mendadak sesak mendengar namanya disebut."Untuk ketiga nama yang barusan saya sebut, segera temui personalia unruk menanyakan jabatan baru dan alasan pemindahan kalian. Terima kasih!Semua orang bertepuk tangan. Tak ada yang protes karena tahu bahwa selama dua bulan terakhir, ketiga nama itu memang bekerjanya kurang baik dan banyak kesalahan sehingga membuat perusahaan rugi.***"Apa? Saya jadi karyawan biasa? Apa salah saya? Padahal saya tidak membuat kesalahan besar. Saya juga cuma sekali saja membuat laporan salah!"Dani mencoba bernegosiasi. Bagaimana mungkin. Dirinya yang seorang manager tiba- tiba jadi karyawan biasa? Apa kata orang- orang nanti? Ditambah lagi satu bulan lagi ia akan melangsungkan pernikahan dengan Erlin."Ini perusahaan Atmaja, Pak Dani. Pimpinan tidak menolerir kesalahan besar meski cuma sekali. Anda adalah manager. Seharusnya Anda bisa lebih cerdas dalam mengerjakan sesuatu," tutur Pak Radit.Da

  • Nafkah Yang Salah   Syok

    Dani mengusap wajahnya. Kepalanya terasa berdenyut saking kagetnya ia saat tidur dibangunkan secara paksa. "Iya. Ayo!" Dengan malas, Dani berjalan menuju aula sambil membawa laporan yang baru saja selesai ia buat."Pak, maaf, saya terlambat memberikannya pada Anda," ucap Dani pada Bima yang sudah duduk di kursinya.Bima berdeham, menatap Dani tajam. "Duduk di tempatmu! Sebentar lagi Pak Arfan akan datang!" titahnya."Baik, Pak." Dani menatap semua dewan direksi. Mereka semua tampak gugup. Apa ada hal besar yang akan terjadi sampai mereka bersikap seperti itu Bukankah rapat ini hanya rapat biasa di mana pemilik asli perusahaan Atmaja akan muncul untuk pertama kalinya? pikirnya."Do, kenapa semua terlihat tegang, ya? Aku heran." Dani berbisik pada Edo yang duduk di sisi kanannya. Ia bicara tanpa menoleh pada Edo agar tak menampilkan rasa curiga pada Bima yang tampak mengawasi."Bakalan ada pemindahan jabatan."Dani terkejut. "Kenapa mendadak?" sahutnya, hampir saja suaranya meninggi."

  • Nafkah Yang Salah   Tidak Fokus

    "Kamu kenapa, Dani?"Dani berpapasan dengan Edo. Teman dekatnya di kantor. Edo pula yang mengetahui segala sesuatu yang terjadi dalam hidup Dani. Termasuk perceraian Dani dengan Maria.Dani melengos. Hatinya masih dikuasai amarah karena tak terima dengan perlakuan Yusuf padanya."Kamu habis bertengkar, Dan?" Lagi, Edo melempar tanya pada Dani karena pria beralis tebal itu tak kunjung menjawab."Tak usah bertanya, Do! Pusing kepalaku! Mana kerjaan belum selesai!" Dani menjawab ketus. Edo berdecak. "Apa ada hubungannya sama Maria?" tebaknya.Dani menatap Edo dengan sinis. "Oke, oke. Aku tak akan lagi bertanya. Tanpa kau jawab pun aku sudah tahu," cetus Edo. "Oh, ya. Aku mau ngasih kamu kabar kalau hari ini pemilik perusahaan ini akan datang. Kita disuruh bersiap. Apalagi momen ini adalah kejadian langka," paparnya."Pemilik perusahaan? Bukankah pemilik perusahaan ini adalah Pak Subandi?" Dani mengangkat satu alisnya.Edo tergelak. "Banyak yang terkecoh. Pak Subandi itu cuma orang kepe

  • Nafkah Yang Salah   Mas Yusuf

    Yusuf bergeming. Ia bisa merasakan penyesalan yang mendalam di hati Ayahnya. Tangannya terkepal kuat, menahan emosi yang menggelegak dalam dada. "Ayah jangan menangis lagi. Ini sudah menjadi takdir Maria. Ayah juga tak salah. Yang salah adalah Dani karena dia sudah melanggar janji- janjinya pada kita." Yusuf merangkul pundak ayahnya. "Aku akan membuat perhitungan pada Dani besok!" tegasnya.Pak Yudi hanya diam. Ia tak bisa melarang Yusuf. Sebab, kehormatan mereka terletak pada Maria.***Maria kaget saat melihat kakaknya tiba- tiba tidur di sofanya. 'Kapan Mas Yusuf datang? Kenapa aku tidak tahu? Apa Ayah tahu?' batinnya."Mas? Mas Yusuf!" Maria menggoyangkan tubuh Yusuf."Hem, sudah pagi ternyata," racau Yusuf sembari mengumpulkan jiwanya usai bangun tidur. Ia lantas duduk dan menatap adiknya yang nampak sudah rapi."Mas Yusuf kapan datang? Kenapa tidak membangunkanku?""Tadi malam. Kenapa aku harus membangunkanmu? Aku tidak mau mengganggu tidurmu. Aku tau, hanya dalam tidur kamu bi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status