Gemerlap malam dihiasi oleh lampu disko yang berwarna-warni dan dengan dentuman musik yang mengiringinya, tak membuat seorang perempuan yang sedari tadi membenamkan wajahnya setelah menenggak habis segelas whiski kembali bergerak.
Perempuan itu adalah Zeta Primrose Cydney. Ini merupakan kali pertamanya menginjakkan kaki di sebuah club malam karena ajakan sahabatnya, Sena.
Sialnya, Zeta tak tahu apa yang baru saja ia minum sehingga tubuhnya bereaksi aneh. Ada sesuatu yang menjalari tubuhnya. Rasanya panas dan hasrat birahinya bergejolak. Tangannya menekan bagian intinya yang sudah berdenyut-denyut, ingin dimasuki. Zeta tak berhenti memberikan sapuan ke tubuhnya yang mulai bergetar.
"Ah... Ah..." Zeta belum puas jika hanya menekannya. Ia perlu seseorang. Bertepatan dengan itu, tangan Zeta tak sengaja mengibas lengan seorang pria yang melewatinya.
Zeta tak mau menyia-nyiakan hal ini. Ia harus segera bertindak agar terbebas dari siksaan ini. Walau, artinya ia juga harus merelakan keperawanannya diambil oleh seseorang yang tak ia kenal.
Seorang pria jangkung dan gagah. Matanya biru gelap seperti indahnya pemandangan laut di malam hari itu membalas tatapan memelas Zeta. Mata indah itu, Zeta ingin memasukinya lebih dalam lagi. Namun, sang pria tak mengizinkannya.
Pria itu menepis tangan Zeta dengan sekali hentakan. Tatapannya tak acuh pada Zeta, seakan sudah muak melihat perempuan yang menggodanya seharian ini. Tapi, Zeta terlihat berbeda. Wajah polos Zeta seolah menghipnosis, badan Jack ikut merespon apalagi juniornya.
"Apa maumu, Sayang?" tanya pria itu akhirnya. Suaranya serak, dalam, dan sangat sensual. Zeta merasakan bagian bawahnya itu berdenyut kembali. Bahkan ketika kulit lembutnya bersentuhan dengan kulit pria asing itu, rasanya bulu kuduknya berdiri semua, ia jadi ingin lebih, tidak sekadar sentuhan kulit saja.
"Tolong aku. Aku mohon, Tuan," pinta Zeta dengan mata yang berkaca-kaca serta tubuhnya bergetar hebat. Peluh mulai menghiasi wajahnya yang cantik.
Si pria menelan ludahnya dengan susah payah. Mungkin, kalau ia tidak sedang kelelahan dan tidak tergesa-gesa, pasti ia sudah menyerang perempuan itu di sini sekarang juga.
"Tolong aku," pinta Zeta kembali. Ia meraih tangan si pria dan menangis. Ia sudah tidak kuat, ia kesakitan.
Si pria mengernyit, ia mengamati Zeta dari atas sampai bawah dengan penuh kritik. Ada yang tak beres dari perempuan itu. Ah... Ia baru sadar, kalau perempuan di depannya berada di bawah pengaruh obat perangsang. Sial!
Si pria menoleh ke kanan dan kirinya, sedang memastikan sesuatu. Ia lalu kembali menatap Zeta yang sekarang bergerak gelisah di kursi yang diduduki.
"Jadi, apa yang bisa kubantu, Sayang?" tanya si pria dengan nada yang semakin menggoda, membuat urat Zeta semakin menegang.
Zeta tersenyum. "Bantu aku lepas dari rasa sakit ini. Tiduri aku, Tuan," rintihnya seraya menunjuk ke arah bagian bawahnya. Ia memakai dress mini sehingga di saat ia menunjuk ke bagian sensitifnya, si pria bisa melihat kalau bagian sana sudah basah.
"Baiklah. Aku akan memuaskanmu malam ini." Si pria mengangguk paham. "Kau akan menikmati permainanku."
"Terimakasih, Tuan."
Pria itu segera memberikan isyarat kepada pria lain yang sedari tadi berdiam diri di belakangnya, menyuruh untuk segera menyiapkan mobil.
Jack Olivander Jeffrod menatap perempuan itu sekali lagi, seketika juniornya mengeras.
"Ckk... Sial," runtuk Jack sembari membawa Zeta ke dalam gendongannya.
Dalam beberapa menit saja, mobil yang ditumpangi Jack sudah sampai di sebuah gedung besar dan mewah. Tak perlu lama untuk Jack mencapai pentahouse miliknya yang jaraknya hanya beberapa kilometer dari club yang ia datangi tadi.
Jack merenggut tubuh Zeta ke dalam pelukannya sambil berdesis, "Mari kita lihat sampai mana jalang ini bisa bertahan." Jack menghiasi wajah tampannya dengan seringaian yang serupa senyum iblis.
Pria yang memegang kendali setir hanya bisa melihat Jack memeluk dan mencium perempuan di jok belakamg dari kaca yang menempel di atasnya.
"Ehemm..." Sang pria berdehem, mengingatkan Jack untuk segera bergegas. Selama bertahun-tahun ia bekerja di bawah naungan perusahaan Baron yang dipimpin oleh Jack sendiri, ia hafal betul kalau tuannya itu sudah tak bisa menahan diri untuk segera mencicipi tubuh perempuan itu. Bahkan, lima perempuan tak membuat Jack terpuaskan. Pria itu selalu ingin lagi dan lagi.
Jack mengerti arti deheman Aiden, pengawal pribadi sekaligus orang kepercayaannya itu.
Jack melesat menuju ke pentahouse mewah miliknya yang terdapat di lantai teratas gedung Jequlin. Gedung berarsitektur seni yang tinggi, bahkan untuk setiap inci hiasan yang terukir di batu dinding itu didatangkan langsung dari Roma. Bisa dibayangkan betapa indah dan megahnya gedung ini.
Jack telah sampai ke pintu pentahousenya setelah melewati beberapa lantai dengan lift. Bahu kekarnya mendorong pintu sampai terbuka lebar. Tangannya yang kokoh membawa tubuh Zeta ke atas kasur dengan kasar.
"Arghhh..." Zeta mengaduh kesakitan saat punggungnya terhempas di atas kasur, meskipun kasur tersebut sangat empuk, tapi tetap saja membuatnya terkejut setelah tadi Zeta sempat tertidur sebentar.
"Kau cantik juga, Sayang." Jack menyambar bibir Zeta dengan rakus.
Sementara itu Zeta yang masih terpengaruh obat perangsang yang sangat kuat tak segan-segan membalas ciuman Jack yang semakin membuatnya menggelinjang liar. Ia ingin lebih.
"Masuklah, Tuan." Zeta melebarkan kedua kakinya, memperlihatkan bagian sensitifnya tepat di depan wajah Jack.
"Ah, bukannya kita perlu pemanasan dulu, Sayang." Jack membelai wajah Zeta lembut, dan menariknya mendekat. Jack mulai mempermainkan tubuh Zeta, sampai keduanya bersatu di bawah gelapnya malam yang hanya berhiaskan lampu yang menyala remang-remang.
"Shit! Kau masih virgin, dan lihatlah milikku bisa berdiri tegak!" pekik Jack terus menghujam Zeta tanpa ampun, melepaskan semua cairan kenikmatan di luar, karena Jack tak mau terikat oleh perempuan mana pun hanya karena perempuan tersebut mengandung anaknya.
-To Be Continued-
Sinar matahari mulai mengintip dari balik tirai yang tersingkap, silaunya menyentuh kedua mata seorang perempuan yang masih tenggelam dalam kenikmatan tidur pulasnya.Perempuan itu menggeliat berkali-kali. Sampai rasa tidak nyaman, sedikit nyeri ia rasakan di antara pangkal pahanya.Zeta terjingkat bangun, ia langsung menyibak selimut yang tadi membungkus tubuhnya dengan manja. Betapa terkejutnya Zeta ketika mendapati tubuhnya polos tanpa ada sehelai benang pun yang menutupinya. Kedua matanya ia giring melihat bagian intinya. Maka semakin terkejutlah Zeta kala menemukan noda darah di selimut yang ia pakai.Astaga, Siapa yang telah melakukan ini? Siapa pria yang telah merampas milikku yang berharga? Pikiran Zeta semakin rancau. Tak terasa beberapa butir kristal bening jatuh dari kedua pelupuk matanya. Zeta terisak, ia tak pernah menduga kalau ia akan merelakan kesuciannya dengan mudah. Zeta jijik dengan tubuhnya. Zeta merasa dirinya kotor, dia jalang.Zeta
Zeta terus menggiring kedua kakinya masuk ke lift. Di dalam hatinya ia tak henti-hentinya merapalkan doa. Zeta sesekali menunduk ketika berpapasan dengan orang lain. Matanya terus berkeliling dengan penuh was-was, menghindari pandangan yang tertuju padanya dengan penuh kritik. Zeta menunduk lebih dalam lagi, ia menyadari kalau pakaian yang dipakainya saat ini sangat kontras dan tak sesuai jika digunakan ketika pagi yang cerah seperti sekarang ini. Zeta tak memusingkan hal itu. Yang terpenting ia harus pulang ke apartemen sederhananya dengan cepat. Sesampainya ia di luar gedung mewah itu, Zeta yang kebetulan melihat sebuah mobil taksi lewat segera menghentikannya. "Pak!" teriak Zeta tak sabar seraya melambaikan tangan kanannya ke depan. Sopir taksi menghentikan mobilnya tepat di depan Zeta, dengan sebuah anggukan darinya, Zeta pun masuk ke dalam taksi. Zeta tak membawa sepeser pun uang, ia akan membayar ongkos taksi ketika sudah s
Di tempat lain. Di sebuah gedung perusahaan yang berdiri kokoh di kota Chicago ini, Baron group namanya. Seorang pria bermata biru gelap dengan rambut coklat gelap yang tertata rapi dengan baluran pomade duduk di kursi itu menyilangkan kakinya menghadapi pengawalnya yang baru sampai di kantor beberapa menit yang lalu. "Tuan, kenapa Anda tidak memperbolehkan saya untuk mengikutinya?" tanya Aiden dengan sangat sopan. Tangannya saling bertautan di belakang badannya yang gagah dan tegap. "Memangnya dia siapa? Dia kan hanya jalang murahan yang menginginkan sentuhan dariku," balas Jack tak acuh. Begitulah nasib para jalang yang bertemu dengan Jack. Setelah dimasuki, dinikmati, lalu dibuang. Meskipun begitu, para perempuan itu begitu tergila-gila oleh ketampanan Jack, ditambah lagi pria itu sudah mapan dengan kekayaan yang dimilikinya terbilang sangat fantastis. Tidak ada yang tak mengenal Jack, si CEO tampan dari Baron group. Selain itu tubuh Jack seper
Sudah lewat satu hari, sesudah apa yang Zeta alami. Dalam tidurnya yang nyenyak, ada ketukan pintu yang terus berdengung mengganggu ketenangan Zeta.Zeta mengerjap kedua matanya dengan sebelah tangan menggosok matanya itu. Dengan malas ia memaksakan tubuhnya berdiri dan berjalan mendekat ke arah pintu.Ceklek...Pintu terbuka, memperlihatkan sesosok laki-laki yang tak lain ialah Anthony, pacar Sena, sahabat Zeta."Oh... Anthony. Ada apa ke sini? Kemarin Sena sudah membawakan ponselku, jadi kau tak perlu repot-repot ke sini." Zeta berdiri di ambang pintu, mencegah pintunya terbuka lebar untuk Anthony masuki."Sena yang menyuruhku ke sini, dia membelikanmu bubur. Dia sangat mengkhawatirkanmu. Apalagi ketika dia tahu kalau kau pulang duluan meninggalkan kami di club karena alasan sakit." Anthony berucap seraya memperlihatkan sebuah kotak makanan di tangan kanannya."Baiklah, terimakasih." Zeta menunjukkan sudut mulut yang terangkat, membe
Anthony menatap calang Zeta, ia meraih dagu perempuan itu dengan kasar dan meleparnya. "Tidak ada seorang pun yang akan meno..." Belum juga Anthony menyelesaikan ucapannya, pintu berhasil dibuka dengan sekali tendangan. Anthony terbelalak melihat pria bertubuh kekar dengan balutan jas yang berhasil mendobrak pintu yang tadinya sudah ia kunci agar tak ada yang mengganggunya ketika menikmati Zeta. Sial! Anthony terdiam dengan mata memandangi pria tersebut dengan heran. Siapa dia? Anthony tak habis pikir ada pria macam ini di sekitar apartemen Zeta yang kecil dan sunyi. Bug... Pria itu melayangkan sebuah pukulan yang tepat mengenai wajah Anthony. Pria itu menatap datar Zeta, memastikan kalau ia tak salah sasaran. Ia lalu beralih ke laki-laki yang mengangkat tangannya, siap untuk memberikan sebuah pukulan. Tapi, Anthony tak sebanding dengan pria yang ada di depannya itu. Dari perawakannya saja Anthony sudah kala
Aiden berdehem untuk membuyarkan lamunan Zeta. Zeta terperanjat kaget dan mengulas senyum karena malu."Silahkan masuk, Nona. Koper Anda biar saya yang urus." Aiden membukakan pintu untuk Zeta.Zeta mengangguk cepat dan bergegas masuk ke mobil. Matanya terus berkeliling dengan sangat terpukau, tangannya tak berhenti memberikan sapuan pada jok mobil yang bisa dipastikan untuk joknya saja harganya sudah sangat mahal. Baru kali ini Zeta menduduki mobil semewah ini. Sungguh luar biasa, pikir Zeta mengamati setiap inci mobil tersebut.Aiden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi namun tetap hati-hati. Dari kaca yang menempel tepat di atasnya, Aiden melirik sekilas Zeta dengan penuh pengamatan. Perempuan di belakangnya sangat polos, tak seperti perempuan-perempuan lain yang pernah berhubungan dengan tuannya.Drttt...Ponsel Zeta bergetar. Terdapat satu panggilan masuk dari Sena ketika Zeta membuka layar ponselnya itu."Bolehkah aku menerima pa
Zeta terlonjak kaget di saat sebuah tangan berhasil masuk ke dalam celana dalamnya dan menusuk bagian sensitifnya dengan cukup dalam. Zeta tercekat, suaranya tersangkut di tenggorokan kala pandangannya beradu dengan dua manik mata berwarna biru gelap di depannya. "Anda siapa?" tanya Zeta ketika berhasil membuka mulutnya. Ia berusaha untuk menghindari kejaran mata biru gelap itu yang seakan-akan ingin menelan Zeta dengan penuh nafsu. "Berhenti, Tuan. Aku mohon." Zeta tak tahan ketika sebuah tangan di bawahnya mengocok miliknya dengan kasar. Zeta menggigit bibir bawahnya, dengan segera ada sebuah rasa yang ikut bergelora. Rasa yang pernah muncul ketika meminum obat perangsang yang diberikan Anthony brengsek. Kalau begini, aku tak bisa tahan. Batin Zeta ingin menangis. Sedetik kemudian air matanya sudah tumpah ruah menghiasi wajahnya yang cantik. "Hush... Jangan menangis, Sayang. Nikmati saja." Tangan kekar Jack membelai lembut pipi Zeta, menyingkirkan b
Seketika tubuh Zeta merinding, bulu kuduknya berdiri tegak saat bayang-bayang tangan laknat itu kembali menjamah tubuhnya. Pasti pria itu yang memakaikan pakaian ini untuk Zeta. Kenapa semua harus berwarna pink? Zeta jadi terlihat seperti seonggok boneka barbie yang baru saja didandani. Ceklek... Suara pintu yang terbuka lebar berhasil menyita perhatian Zeta yang sedari tadi mengutuki pria brengsek dan baju tidur pinknya. "Permisi, Nona. Anda dipanggil Tuan di ruang makan," ucap seorang perempuan setengah baya dengan memakai baju maid. Tatanan rambutnya sangat rapi, tergulung ke bagian belakang. Zeta terus mengamati pelayan tersebut. Mungkin, jika ibunya masih hidup pasti usianya seperti perempuan ini. "Permisi, Nona. Mau saya antar?" ucap si pelayan kepada Zeta. "Untuk selanjutnya saya yang akan mengurus Nona di sini," timpal perempuan itu lagi. "Mungkinkah kau yang memakaikanku pakaian ini?" Pertanyaan Zeta