"Roy, setengah jam lagi jam makan siang habis. Aku tidak mau terlambat," tegas Gera menutupi tubuhnya dengan bantal sofa.
Tak peduli dengan apa yang Gera katakan, Roy hanya fokus melanjutkan langkahnya.
"Roy, kita bisa melakukan itu nanti di rumah," kata Gera lagi. Namun Roy sudah terlalu dekat.
Gera harus segera mencari alasan agar Roy tak jadi melakukan itu padanya. "Sudah terlanjur sampai, sayang!" bisik Roy.
"Roy, aku janji kita akan melakukannya di rumah. Tapi tolong, saat ini aku sangat lapar!" Gera memekik tertahan. Ia benar-benar tak tahu harus beralasan apa pada Roy.
"Gera! Kau membuatku harus menahan semuanya!" Roy menggeram kesal. Jika sudah menyangkut kesehatan Gera, ia tak bisa menolak itu semua. Ia kesal sendiri dan terpaksa menelan keinginannya yang sudah membara di ubun-ubun.
Wanitanya hanya merespon dengan cengiran kha
Gera bersama Roy turun. Mereka mengekor triplets yang sangat semangat di rumah ini. "Papa, kapan kita akan tinggal di sini? Ray ingin tinggal bersama Papa," tanya Ray. "Iya. Rico juga ingin tinggal di sini agar bisa bermain bersama Papa. Kakek sudah tidak bisa bermain lama-lama. Mudah kelelahan," tambah Rico. "Secepatnya kita akan tinggal di sini bersama Mama," jawab Roy mengundang sorak gembira anak-anak mereka. Rio berhenti tiba-tiba, membuat yang lain juga ikut menghentikan langkah mereka. "But wait! Papa dan Mama pergi bekerja. Akan lebih baik bersama Kakek. Walau sudah tua tapi tetap bersama kita. Kasihan juga Kakek. Tidak ada teman," ujar Rio. Gera senyum dan terenyuh mendengar apa yang dikatakan oleh Rio. Dia memang yang paling teliti dalam segala hal. Dia yang paling lama berpikir. Namun selalu menjawab dengan etis. "Rio benar! Kita bersama Kakek saja. Kan
"Ke daerah mana yang kau inginkan di Sumba, sayang?" Roy bertanya saat mereka dalam perjalanan pulang. Tidak langsung menjawab, Gera hanya tersenyum. "Aku ingin pergi ke Waingapu, Sumba Timur. Dulu di sana ada temanku. Tetapi sampai sekarang aku tak pernah bisa mengunjunginya. Aku harap ketika kita ke sana, aku bisa bertemu dengannya," tutur Gera. "Hanya itu?" tanya Roy. "Tidak. Di sana akan ada banyak perbukitan sejauh mata memandang. Aku ingin sejenak di sana dan melepas penatku," jawab Gera dengan senyum yang sarat akan kebahagiaan. Tak mau mengganggu khayalan wanitanya, Roy hanya diam dan fokus menyetir. Sesekali ia melirik Gera yang masih setia dengan senyum lebarnya. Sebenarnya Roy sendiri malas bepergian. Ia lebih tertarik untuk bermain bersama anak-anaknya yang sudah begitu lama tidak ia temani. Namun tak apa, sesekali ia harus membahagiakan Gera setelah berk
"Iya. Aku menyiapkan semua ini untukmu, sayang. Candle light dinner," ujar Roy membisikkan Gera. Wanita pujaannya tersenyum, sejenak melupakan apa yang tadi sempat membuatnya kecewa. "Bagaimana bisa?" tanya Gera penasaran."Sayang, kalau aku sudah ingin melakukannya, semuanya bisa terjadi," tutur Roy angkuh. Ia selalu membanggakan dirinya sendiri. Namun mengubah itu semua juga tidak mungkin, pikir Gera. Roy mempersilahkan Gera untuk duduk di kursi yang sudah disiapkan di sana. Saat Gera menatap ke depan, di belakang Roy tepatnya, Gera tak henti-hentinya berdecak kagum. Sejauh mata memandang, hamparan bebukitan terbentang luas. Hal inilah yang membuat Gera selalu ingin kemari selain menemui Putri, temannya. Ia juga ingin berkunjung berjumpa dengan ribuan bukit di tanah Waingapu ini."Bukit Wairi
"Roy, satu hari lagi. Dan kita akan kembali ke kota. Aku masih betah di sini," gerutu Gera sambil menopang dagunya. Ia duduk santai di balkon hotel menikmati pemandangan desa yang sangat damai. Roy terkekeh dan berjalan mendekati Gera. Ia memeluk wanita itu dari belakang. "Aku bisa saja memperpanjang liburan kita. Tapi apa kau lupa kalau triplets pasti merindukan Mamanya?" "Iya. Aku egois sekali. Baiklah. Mungkin akan lebih baik jika lain kali kita pergi bersama mereka," gumam Gera lemas. Ia lupa, kewajibannya sudah menanti di rumah. Anak-anak pasti sudah sangat merindukan dirinya juga Roy. Melihat Gera yang masih suntuk, Roy memiliki ide. "Bagaimana jika hari ini kita jalan-jalan sebelum packing. Besok pagi kita sudah harus kembali." "Kau mau mengajakku ke mana?" tanya Gera penasaran. "Aku akan mengajakmu ke daerah Sumba Barat Daya. Atau kita berangkat pulang
"Apa?" Roy langsung berdiri. Gera menggelengkan kepalanya lemah. Tangisnya pecah, ia terduduk lemas di sofa. "Tidak mungkin, Bi. Bagaimana bisa itu semua terjadi?" Gera benar-benar tidak percaya akan apa yang ia dengar hari ini. Roy menggendong Gera yang kini sudah terjatuh pingsan. Ia membawa Gera menuju kamar dan menyuruh Iem untuk menjaga Gera ketika dia pergi. Rencananya Roy akan mencari Luis terlebih dahulu. Menanyakan kronologi sebenarnya seperti apa. Dengan kecepatan tinggi Roy menyetir mobilnya. Bahkan ia sudah tidak peduli jika ada polisi yang mengejarnya. Anaknya bisa saja sedang dalam bahaya sekarang. "Siapa pun pelakunya, aku tidak akan memberi ampun. Apa pun alasannya. Dia sudah sangat berani mengacaukan hidup anak-anakku." Roy menggeram hebat dan membanting kasar tangannya ke setir mobil. Sampai di rumahnya, terlihat semua anak buahnya dan juga anak buah David sudah berkumpul di sana. "Luis, bagaimana semuanya terjadi?" Tegas Roy bertanya. "Kenapa kau tidak menghubu
"Siapa kamu? Tidak tahu sopan santun. Asal masuk rumah orang saja!" bentak Ibu itu marah. Luis yang bertugas masuk sendiri tetap dengan pembawaannya, tenang. "Maaf, Bu. Saya kemari mau menjemput anak dari Bos saya," jawab Luis sopan. Wanita itu melotot. "Bos kamu siapa?" "Bos Roy." Mendengar jawaban Luis, Ibu itu langsung diam dan tegang. Seakan bibirnya tidak bisa digerakkan lagi. "Kenapa, Bu? Ada masalah?" Luis mendekati Ibu itu. Senyum licik yang Luis tampilkan berhasil membuatnya semakin ciut. "Ternyata kamu yang membuat ulah!" Roy datang dari arah belakang dan mengepung Ibu itu bersama beberapa anak buahnya. "A-apa maksudmu? Jangan kurang ajar pada orang tua seperti itu!" bentak Ibunya Sinta terbata-bata. Roy mendekati wanita tua itu dengan langkahnya yang begitu angkuh. "Kurang ajar? Dan orang tua kau bilang? Tingkahmu saja tidak layak dikatakan dewasa. Itu perbedaan yang sangat jauh." Sisi kasar Roy mulai terlihat sekarang. "Bu, tolong bekerjasamalah dengan ka
Roy menerima panggilan dari Raden untuk kelanjutan kasus penculikan anaknya. Roy sendiri sudah tidak sabar ingin mengetahui siapa pelaku sebenarnya dibalik semua ini. Selain dibantu petugas kepolisian, seluruh anak buah Roy juga ikut andil mencari dalang masalah ini. Toni yang bisa melacak apapun yang berbau elektronik, ia memanfaatkan ponsel Ibunya Sinta untuk mencari identitas pelaku yang sebenarnya. "Bagaimana?" tanya Roy saat menghampiri Raden. Ia tidak mau berbasa-basi lagi. Raden mempersilahkannya untuk duduk dulu. "Ibu itu sudah mau menyebut nama pelaku yang menyuruhnya melakukan penculikan ini. Dengan dalih akan memberinya lima puluh juta," terang Raden. "Nama pelakunya Deri." "Tunggu dulu! Aku tidak mengenal seseorang dengan nama itu. Lalu siapa dia? Apa hubungannya denganku?" Roy memijit pelipisnya yang terasa sedikit berdenyut. "Itu yang masih kami selidiki sekarang. Tersangka sudah memberikan sketsa jelas orang yang bernama Deri itu. Tinggal mencari yang cocok saj
"Roy, kau akan sangat terkejut jika mendengar ini!" Belum juga duduk, Raden sudah membuat Roy semakin penasaran dengan informasi yang sudah mereka dapat. Tatapan bingung Roy menghentikan langkahnya otomatis. "Duduklah, dan tenang. Kau akan mendapatkan jawabannya sekarang!" Ekspresi wajah Raden tidak bisa digambarkan. Ada senyuman tetapi juga ada raut wajah kaget dan cemas di dalamnya. Dengan perasaan berdesir Roy mendudukkan bokongnya dengan tenang. "Katakan saja langsung, Raden!" desak Roy sudah tak bisa menahan rasa penasarannya. "Kau ingat pria bernama Deri yang beberapa hari lalu terlacak oleh kepolisian?" Roy mengangguk. "Anak buahku, Toni juga berhasil melacak dan menemukan nama yang sama," tutur Roy dengan tampang seriusnya. "Oke. Sekarang, tim sudah berhasil menyelidiki sosok bernama Deri yang kau bilang kau sama sekali tidak mengenalnya." "Roy, dia suruhan musuhmu. Kau ingat Devan? Dia yang memberi perintah pada Deri. Dan ternyata Deri ini adalah adik kandung Devan yang m