Share

Bab 3

Author: Blacksugar
last update Last Updated: 2021-05-11 05:28:21

"Maafkan a-aku!" Gera gugup. Lelaki yang ia tabrak itu kini sudah berjongkok dan meneliti wajahnya. 

"Kau! Bagaimana kau bisa disini?" tanya Roy yang juga sangat terkejut dengan kondisi tubuh Gera. 

        Mendengar isak tangis Gera, Roy yakin ada sesuatu yang tak beres. Tanpa menunggu jawaban dari Gera, Roy langsung membopong tubuh Gera. 

"Mau kau bawa kemana aku?" Gera meronta di atas punggung Roy. Namun Roy hanya diam saja. Khawatir dan takut berkecamuk dalam pikirannya.

        Roy membawa Gera kesebuah ruangan kosong. Melihat Gera yang tak henti-hentinya mengelus tubuhnya sendiri membuat Roy berpikir aneh. 

"Kau mau macam-macam juga padaku?" tuduh Gera curiga pada Roy. 

"Jangan berpikir negatif, Nona! Bagaimana mungkin aku membiarkanmu keluar menggunakan pakaian seperti itu? Dasar bodoh!" sergah Roy membela diri. 

"Lalu, berbaliklah! Jangan menatap tubuhku seperti itu!" seru Gera kembali menutup tubuhnya. 

"Panas! Tolong bantu aku!" gerutu Gera. Ia sudah sangat kewalahan dengan respon tubuhnya. Dengan gerakan aneh ia mengelus setiap inci tubuhnya. Logikanya memang bertentangan dengan apa yang ia lakukan, namun entah apa yang sudah menguasainya sekarang. 

"Hei! Bagaimana cara meredakan efek obat berdosis tinggi, Tuan?" Gera bertanya pada Roy. 

'Bagaimana bisa dia seperti itu? Sungguh, wanita itu selalu membuatku salah tingkah.' Batin Roy kesal.

"Ayo! Beritahu padaku, bagaimana cara menghentikan efek obat berdosis tinggi?" tanya Gera sekali lagi. 

Roy tersentak, ia baru sadar kenapa Gera sampai bertingkah aneh seperti itu. "Wait, kau bilang apa, obat berdosis tinggi?"  tanya Roy meyakinkan diri. 

        Gera mengangguk. Kini ia semakin gelisah. Rupanya memang benar, dosis yang Adit berikan memang tinggi. 

"Bagaimana bisa? Jangan bilang, lelaki itu lagi yang mau mengganggumu. Lelaki yang dirumahmu tadi malam?" tanya Roy.

"Bagaimana kau tahu? Jangan bilang, kau yang menolongku?" teriak Gera histeris. 

Roy hanya mengangguk. "Hanya ada satu cara," tutur Roy simpel.

"Bagaimana? Ayo cepatlah! Aku sudah tidak tahan," pekik Gera. Kini ia sudah bisa merasakan bagian bawahnya terasa aneh.

"Kita harus melakukannya," singkat, padat, jelas! Gera tersentak mendengar jawaban Roy. 

"Apa? Tidak adakah cara lain?" Roy menggeleng. 

"Aku bisa membantumu, Nona!" ujar Roy menyeringai. 

"Dasar Tuan aneh! Dalam mimpimu!" teriak Gera semakin menutupi bagian tubuhnya yang terbuka. 

"Baiklah. Matilah dengan rasa aneh itu!" jawab Roy enteng lalu berlalu meninggalkan Gera. 

"Tunggu! Aku mohon bantulah aku, Tuan!"  Gera memohon pada Roy. 

"Jangan! Nanti kau menyesal," tolak Roy halus.

Gera menggeleng kasar. "Tidak akan! Asal kau mau mengobatiku. Aku sudah sangat tidak tahan." 

       Bukan Roy, melainkan Gera yang memohon terus menerus tanpa henti.

"Ayo! Obati aku," suruh Gera ketika melihat Roy hanya terpaku menatap Gera. 

        Dalam hati, Gera menangis bahkan menjerit melihat dirinya kini berubah dan tak memiliki harga diri. Sekeras apapun batinnya melawan, namun tidak bisa mengalahkan raganya yang sudah sangat ingin diberi sesuatu. Ini semua gara-gara Adit.

"Aku sangat tak tahan," pekik Gera frustasi. 

        Melihat Roy yang masih diam tertegun, membuat Gera yang sudah tak tahan akhirnya bertindak. Dengan tergesa-gesa dan tanpa malu ia menghampiri dan menarik Roy. 'Sudah putus urat maluku,' batin Gera. 

"Wow, bagaimana kau bisa diam!" Ingin sekali Gera memelintir mulutnya sendiri karena sudah berbicara lancang seperti itu. 

        Melihat kelakuan Gera yang seperti itu, membuat seringai nakal Roy muncul. "Akan kuhabisi kau malam ini," bisik Roy membuat Gera semakin tak tahan. 

Roy berpikir, tidak ada salahnya memberikan Gera hal yang dia inginkan malam ini, sebab ia juga sudah mendambakan Gera. Dengan tingkah berlebihan Gera yang seperti ini, membuat Roy berpikir bahwa Gera memang gadis nakal. 

"As your wish, baby," jawab Roy. 

"Ma-maafkan aku. Aku kira kau-" napas Roy tercekat. Ia merasa sangat bersalah saat Gera memekik keras bahkan menangis.

"Tidak apa-apa. Lanjutkan pengobatanku. Lakukan pelan-pelan," pinta Gera memohon. Ia sendiri juga bingung. Rasanya ingin sekali menyudahi perbuatan tidak senonoh ini, namun keinginannya mengalahkan egonya. Ia masih ingin itu semua.

        Mereka berdua kelelahan. Rasa ingin Gera juga sudah mereda. Dan sekarang, air matanya sudah menggenang. Tinggal menunggu tangisnya pecah.

Disisi lain....

"Luis, aku akan memberimu tugas." Ujar Roy menelpon Luis.

"Katakan saja, Boss!"

"Cari tahu tentang wanita ini, dan juga lelaki yang mengganggunya. Aku akan menunggu hasilnya sampai besok pagi," Roy memutuskan sambungan sepihak. 

        Gera kini sudah terlelap. Ia sangat kelelahan. Bahkan, jejak air mata masih terlihat di pipi cantiknya. Roy tersenyum tipis. 

"Aku tidak yakin, apakah aku bisa meninggalkanmu jika sudah seperti ini?"

        Gera meracau pelan ketika terbangun setelah seharian tidur. Tubuhnya terasa remuk. Dan bagian intinya terasa sangat menyakitkan.

        Seolah tersadar dengan yang terjadi sebelumnya, ia langsung mengedarkan pandangan ke segala arah. Mungkin Tuan itu yang sudah membawaku pulang, batin Gera dengan air mata yang sudah mengalir. Ia sungguh menyesal. 

         Ia merebahkan lagi tubuhnya. Rasa sakit di sekujur tubuh membuat Gera malas melakukan apapun. Padahal, seharusnya hari ini ia harus pergi melamar pekerjaan.

***

"Bagaimana Luis?" tanya Roy sembari duduk santai di ruang kerjanya. Luis baru saja masuk dan sudah disuguhi pertanyaan. 

"Sudah, Boss! Ini berkas-berkasnya," jawab Luis tegas dan langsung memberikan dua bilah map.

"Dan ya, saya sempat menanyakan wanita itu pada tetangga di sekitar rumahnya, Boss," ujar Luis sebelum beranjak.

Roy menatap Luis penuh tanya. "Lalu apa yang kau dapat, Luis?" 

"Kata mereka, wanita itu saat ini sedang mencari pekerjaan. Mereka juga mengatakan bahwa dia hidup sendiri dan baru saja lulus," tutur Luis.

Roy nampak berpikir, "Aku rasa, aku memiliki sebuah ide," Roy memberikan isyarat agar Luis mendekat.

"Baik, Boss! Akan saya lakukan siang ini juga." Jawab Luis setelah Roy membisikkannya sesuatu.

        Setelah kepergian Luis, Roy tersenyum sendiri. Ia membayangkan wanita cerobohnya itu. Membayangkan rasa dari wanita itu. Membayangkan tingkah kekanakan, tangisnya, dan yaa... semua hal yang bersangkutan dengan wanita ceroboh itu. 

"Astaga! Dia membuatku salah tingkah hanya karena membayangkannya saja," lirih Roy geram dengan pikirannya yang selalu saja tertuju pada Gera.

***

         Luis datang lagi ke rumah Gera. Dengan penampilan yang tidak terkesan formal seperti biasanya. Hanya saja ia mengenakan kostum serba hitam. Dan membuat orang sekitar berpikir, dia bukanlah orang sembarangan. 

        Baru saja mau membuka pintu mobil, langkah Luis terhenti saat melihat seorang laki-laki yang melangkah terburu-buru menuju rumah Gera. 

"Wait! Lelaki itu rupanya tidak asing," Luis memaksa otaknya mengingat siapa lelaki itu. 

Seperti mendapat pencerahan, Luis langsung melotot ketika mengingat siapa orang itu.

"Wah! Orang ini benar-benar cari masalah." 

Dengan langkah hati-hati Luis mengintai pria itu.

"Gila kamu Adit! Pergi!" Gera menjerit dan Luis mendengarnya. 

"Kalau saja kamu tidak berulah kemarin, aku sudah bisa mendapatkanmu! Dasar wanita kotor! Sekarang tidak akan ada yang menghalangiku lagi. Diamlah! Dan nikmati permainan yang akan aku mainkan!" Luis yang mendengar itu sangat emosi. Tanpa menunggu lama, ia menendang pintu Gera dengan keras.

"Kau tidak ada kapoknya!" Luis menyeret Adit penuh emosi. 

"Tidakkah kau dengar perintah Tuanku? Dasar bodoh!" Luis tak henti-hentinya menggerutu sembari menahan tubuh Adit. 

"Jangan ikut campur! Kau siapa?" Seru Adit tak mau kalah.

Luis menghentikan aksinya dan menatap nyalang pada Adit. "Aku? Aku orang yang akan mengakhiri hidupmu!" Luis lagi-lagi mengamuk. 

        Sementara di ujung ruangan, Gera terisak sambil memeluk lututnya. Ia ingin menghentikan, namun kakinya gemetar dan tak mampu berdiri.

"Tuan, siapapun kau, aku mohon hentikan. Dia bisa lenyap kalau terus saja kau serang," teriak Gera sekeras yang ia mampu.

Luis menurut, lalu menatap Gera. "Nona, pria ini tidak akan berhenti mengganggumu. Lebih baik saya melenyapkannya saja." Luis kembali mengangkat tangannya.

"Stop! Aku mohon hentikan. Tolong," lirih suara Gera karena kehabisan tenaga. Luis melihat Adit. Pria itu sudah terkulai lemas karena aksi Luis yang bertubi-tubi.

      Luis memutuskan untuk menelpon Tuannya. Mengabari hal ini. 

"Boss, tolong dengarkan saya," ujar Luis dengan napas terengah-engah.

"Bicaralah Luis!" Perintah Roy dingin.

        Luis menghela napas panjang. Menceritakan seluruh kronologi cerita. Ia harap-harap cemas. Apakah Roy akan memaafkannya karena sudah membiarkan wanita itu menangis hingga lemas dan tidak melenyapkan pria ini? 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hetti Nafiza
Roy pemuja rahasia Gea.......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Nafsu si perkasa   Bab 107

    "Kira-kira apa yang akan dibahas oleh Mama?" tanya Rico."Aduh... jangan-jangan masalah nikah lagi," ujar Rio dengan wajah malas. Berbeda dengan Ray, dia beranjak keluar tanpa berbicara. Saat mereka bertiga sudah sampai di ruang keluarga, di sana sudah ada Roy dan Gera. Diam-diam Ray mulai berkeringat dingin. Dia ingin minta maaf pada Roy, namun entah kenapa saat ini dia begitu gugup. "Terima kasih sudah mau meluangkan waktu sebentar," kata Gera saat triplets duduk di sofa. "Apa yang mau Mama bicarakan?" tanya Rio. Rio dan Rico masih marah pada Roy. Mereka memalingkan pandangan dari Roy dan hanya fokus menatap Gera. Hanya Ray yang sudah tahu kebenarannya. "Bukan Mama yang mau berbicara... tapi Papa." Triplets menatap Roy dengan tatapan bertanya-tanya. "Oke, silahkan!" Rio berujar malas. Dia masih sakit hati pada Roy karena sudah berkali-kali menyakiti hati Mamanya. Roy mengepalkan tangannya yang mulai dingin dan berkeringat. "Papa... Papa ingin meminta maaf pada kalian. Selama

  • Nafsu si perkasa   Bab 106

    "Katakan apa yang kau inginkan dan tolong jauhi Bos Roy!" Luis meminta dengan tegas saat duduk di samping wanita yang menjadi pengganggu rumah tangga temannya ini. Saat ini mereka di klub milik Roy. Wanita itu hanya menatap Luis dengan malas, "Omong kosong!" serunya sambil tertawa renyah. "Kau mau uang, emas, atau apapun itu cepat sebutlah. Dan lenyaplah dari kehidupan Bos Roy dan keluarganya!" "Kau kira aku bodoh? Kalau aku melepas Roy, impianku untuk menjadi nyonya besar akan musnah begitu saja." Luis tertawa, "Lalu, apakah dengan bertahan kau mengira Roy akan suka padamu dan menjadikanmu istri?" Lagi-lagi Luis tertawa dengan keras, "Bermimpilah selagi kau masih bisa bernapas," sindir Luis. "Kenapa tidak? Aku bisa melakukannya. Tunggu dan lihatlah!" kata wanita itu dengan sangat percaya diri. Dia menghabiskan alkohol dalam gelasnya dengan sekali teguk lalu meninggalkan Luis begitu saja. "Wanita ini benar-benar liat," gumam Luis. ***Sejak kejadian itu Gera lebih banyak diam p

  • Nafsu si perkasa   Bab 105

    Satu minggu sejak kepulangan Gera dari rumah sakit, triplets masih tinggal di rumah orang tua mereka. Seperti yang dikatakan oleh Ray, "Malas sekali meninggalkan Mama jika kondisinya belum sembuh betul." Pernyataan itu disetujui juga oleh dua saudaranya yang lain. "Urusan di Brazil juga masing-masing sudah ada yang menangani," timpal Rio. "Mama tidak enak jika harus terus menerus melihat kalian melayani Mama seperti ini," ujar Gera. Ketiga putranya serentak menggeleng dan beringsut mendekat untuk bersama-sama memeluk Gera, "Mama tidak pantas berkata seperti itu! Perjuangan Mama dulu tidak sebanding dengan apa yang kami lakukan." Mendengar apa yang anak-anaknya katakan, Gera terharu hingga meneteskan air mata. Triplets yang masih begitu manja padanya, ternyata saat ini mereka sudah beranjak dewasa."Kalian selalu saja melupakanku seperti orang asing!" tegur Geeta dengan wajah kusut. Triplets sampai tercengang karena gaya bicara Geeta yang tergolong masih anak-anak bisa dewasa seper

  • Nafsu si perkasa   Bab 104

    Perlahan, mata Gera mulai mengerjap. Berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya. Dokter yang datang segera memeriksa kondisi Gera. "Perlahan saja. Jangan terlalu dipaksakan. Semuanya perlu adaptasi juga," ujar dokter yang menangani Gera saat wanita itu berusaha membuka mata. "Mama...." desis Rico memanggil.Sementara Roy, dia sedikit demi sedikit menjauh dari ranjang rawat Gera. Rasa bersalah membuat dirinya merasa kecil dan tidak pantas untuk bertemu dengan Gera, walaupun wanita itu adalah istrinya sendiri. Saat kesadaran Gera mulai terkumpul, hal pertama yang dia ingat adalah bagaimana Roy bergumul dengan wanita itu dan tidak merasa bersalah sama sekali. Lalu dia teringat akan dirinya yang mencoba melakukan aksi bunuh diri dengan menyayat pergelangan tangannya. Hal itu membuat Gera terus melamun dan pada akhirnya berteriak histeris, membuat dokter dan anak-anaknya terkejut. Bahkan Luis dan yang lain yang sedang menunggu di luar segera masuk ke ruangan. Mereka mengira

  • Nafsu si perkasa   Bab 103

    "Bukti apa yang bisa kau berikan, Luis?" tanya Roy meremehkan. Karena pertikaian itu, mereka sampai melupakan kondisi Gera. Clay sudah malas berbicara karena itu akan percuma saja. "Aku akan tunjukkan buktinya padamu besok pagi. Agar kau puas!" Luis berlalu meninggalkan Roy yang masih tertawa kecil merendahkan niat Luis. Luis beranjak keluar dari rumah sakit. Menenggak air mineral dan menyalakan rokoknya, berharap dengan ini dirinya akan bisa sedikit saja lebih tenang dan stabil. Jika dipikir-pikir, percuma juga melawan Roy beradu mulut. Dia tidak akan mau kalah, batin Luis. ***"Apa Gera sudah sadar?" tanya Luis pada Ros. Wanita itu terduduk sembari memangku kepala Clay yang tengah tertidur lelap. Mendengar suara Luis, Clay terbangun, "Kau ke mana saja semalaman? Aku mencarimu! Apa kau pulang tadi malam?" tanya Clay dengan wajah cemberutnya. Bibirnya mengerucut dan membuat Luis menjadi gemas. "Tidak, sayang. Aku hanya menenangkan diri di taman rumah sakit. Merokok. Jika aku teta

  • Nafsu si perkasa   Bab 102

    "Ge... kau di mana?" Semakin lama suara Luis yang memanggil Gera terdengar semakin besar. Bahkan membangunkan sebagian pelayan yang bekerja di sana."Ada apa, Luis? Gera sepertinya sudah masuk ke kamar," seru Ros sembari menyesuaikan penglihatan dengan cahaya ruangan yang berpendar sangat terang. Luis menggeleng lemah, "Gera sedang tidak baik-baik saja. Aku khawatir," lirih Luis. Dengan cepat dia menghapus air mata yang menetes begitu saja. Begitu tak terbendung karena rasa kasihannya pada Gera. "Ada apa? Kau bisa menceritakannya padaku!" suruh Ros dengan raut wajah cemas. Terlebih dirinya, jika menyangkut tentang Gera, dia akan sangat cemas. Rasa sayangnya pada wanita itu seperti kasih sayangnya pada anak sendiri. "Aku tidak bisa menceritakannya sekarang. Maafkan aku," lirih Luis lemah. Luis menegakkan kepala, "Aku harus memeriksa keadaan Gera, Bi. Sebagai temannya aku tidak bisa hanya diam saja di sini." Dengan langkah cepat Luis menuju kamar Gera. Mencari sosok wanita yang rap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status