Share

03. Pengakuan Sulthan

Kemudian beliau menaruhnya diatas dada ibunya yang masih terasa hangat.

Selama beberapa detik Ida mulai kembali menitikkan air matanya walau matanya tertutup sangat rapat.

Selang beberapa saat kemudian kulit bayi itu sedikit demi sedikit birunya memudar dan perlahan-lahan ada gerakan-gerakan kecil.

Dokter Imran, Bidan Lusi dan dua dokter lainnya serta perawat menyaksikan secara saksama.

"Dok, apa saya nggak salah lihat itu ada gerakan kecil pada kakinya?" ucap Bidan Lusi yang tercengang melihat bayi itu seperti mengentakkan kaki mungilnya.

Sedikit demi sedikit bayi mungil itu mengentak kakinya dan lama-kelamaan seluruh tubuhnya di gerakkan sehingga pecah tangis pun terdengar.

Dokter Imran langsung bersembah sujud di ruangan itu sambil menangis, semuanya heran dan terkesima melihat pemandangan ini.

Bagaimana tidak dokter yang terkenal sangat ramah ini tidak pernah menangis seperti itu.

"Terima kasih Ya Allah engkau Maha Penyayang, Engkau memberi kehidupan baru bagi bayi ini," ucapnya semringah.

"Terima kasih Ida, kamu sudah memberikan cucu pertama buat kami," ucap Dokter Imran ditelinga Ida.

Ida kembali mengeluarkan air mata dan terlihat tersenyum walau matanya masih terpejam rapat.

"Lalu Dok bagaimana dengan kondisi pasien?"

"Sepertinya pasien mengalami koma, tetapi sebaiknya kita tunggu sampai besok, seharusnya dia sadar karena kita hanya membius separuh badan," sahut Dokter Imran.

Di luar kamar operasi Ummi Syifa, Mbok Siti merasa tidak tenang, sudah hampir tiga jam tetapi belum juga selesai.

Rasa takut dan panik mulai menjalar di pikiran masing-masing, apakah Ida dan bayinya selamat atau tidak.

Sulthan juga merasa panik, biar bagaimanapun anak yang dikandung istrinya adalah anaknya walaupun dengan terpaksa dia melakukannya tanpa sadar pada malam hari itu.

"Than, gimana nih kok lama banget sih operasinya?" tanya Ummi Syifa.

"Ya mungkin sebentar lagi Ummi!"

"Kamu kok tenang banget sih, itu yang di dalam lagi berjuang adalah anak dan istrimu, sedikit dong rasa empatimu, Than?"

"Maaf Ummi, tapi Sulthan nggak bisa membohongi perasaan dan hati Sulthan untuk berpura-pura mencintainya," ucap Sulthan kepada Uminya.

"Belajar dong Nak, kapan lagi jangan sampai kamu menyesal, apa sih yang kurang dari Ida, dia perempuan cantik, baik dan solehah!"

"Dia bukan ..."

"Jangan sebut dia lagi, perempuan seperti itu yang kamu inginkan, dia memberikan pengaruh buruk buat kamu, bahkan karena dia kamu terjerumus ke lingkaran maksiat, sadar dong Nak!"

"Ummi yakin saat kamu melakukan hubungan suami istri itu pada saat kamu membayangkan wajah perempuan itu, dia sendiri hilang entah ke mana, ini sudah lima tahun Than, jangan menunggunya," jelas Ummi Syifa menasihati Sulthan.

"Sulthan belum bisa melupakannya Um, senyuman, sentuhan, suara bahkan wajahnya, nggak bisa Um!"

"Kamu aneh Than, ini sudah lima tahun, jangan kamu siksa dirimu, Nak!"

Namun Sulthan tak bergeming dia masih memendam rasa itu, rasa yang tak ingin orang lain tahu.

Tak lama kemudian datang Dokter Imran ke luar dari ruang operasi dan memberi kabar bahwa operasinya berjalan dengan lancar.

"Bagaimana Im, bagaimana keadaan menantu dan cucuku, apakah mereka berdua selamat, ayuk katakan!"

"Alhamdulillah Mbak, cucumu perempuan cantik seperti ibunya hanya saja tadi hampir  tidak tertolong karena nggak bernapas tetapi atas izin Allah setelah kami memberikan bayi itu ke Ibunya tiba-tiba bayi itu bereaksi, sungguh di luar dugaan," terangnya.

"Berarti Ida selamat Im, Alhamdulillah terima kasih ya Allah!"

"Belum Mbak, Ida dalam masa kritis dan sampai sekarang dia dinyatakan koma padahal kami memberikan obat bius setengah badan saja," kilah Dokter Imran.

"Terus bagaimana ini, apakah Ida bisa diselamatkan?"

"Kita berdoa saja Mbak, mudah-mudahan besok Ida sudah sadar."

"Aamiin ya Allah!"

Tak lama kemudian Ida dipindahkan di ruang perawatan.

Ummi Syifa dan Mbok Siti ikut serta mengantarkan Ida ke tempat itu. Ada rasa haru bahagia dan sedih karena Ida masih belum sadar, belum bisa memberikan ASI pertamanya.

Sedangkan Sulthan menggendong bayi itu dengan hati-hati. Dia merasa bahagia akhirnya mempunyai anak dari darah dagingnya sendiri.

"Aku memang membencimu Ida, gara-gara kamu aku tidak leluasa mencari cinta sejati ku yang hilang entah pergi ke mana."

Namun Allah saja membuatmu tidur terlebih dahulu, kamu koma, tidak bisa di harapkan dari wanita seperti kamu, Ida," gerutu Sulthan tersenyum sinis.

"Aku tak peduli apakah kamu selamat atau tidak yang penting bagiku aku akan membuat anakku berkembang secara baik dan semua kebutuhannya terpenuhi tanpa harus mengenal dekat dengan ibunya," ucapannya dalam hati.

"Bawa ke sini Than, Ummi mau gendong juga!" ucap Bu Syifa terlihat bahagia.

Sulthan memberikan bayi itu ke tangan Ummi nya. Betapa bahagianya melihat bayi merah itu menggeliat. Wajahnya sangat cantik seperti Ibunya, hidung kecil yang mancung, bibir mungilnya yang tipis, matanya besar dengan bola mata bulat berwarna coklat, bulu mata panjang dan lentik ditambah berkulit putih.

Ummi Syifa tak henti-hentinya menciumi bayi merah itu yang montok dan menggemaskan.

"Than apakah kamu sudah memberi mama kepada anakmu ini?"

"Iya, Ummi tenang saja nama untuk putriku yang cantik ini sudah Sulthan siapkan," sahutnya sembari melihat putri kecilnya yang tertidur lelap.

"Siapa namanya Than?"

"Ummi tenang saja, saat akan di aqiqahan, Ummi akan tahu!"

"Um, Sulthan mau balik ke kantor sebentar, soalnya mau bertemu klien, tolong jaga bayi Sulthan" ucapnya seraya mencium punggung tangan Ummi nya lalu berpamitan keluar.

"Nak, kamu tidak pamit sama Ida, biar bagaimanapun dia itu istrimu, Nak!"

"Assalamu'alaikum!"

"Walaikumsalam!"

Sulthan memang tidak mau berurusan dengan wanita yang masih terbaring koma itu, entah mengapa dia merasa kesal jika melihat wajahnya Ida.

Dia bukan type wanita  yang diinginkan Sulthan katanya tidak bergairah dan membosankan, berbeda dengan kekasihnya yang bisa menjaga penampilannya.

Sulthan pun pergi dari rumah sakit itu dengan santai tanpa menoleh sedikit pun ke istrinya.

Sejak hari itu Sulthan tidak pernah menjenguk istrinya di rumah sakit, hanya Ummi Syifa dan Mbok Siti yang bergantian menginap di rumah sakit itu.

Setelah melakukan beberapa tes dan dinyatakan sehat, bayi Sulthan sudah diperbolehkan pulang dua hari kemudian.

Karena Ida belum sadar dari koma terpaksa bayi mereka di beri susu formula yang sudah berkonsultasi dengan para pakar kedokteran terutama oleh dokter anak.

Sudah seminggu lebih Ida terbaring koma di rumah sakit, tidak ada yang bisa di harapkan dari wanita yang yang sekarang menjadi lebih kurus dari sebelumnya, kulit putih seperti mayat hidup berwajah kusam tidak terawat membuat Sulthan tambah membenci dari sebelumnya.

Dia sangat malu dengan para klien jika mereka tahu kalau istrinya sedang di rawat di rumah sakit dengan penampilan seperti itu.

Suatu ketika sebelum Umminya datang ke rumah sakit, Sulthan menjenguk Ida duluan ke rumah sakit.

"Om bagaimana keadaan Ida, apakah ada kemajuan?"

"Belum ada Than, masih sama seperti kemarin belum ada perubahan."

"Bolehkah Sulthan menjenguknya Om?"

"Iya silakan Than."

Sulthan masuk ke dalam kamar Ida dan melihatnya masih terbujur kaku di tempat tidur.

"Ida, apa yang kamu harapkan dari pernikahan ini, aku memang khilaf saat itu sehingga kamu hamil dan melahirkan anakku, tetapi kamu tenang saja anakmu akan aku rawat sebaik mungkin tanpa kekurangan kasih sayang, aku tidak mungkin menceraikanmu dalam keadaan koma seperti ini, aku tunggu setelah kamu sehat kembali."

"Aku akan membebaskanmu dari pernikahan ini, kita sama-sama tahu aku tidak akan pernah mencintaimu karena aku masih mencintai kekasihku walaupun dia pergi entah ke mana."

"Aku masih mengharapkan kedatangannya, jadi jika kamu kembali sadar maka segeralah kita bercerai atau paling tidak sampai aku menemukan cintaku, terserah kamu atau kalau kamu tidak mau bercerai dariku berarti kamu siap untuk dimadu."

"Mungkin ini kedengaran sakit buatmu, tetapi ini adalah jalan terbaik bagi kita, aku tidak mau masalah kita membuat tumbuh kembangnya anakku terganggu."

"Aku tahu kamu mendengarkan apa yang aku bicarakan, lebih baik kamu tahu sekarang daripada nanti."

"Kamu wanita yang baik Ida, carilah penggantiku atau bertahan dengan sakit hati, pilihan ada di tanganmu Ida."

"Baiklah aku pulang dulu Ida."

"Oh ya Ida besok acara aqiqahan anak kita, aku sudah menyiapkan nama cantik, kamu pasti akan suka."

 

"Aku beri nama anak kita Dafina Salsabila Zidan bagus bukan?" ucapnya tersenyum sinis.

 

"Assalamualaikum!"

 

Setelah panjang lebar, Sulthan pun pergi meninggalkan Ida.

 

Entah Ida mendengar atau tidak tetapi matanya sudah membasahi pipinya yang tirus.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status