Beranda / Romansa / Nanny Kesayangan Mas Duda / Bab 2: Tidak Menyukainya

Share

Bab 2: Tidak Menyukainya

Penulis: Ana_miauw
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-20 15:18:53

07:00

“Sampai. Ini rumahnya,” kata Fero saat mobil baru saja berhenti.

Mobil ini berhenti tepat di depan rumah yang cukup besar, berlantai dua dan di dominasi cat tembok warna putih. Halamannya cukup luas yang permukaan tanahnya ditutup paving block.

Sedang ditengah-tengahnya berdiri air mancur setinggi kepala orang dewasa. Beberapa tanaman cantik berjejer tak beraturan di sekitar rumah itu. Dari keseluruhan rumah ini—bisa Laura katakan mewah. Ya, meskipun masih lebih mewah dari rumahnya sendiri.

“Aku harap kali ini abangku cocok denganmu.”

Ucapan Fero barusan membuatnya bertanya-tanya. Segalak apa Abangnya sehingga orang itu terdengar pemilih?

“Apa anaknya bandel?” Laura memberanikan diri untuk bertanya. “Atau Ayahnya yang galak?”

“Bukan begitu maksudku, tapi Abangku orang yang cukup pemilih untuk mengasuh anaknya. Dia kurang percaya sama Agency atau Yayasan. Dia ingin mendapatkan Nanny yang kira-kira orang terdekatnya itu mengenalnya dengan baik,” jelas Fero menatap ke samping, “seperti aku mengenalmu lewat Yuna, begitulah kiranya.”

“Iya, Kak.”

“Sebelumnya, kamu sudah pernah berpengalaman mengasuh anak?” tanya Fero.

“Belum, kan aku belum punya anak.”

“Tapi suka sama anak kecil?”

“Ya, aku suka.”

“Bagus, modalnya itu dulu. Nanti kalau pengalaman bisa menyusul. Ya, sudah, daripada banyak cingcong kita turun saja untuk menemui Ivan langsung. Mumpung orangnya masih ada di rumah.”  

“Oke, Kak. Makasih.” Laura mengikuti Fero di belakangnya. ‘Mudah-mudahan nggak ketemu temen babu yang galak,’ batinnya berharap.

Sesampainya di rumah, Laura langsung mendapati ruang tamu yang berantakan. Mainan ada di mana-mana dan bekas-bekas makanan tercecer begitu saja. ‘Ih, jorok sekali. Pasti nanti aku yang di suruh beresin ini semua kalau aku benar-benar diterima kerja.’

“Om Felo!” teriak seorang bocah yang menyembul dari balik sofa.

Fero sontak menoleh ke sumber suara, “Hey, kamu ngumpet, ya, ternyata.”

“Aku lagi main, Om Felo.” Bocah itu mendekati Fero dan mengulurkan tangannya. Tetapi setelah itu sang bocah menoleh kepada Laura. Melihatnya dari atas ke bawah. “Tante itu siapa, Om?”

“Tante itu, yang mau tinggal di sini,” jawab Fero, “Papa kamu ke mana?”

“Papa lagi mandi.”

“Oh, lagi mandi.” Fero mengalihkan pandangannya kepada Laura, “Duduk, Ra. Nanti kakimu menjalar.”

“Memangnya aku ubi, Kak?”

“Om, aku punya banak cokat, loh. Mau ngga?”

“Om nggak suka coklat. Sukanya es klim.”

“Es klim juga puna banak di kulkas.”

Fero mencium pipi gembul bocah ini, “Kenalan dulu sama Tante, ya.”

Anak itu mendekat malu-malu, lantas mengulurkan tanganmu mungilnya, “Nama aku, Kenjo.”

Laura tersenyum. “Namanya bagus,” pujinya sambil mengusap pipi Kenzo. “Nama Tante Laura.”

Setelah bersalaman, Kenzo langsung berlari mendekap Omnya. Dia menyembunyikan kepalanya di dada bidang Fero cukup lama karena malu sekali bersalaman dengan seorang gadis cantik.

“Alah, kecil-kecil udah tahu aja yang bening-bening. Dasar Kanjul!” Fero mengangkat tinggi-tinggi tubuh kecil keponakannya dan membawanya ke arah belakang, tepatnya ke arah kolam renang dan meninggalkan Laura sendiri di sana.

Laura menatap sekeliling, memperhatikan seisi rumah ini. Namun di saat yang bersamaan, dia juga melihat seorang lelaki dewasa baru saja membuka pintu depan yang ia yakini adalah kamar utama.

Lelaki itu menatapnya, matanya sekilas menyorot tajam seraya berjalan melintas di depannya tanpa bicara sepatah kata pun. Membuat Laura enggan menyapanya lebih dulu. ‘Ih, sombong amat!’

Laura meyakini dia adalah ayah dari si bocah yang akan menjadi anak asuhnya tersebut.

Sementara di dekat kolam renang.

“Kamu bawa siapa?”

Mendengar suara berat dari belakang punggungnya membuat Fero menoleh, “Eh, Bang!” ucapnya menyapa. “Kenzo main di depan lagi, ya.”

“Oke, Om.” Anak itu berlari segera menuju ke dalam.

“Dia melamar kerja di sini.”

“Jadi apa?”

“Ya—sesuai yang Abang butuh kan, lah.”

“Yakin dia bisa melakukannya? Bahkan dalam sekali lihat saja aku sudah bisa menilai dia tak bisa melakukan hal remeh temeh.” Ivan melihat gadis tersebut mempunyai kuku-kuku yang cukup panjang. Dia juga berpakaian tak selayaknya seorang pengasuh yang berpenampilan sederhana.

Gadis itu sangat terawat dan tubuhnya tercium parfum sangat harum. Dari keseluruhan tubuh si gadis yang tampak di wajahnya malah justru seperti seorang wanita penggoda.

“Jangan lihat dia dari covernya yang elite. Tapi kemampuannya.”

“Dari mana kamu bisa menilai?”

“Dia suka anak kecil. Bukankah itu modal utama seorang Nanny?”

“Aku tidak yakin. Kamu bawa pulang saja dia.” Ivan membalikkan tubuhnya hendak pergi, namun Fero menahan.

“Bang!”

Ivan menoleh, “Kamu dapat dari mana dia?”

“Aku mengenalnya dari pacarku, Yuna. Kau tidak perlu khawatir. Aku tahu di mana rumahnya dan siapa keluarganya. Anakmu akan aman bersamanya.”

“Tapi aku tidak suka. Kamu bawa balik saja dia.”

“Ivan!” Saking kesalnya Fero sampai memanggil nama Abangnya pada sebutan. “Kenapa kamu selalu begini? Kau boleh tak menerimanya saat dia tak menunjukkan kemampuan apa-apa di matamu.”

“Dari mataku dia sudah terlihat nol, Fero!” tukas Ivan meninggi. Lelaki itu enggan menggubrisnya lagi sehingga dia berlalu dari belakang. Meninggalkan seorang adik yang terus mengikuti di belakangnya.

“Aku mau berangkat sekarang, kau bawa pulang saja dia aku tidak peduli,” kata Ivan lagi. Namun sebelum ia benar-benar pergi, Ivan berhenti di ruang tengah. Dia menahan diri melihat pemandangan menarik tak jauh dari tempatnya berdiri.

Maniknya menangkap putranya sedang disuapi sarapan oleh Laura. Anak itu tampak diam dan terus melihat Laura dengan sorot mata kagum. Baru kali ini Kenzo bisa sedekat itu dengan orang yang pertama kali dia kenal.

“Lagi, Tante. Mau ayamnya,” pinta Kenzo menunjuk ke piring makan yang sedang Laura pegang.

“Oke, siap Tuan muda!”

Melihat pemandangan ganjil tersebut membuat Ivan berpikir ulang. Dia menoleh menatap Fero di belakangnya, “Baiklah. Aku menerimanya bekerja di sini. Tolong gantikan dulu apa yang dia kerjakan sekarang. Aku tunggu gadis itu di ruanganku. Aku ingin berbicara dengannya.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Nanny Kesayangan Mas Duda   Last Episode

    Perempuan itu membuka cadarnya dan terlihatlah wajah yang setengahnya rusak yang tidak diketahui apa sebabnya. Entah karena kecelakaan, atau memang berasal dari kalbu.“Aku Nadia,” katanya dengan lirih dan bersamaan dengan air mata yang mencuat keluar tanpa bisa dikendalikan, “seharusnya kau mengenaliku.”Ivan tertegun. Matanya menyorot dalam perempuan yang sedang menggarap dia mengenalinya. Bibirnya kelu untuk berucap. Tubuhnya memaku karena keterkejutannya.Kini pikirannya membayang kenangan beberapa tahun silam. Tepatnya di sebuah hotel dalam keadaan sangat tersiksa karena jebakan obat perangsang uang ditaruh ke dalam minumannya.Di sanalah ia menyeret seorang wanita tak bersalah untuk menjadi sasarannya dan menyebabkan Kenzo terlahir di dunia. Namun ia tak menyangka, seperti inilah bentuk wanita yang telah ia lukai.“Kamu ....” Ivan berdecak dan menggeleng, “kenapa kamu harus bersembunyi? Aku mencarimu selama ini.”“Karena sebab inilah aku selalu bersembunyi dari kalian,” jawab Na

  • Nanny Kesayangan Mas Duda   Bab 48: Siapa Kamu Sebenarnya?

    Ivan tidak bisa menahan amarahnya tatkala pria itu mendengar Mira mengatakan, bahwa Nia membawa anaknya pergi kira-kira semenjak dua jam yang lalu tanpa izinnya dan tanpa ia melihat sama sekali kepergiannya.Rasa panik, cemas, gelisah, sakit bercampur menjadi satu. Entah bagaimana cara membuatdirinya menjadi lebih baik. Dia hampir saja tidak bisa menguasai dirinya lagi.“Memangnya dari tadi kamu ada di mana?” tanya Ivan dengan nada meninggi.“Saya tadi ada di atas. Saya pikir mereka hanya main bersama di halaman rumah. Tapi tahu-tahu sudah nggak ada suara apa-apa lagi. Sudah saya cari ke sekeliling, sudah saya telepon dia juga. Tapi ponselnya memang nggak aktif lagi.”“Ceroboh kamu!”“Maafkan saya, Pak. Saya janji akan bertanggung jawab mencari Nia.”“Melalui apa?”“Saya akan berusaha menghubungi keluarga-keluarganya, Pak.”“Ivan!” seru Laura menghentikan suaminya yang sedang kalap, “kamu nggak boleh bersikap seperti itu sama orang yang lebih tua. Nggak ada gunanya juga kamu marah-mar

  • Nanny Kesayangan Mas Duda   Bab 47: Mana Anak Saya

    “Ini bener?” tanya Laura memastikan. Dia mengambil stick itu dari tangan Ivan untuk ia pastikan sendiri hasil tes ulang tersebut. “Kok di aku nggak nampak tadi?”“Penggunaannya kurang benar.”“Masa, sih? Aku sesuai petunjuk, kok.” Mata Laura berkaca-kaca saat ini, hingga satu kedipan saja buliran itu langsung menetes. “Aku nggak tahu harus ngomong apa.”“Harus bersyukur, itu saja,” jawab Ivan kemudian. Lagi-lagi pria itu mencium keningnya dengan begitu lembut dan dalam.Rasa sayangnya berkali-kali lipat bertambah besar untuk istrinya. Tidak ada yang kurang lagi dalam hidup Ivan.Dia sudah mapan, punya anak laki-laki yang tampan, punya istri cantik, kaya, dan muda, dan sekarang akan di anugerahi lagi buah cinta dari pernikahan mereka.“Kita ke kamar,” kata Ivan menggendong tubuh Laura yang masih dalam keadaan lemas karena perutnya wara-wiri terkuras.“Aku bisa jalan sendiri. Aku nggak selemah itu kali, Om tua,” ucap Laura merasa keberatan diperlakukan seposesif ini.“Saya akan menjagam

  • Nanny Kesayangan Mas Duda   Bab 46-Kabar Bahagia

    Setelah menduga kemungkinan besar bahwa Laura sedang mengandung, pria itu langsung mengeluarkan motor dari garasinya, berniat untuk menuju ke apotek terdekat.Ivan bukanlah orang yang suka menunggu. Percuma saja dia menyuruh seseorang untuk membelikan alat tes kehamilan kepada Deni atau siapa pun jika ujung-ujungnya mendapat jawaban mengecewakan, misal: ‘nanti kalau sempat’ atau ‘sebentar lagi’ tapi lama, begitulah kiranya dan alasan macam-macam lainnya.Pun jika ia memesan online, pasti akan membutuhkan waktu yang lama juga. Tidak ada yang lebih cepat daripada itu selain harus berangkat sendiri. Toh, tidak terlalu jauh juga, pikirnya.Deru kendaraan motor besar itu mulai berbunyi setelah dinyalakan. Namun baru ia akan menarik gasnya, Laura berlari-lari kecil untuk mendekatinya. Ivan mendadak ngeri melihat Laura berlarian seperti itu. Takut dia sampai terjatuh.“Jangan lari-lari, Laura,” ucap Ivan memperingatinya.“Aku mau ikut,” rengeknya sudah seperti anak kecil saja. Dia mendekati m

  • Nanny Kesayangan Mas Duda   Bab 45: Kejutan

    Ivan memejamkan matanya merasakan sebuah kenikmatan yang tiada duanya. Lepas sudah semua beban yang menyiksanya selama Laura sakit.Mengatur nafasnya yang memburu, Ivan kembali mengecup bibir Laura dan melumatnya penuh perasaan. Bagian atas mau pun bawah secara bergantian. Setelah itu, ia memberi jeda sesaat sebelum melepaskan diri.Pria itu membiarkan semua benihnya masuk terlebih dahulu ke dalam rahim istrinya agar kelak dapat tumbuh menjadi zuriat di sana.Sembari menunggu beberapa menit lamanya, Ivan meletakkan kepalanya di atas dada Laura, kemudian perempuan itu menyambutnya dengan usapan-usapan lembut di kepalanya dengan sangat sayang.“Thank you, Sayang. Kamu yang terbaik,” ucap Ivan dengan napas yang masih terengah-engah.Laura tak menjawab dia hanya mengangguk dan dapat Ivan rasakan karena dagu wanita itu menempel di kepalanya.Lima menit setelah berkata demikian, Ivan menjatuhkan diri ke samping sang istri.“Aku harus membersihkan diri lebih dulu. Takut kalau ada seseorang y

  • Nanny Kesayangan Mas Duda   Bab 44: Jangan Tinggalkan Aku

    Begitu terlihat mobil mewah berhenti di depan rumah Laura, satu security penjaga rumah Laura membukakan pintu gerbang.Beliau Pak Raman, tersenyum menyambut Laura dan menyapa keduanya.“Ya Allah, Non. Akhirnya saya bisa ketemu sama Non Laura lagi. Makin cantik lagi,” katanya dengan raut wajah yang begitu bahagia.“Pak Raman ... gimana kabarnya Pak, Raman?” tanya balik Laura dari dalam mobil. Wanita itu tersenyum ramah, masih dengan memangku Kenzo yang tidur nyenyak di pangkuannya.“Alhamdulillah baik, Non. Selamat untuk Non Laura dan Pak Ivan, atas pernikahannya semoga langgeng, akur terus dan cepat diberi momongan.”“Terima kasih Pak Raman,” jawab Laura. Sedangkan Ivan menanggapinya dengan kepala yang agak ditundukkan.Pembicaraan dicukupkan sementara, Ivan kembali melanjutkan laju mobilnya agar segera dapat terparkir di halaman rumah itu.Lagi pula tidak nyaman juga mengobrol dengan mobil di tengah-tengah jalan begini.Terbayar sudah rasa rindu Laura terhadap rumah ini. Matanya mena

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status