“Kau akan menikah denganku, Nathan.”
Suara Aubree berkata dengan cukup tegas dan penuh penekanan pada pria yang bernama Nathan yang ada di hadapannya ini. Sepasang iris mata hijau gadis itu menatap manik mata cokelat Nathan. Ini hal yang mungkin konyol bagi banyak orang, tapi tidak bagi Aubree. Di pesta jamuan makan malam yang diadakan keluarganya ini, Aubree kembali dipertemukan dengan Nathan.
Enam tahun lalu Aubree pernah bertemu dengan Nathan. Pria itu berhasil membuat Aubree jatuh cinta untuk pertama kalinya. Dan dulu Aubree pernah mengatakan kalau takdir kembali mempertemukan mereka, maka Nathan memang ditakdirkan untuknya. Akan tetapi, sayangnya ketika Aubree mengutarakan apa yang ada di pikiran dan hatinya pada Nathan, pria itu malah tak mengindahkan ucapannya.
Nathan mengembuskan napas kasar menatap sosok gadis yang berdiri di hadapannya. Dia jengah mendengar ucapan gadis gila ini. Bahkan Nathan sampai harus menyingkir dari pesta agar sedikit menjauh dari kerumunan banyak orang, tetapi gadis gila di depannya ini benar-benar selalu mengikuti langkahnya. Setiap kali dirinya pindah, maka gadis di depannya ini akan terus mengikuti. Andai saja acara ini bukanlah acara dari rekan bisnis keluarganya, maka Nathan sudah pasti menyeret gadis di depannya ini.
“Nona Aubree, hentikan omong kosongmu! Lebih baik kau menemui keluargamu yang sedang menyambut para tamu undangan. Mereka pasti mencarimu,” ucap Nathan dingin dan tegas.
Aubree tersenyum anggun. Dia melangkah mendekat pada Nathan seraya berkata sensual, “Aku tidak berbicara omong kosong. Kau memang akan menikah denganku, Nathan. Ah, satu lagi, aku juga menyambut tamuku. Kau calon suamiku termasuk tamu undanganku. Keluargaku mengundang keluargamu di acara ini. Jadi sama saja aku menyambut tamu undanganku, kan?”
Nathan kehilangan kata-kata berbicara dengan gadis di depannya ini. Perkataan gadis ini benar-benar konyol. “Fine, kalau kau tidak mau pergi maka aku yang akan pergi.”
Nathan hendak menjauh, namun dengan cepat Aubree mencegat Nathan. Bahkan setiap Nathan ingin bergerak ke kiri, maka Aubree akan ikut ke kiri. Begitu pun jika Nathan bergerak ke kanan, maka Aubree akan bergerak ke kanan.
“Kenapa sulit bagimu percaya kalau aku adalah calon istrimu, Nathan?” Aubree semakin melangkah mendekat pada Nathan. Namun setiap kali Aubree mendekat, maka Nathan akan menghindar.
“Aku tidak mungkin memercayai hal-hal omong kosong. Sekarang menyingkirlah!” desis Nathan penuh peringatan. Sesaat Nathan berusaha mengendalikan emosi dalam dirinya. Ya, pertemuan pertama mereka enam tahun lalu di mana Nathan tidak sengaja menabrak Aubree kala berada di rumah sakit. Lalu kedua kalinya Nathan kembali bertemu dengan Aubree di gereja kala Nathan menghadiri undangan pernikahan kerabatnya. Di sana Aubree mengatakan kata-kata konyol yaitu kalau mereka kembali dipertemukan, artinya memang mereka ditakdirkan bersama. Dan di sinilah Nathan terjebak. Nathan bertemu lagi dengan gadis gila yang tak henti berbicara omong kosong.
“Oke, kalau kau masih belum juga percaya. Bagaimana kalau kita bertaruh?” ucap Aubree dengan nada sengaja menantang. Tampak gadis itu melukiskan senyuman penuh arti.
Nathan mengerutkan keningnya, menatap dingin gadis aneh di depannya ini. “Bertaruh apa maksudmu?” tanyanya dengan nada yang tak ramah.
Aubree tersenyum. “Bertaruh kalau kau pasti akan menikah denganku.”
Nathan menggeleng-gelengkan kepalanya. Senyuman mengejek terlukis di wajahnya. “Otakmu itu sudah sakit. Aku bahkan tidak mengenalmu sama sekali. Hari ini aku datang ke pesta undangan makan malam keluargamu karena mewakili keluargaku. Jadi berhenti mengucapkan hal-hal yang tidak masuk akal. Bagaimana mungkin aku menikah dengan orang yang tidak aku kenal?”
Aubree mengangkat bahunya tak acuh. Lalu dia mengibaskan rambut panjangnya. Gaun yang dipakai Aubree sangatlah seksi. Gaun berwarna merah dengan belahan dada yang terekspos. Tubuh gadis itu tinggi semampai. Rambut pirang tergerai indah. Setiap kaum Adam selalu menatap Aubree dengan tatapan memuja. Namun, lain halnya dengan Nathan. Hanya Nathan satu-satunya pria di pesta ini yang tak memedulikan keberadan Aubree.
“Kalau begitu kita buktikan saja, ucapanku yang benar atau dirimu,” jawab Aubree dengan nada santai, tapi tersirat anggun.
Nathan berdecak pelan. Demi Tuhan, Nathan ingin sekali menyeret paksa gadis ini untuk keluar. Tetapi, dia tak mungkin melakukan hal itu karena nantinya dirinya akan menjadi sorotan banyak orang.
“Terserah apa yang kau katakan. Kalau kau memang ingin menikah, silakan cari orang lain. Di sini banyak pria yang bisa kau dekati. Aku harap kau tidak lagi mengejarku seperti ini. Aku tidak tahu siapa kau dan kau juga pasti tidak tahu siapa aku. Aku menyarankan agar kau pergi ke rumah sakit sekarang. Kau butuh psikiater untuk mengatasi gangguan kejiwaanmu. Sekarang aku harus pergi. Aku tidak memiliki waktu untuk menghadapimu.” Nathan berkata begitu tegas. Pria itu segera menyingkirkan tubuh Aubree yang menghalangi langkahnya. Tetapi gerak Nathan terhenti kala Aubree tiba-tiba memeluknya dari belakang. Refleks, Nathan terkejut karena Aubree memeluknya. Terlebih banyak mata yang kini tertuju padanya dan Aubree. Nathan langsung berbalik, dengan tanpa belas kasihan Nathan menyeret tangan Aubree, membawa gadis itu menjauh dari tempat itu. Tampak beberapa tamu undangan tidak henti yang tak lepas menatap Nathan dan Aubree.
Brakkk!
“Akh!” Aubree sedikit meringis kala Nathan mendorong tubuhnya hingga terbentur ke dinding. Nathan membawanya ke sebuah ruangan kosong. Ruangan yang begitu gelap dan sempit, tetapi Aubree masih bisa melihat dengan jelas wajah tampan dan rupawan Nathan. Wajah yang selalu berhasil menyihir Aubree.
“Kau ini benar-benar sudah gila! Kau sengaja mempermalukanku di depan banyak orang?” bentak Nathan keras.
Aubree mengusap-usap bahunya pelan. Dia sedikit mendongakkan wajahnya menatap wajah Nathan. “Kenapa kau tidak percaya padaku, Nathan? Aku sudah mengatakan kalau kita akan menikah. Kau akan menjadi suamiku. Harusnya kau percaya, bukan malah meninggalkanku begitu saja. Lagi pula siapa yang mempermalukanmu? Nanti semua tamu undangan yang datang juga akan datang ke pernikahan kita. Jadi anggap saja tadi aku menunjukkan pada mereka kalau kita adalah pasangan yang mesra dan serasi.”
Nathan mengumpat dalam hati. Sorot matanya menatap Aubree, memendung kekesalan. Rahangnya mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat. Detik selanjutnya Nathan langsung melangkah mendekat pada Aubree, mengikis jarak di antara mereka. Refleks, Aubree melangkah mundur. Hingga tubuh Aubree kembali terbentur ke dinding.
Degup jantung Aubree berpacu semakin keras kala Nathan menghimpit tubuhnya. Aroma parfume mahal Nathan telah berhasil membuat darah Aubree berdesir. Sepasang iris mata cokelat Nathan bertemu dengan iris mata hijau Aubree, seolah memberikan sebuah percikan di dalamnya. Aubree mengangkat wajahnya demi bisa melihat wajah Nathan begitu dekat. Jarak mereka berdua begitu dekat bahkan sangat dekat dan intim.
“Aku memberikan peringatan pertama dan terakhir padamu, pergilah sejauh mungkin dariku. Aku tidak mau kau menggangguku!” seru Nathan dengan begitu tegas.
Aubree tak mengindahkan ucapan Nathan. Dia malah begitu menikmati wajah tampan Nathan di hadapannya. Sorot mata tajam, hidung mancung, rahang tegas; tidak salah jika Aubree jatuh cinta pada pandangan pertama pada pria di hadapannya ini. Wajah Nathan benar-benar merupakan bentuk dari pahatan yang sempurna.
“Kenapa sulit bagimu untuk menerima kenyataan di mana aku akan menjadi istrimu, Nathan?” Suara Aubree bertanya dengan nada yang terdengar menggoda di telinga Nathan.
Nathan menatap begitu tajam manik mata hijau Aubree. “Dengarkan aku baik-baik. Tidak ada orang waras di dunia ini yang mau mendengarkan omongan orang yang tidak waras,” desisnya penuh ketegasan.
Senyuman di wajah Aubree terlukis di wajah gadis cantik itu. Dia bahkan tak memedulikan ucapan Nathan yang mengatakan dirinya sudah tidak waras. Kini dengan berani, Aubree membawa tangannya menyentuh rahang Nathan seraya memberikan tatapan yang begitu menggoda pada manik mata cokelat Nathan yang begitu memabukkan itu.
“Lihat aku, Nathan. Kau yakin tidak mau menikah denganku? Tidakkah kau tertarik dengan tubuhku?”
“Lihat aku, Nathan. Kau yakin tidak mau menikah denganku? Tidakkah kau tertarik dengan tubuhku?”Suara Aubree berbisik sensual di telinga Nathan, berusaha menggoda pria yang ada di hadapannya. Tatapan Aubree tak lepas menatap manik mata Nathan seolah dirinya telah tenggelam dalam keindahan manik mata pria itu. Degup jantungnya berpacu begitu keras, seakan melompat dari tempatnya. Jarak Aubree dan Nathan begitu dekat dan intim. Bahkan rasanya Aubree tak ingin menghentikan hari ini. Anggap saja dia gadis yang tak waras. Aubree tak peduli. Selagi Nathan ada di dekatnya maka apa pun akan Aubree lakukan.Nathan mengembuskan napas kasar mendengar ucapan gila sosok gadis di hadapannya. Sejenak, Nathan terdiam menatap lekat-lekat manik mata hijau Aubree. Sebenarnya gadis di hadapannya ini memiliki paras yang cantik. Nathan tak akan menampik akan hal itu. Aubree memiliki anik mata hijau yang indah, rambut pirang tergerai panjang, wajah cantik dan mulus tanpa noda sedikit pun. Bahkan ketika kul
Aubree duduk di sebuah ruang keluarga di mansion megah bersama dengan ibunya serta rekan bisnis dari keluarganya itu. Lima tahun lalu Aubree telah kehilangan ayahnya. Dan kini dia datang ke rumah salah satu rekan bisnis dari mendiang ayahnya. Tampak para pelayan sejak tadi mondar-mandir mengantarkan makanan dan minuman serta menyajikannya ke atas meja. Terlihat Aubree duduk dengan anggun. Balutan gaun berwarna hijau dengan model tali spaghetti membuat Aubre terlihat memukau. Senyuman hangat dan menawan selalu Aubree lukiskan kala ibunya tengah membahas bisnis dengan rekan bisnis keluarganya itu. “Aubree, tunggu sebentar ya, Sayang. Putraku masih ada di jalan. Dia pasti sebentar lagi akan datang,” ujar Bianca—ibu dari pria yang dijodohkan untuknya.Hari ini adalah hari di mana Aubree menemui pria yang akan dijodohkan dengannya. Mungkin jika banyak gadis yang menolak perjodohan, lain halnya dengan Aubree. Terlihat Aubree yang sangat bersemangat dan begitu bahagia di pertemuan ini.“Tid
Nathan duduk di kursi kebesarannya seraya memijat pelan pelipisnya. Sesaat pria itu memejamkan mata lelah ketika mengingat beberapa hari lalu dirinya baru saja menyetujui perjodohan konyol. Kala itu Nathan terjebak dan tersudut. Dia tidak bisa menolak keinginan kedua orang tuanya yang menjodohkannya pada Aubree. Dan sekarang, kepala Nathan nyaris pecah memikirkan dirinya akan menikahi gadis aneh yang selalu saja mengusik hidupnya itu.Saat keluarga Aubree mengadakan pesta, Nathan hanya menggantikan orang tuanya yang berhalangan hadir. Andai saja Nathan tahu di pesta yang dia datangi itu akan membuat hidupnya ketimpa kesialan, maka Nathan lebih memilih untuk tidak menghadiri pesta itu.“Tuan Nathan.” Cedric—asisten Nathan—melangkah masuk ke dalam ruang kerja Nathan seraya membawa dokumen di tangannya.Nathan menatap dingin Cedric yang ada di hadapannya. “Ada apa, Cedric? Jangan menggangguku,” tukasnya kesal.“Maaf, Tuan, tapi saya membutuhkan tanda tangan Anda,” ujar Cedric dengan sopa
Nathan mengusap wajahnya kasar. Kepalanya nyaris pecah mengingat hari ini dirinya harus menemani Aubree memilih cincin pernikahan. Gadis aneh dan tidak waras itu telah sukses membuat hidup Nathan seakan mendapatkan kesialan bertubi-tubi. Sialnya gadis itu berani mengambil gambar mereka dalam keadaan dirinya yang terlelap. Demi Tuhan, jika saja Nathan bisa, sudah pasti Nathan melenyapkan gadis aneh itu dari muka bumi ini.Sejenak, Nathan mengatur napasnya, berusaha menurunkan emosi yang terbendung dalam dirinya. Kini Nathan tengah memikirkan cara bagaimana membatalkan hari ini. Tentu saja Nathan malas jika harus menemani gadis aneh itu hanya demi memilih cincin pernikahan yang tidak jelas.“Nathan.” Bianca melangkah masuk ke dalam kamar Nathan. Refleks, Nathan mengalihkan pandangannya kala mendengar suara ibunya.“Mom?” Nathan menatap ibunya yang mendekat padanya.“Sayang, kau tidak lupa, kan? Hari ini kau harus pergi bersama dengan Aubree memilih cincin pernikahan kalian.” Bianca beru
Sebuah restoran Thailand di Manhattan telah menjadi tempat di mana Aubree makan malam bersama dengan Nathan. Ya, sepulang dari toko perhiasan Aubree mengajak Nathan untuk makan malam di salah satu restoran Thailand yang cukup terkenal di Manhattan. Tentu Nathan terpaksa menuruti Aubree karena Nathan tak mau pusing berdebat dengan gadis aneh itu.“Nathan, buka mulutmu.” Aubree mengarahkan sendok yang berisikan Tom Yam udang pada Nathan.“Kau saja.” Nathan menyingkirkan sendok Aubree. Pria itu enggan menerima suapan dari Aubree. Padahal Nathan ingin sekali pulang setelah mengantar Aubree ke toko perhiasan. Namun, lagi dan lagi Nathan terjebak dengan gadis aneh ini. “Nathan, ayo buka mulutmu.” Aubree kembali mendesak Nathan agar pria itu mau membuka mulutnya. Memaksa adalah salah satu sifat Aubree. Well, gadis itu memang terkenal sangat keras kepala dan harus mendapatkan apa yang dia inginkan. Dalam hidup, Aubree tak pernah tidak mendapatkan apa yang dia inginkan.Nathan mengembuskan na
Aubree tersenyum sumiringah bahagia kala membayangkan tentang kemarin. Ya, kemarin dia menghabiskan waktu satu harian bersama dengan Nathan. Mulai dari memilih cincin. Lalu makan malam bersama. Dan terakhir ketika dirinya ketiduran di mobil; Nathan membopongnya, serta memindahkan ke kamarnya. Aubree sudah mendengar dari pelayan kalau Nathanlah yang memindahkannya ke kamar. Sungguh, membayangkan tentang Nathan yang membopongnya membuat hari Aubree menjadi berwarna. Gadis itu terus tersenyum bahagia.“Sayang, kenapa kau senyum-senyum sendiri seperti itu?” Delina—ibu Aubree melangkah mendekat pada Aubree yang sedari tadi tak henti tersenyum.“Mom?” Aubree mengalihkan pandangannya kala melihat ibunya kini sudah duduk di sampingnya.“Apa yang membuatmu bahagia seperti ini, hm? Sudah lama rasanya Mommy tidak melihatmu sebahagia ini.” Delina membawa tangannya membelai rambut panjang Aubree. Dia memang sudah lama sekali tidak melihat putrinya tampak sebahagia ini. Sejak kepergian Hoshea—suami
BrakkkNathan membanting kasar pintu mobilnya. Pria itu turun dari mobil—dan melangkah masuk ke dalam apartemen pribadinya yang ada di Kawasan Park Avenue. Tampak raut wajah Nathan memendung kekesalan. Hari-harinya begitu sial setiap kali bertemu dengan Aubree. Keanehan, kegilaan, semua hal yang menyakut gadis itu membuat kepalanya nyaris pecah. Seperti tadi kala Aubree datang ke kantornya; gadis itu membuat masakan seperti membuat racun. Bagaimana bisa ada masakan dengan rasa seperti itu? Sungguh, apa sebenarnya kelebihan yang dimiliki gadis itu? Hanya lahir dari keluarga kaya sama saja tidak memiliki kelebihan apa pun!Dan hari ini Nathan memutuskan tidak pulang ke mansion kedua orang tuanya. Bukan tanpa alasan tapi Nathan tidak mau ayah atau ibunya menanyakan perkembangan hubungannya dengan Aubree. Lebih tepatnya Nathan enggan mendengar nama itu lagi. Hari ini dia sudah muak bertemu dengan Aubree yang menunjukan segala kegilaan gadis itu. Dia tidak mau sampai harus kembali mendenga
Nathan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah kota Manhattan. Aura wajah dingin, dan terselimuti ketegasan terlihat di wajah tampan pria itu. Pandangan lurus ke depan fokus pada hamparan jalanan yang luas. Ya, hari ini Nathan terpaksa menggantikan kakaknya meeting dengan beberapa rekan bisnis keluarganya. Tak ada pilihan lain, dia pun tak bisa untuk mangkir dari meeting penting ini. Saat mobil sport yang dilajukan Nathan mulai memasuki lobby The Mark Hotel. Pria itu turun dari mobil seraya memberikan kunci mobil di tanganya pada petugas valet. Tampak para staff hotel menyapa Nathan dengan ramah. Pun Nathan mengangguk singkat merespon para sapaan para staff hotel. Detik selanjutnya, Nathan menuju ruang pertemuan di mana rekan bisnis keluarganya sudah menunggu dirinya.“Selamat pagi, Tuan Nathan.” Ruben—rekan bisnis Nathan menyapa kala Nathan memasuki ruang meeting. Pria itu langsung mengulurkan tangannya, menjabat Nathan. “Pagi, Tuan Ruben.” Nathan menyambut jabatan tan