Beranda / Lainnya / Nature Squad / Bab 6-Self-Injury

Share

Bab 6-Self-Injury

Penulis: seni_okt
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-03 11:57:33

Baskara benar-benar terpukul dengan meninggalnya nenek tercinta apalagi ia tidak diijinkan untuk sekadar mengantar neneknya ke peristirahatan terakhirnya.

"Babas." Panggil Wina mengetuk pintu kokoh tersebut, "ada teman-teman kamu datang."

"Gimana?" tanya Bintang berbisik karena tidak sabar ingin melihat kondisi sahabatnya yang terus mengurung diri di dalam kamar.

"Dari semalam dia belum keluar-keluar kamar," jawab Wina tampak sangat khawatir dengan kondisi pemuda itu.

"Babas." Kini Rain yang mencoba memanggilnya, tetapi hasilnya tetap sama, pemuda itu tidak mau keluar dari kamarnya bahkan tidak mengeluarkan sepatah katapun.

"Bas, kamu belum makan apa-apa loh dari tadi, buka pintunya Bas kita gak mau kamu sakit." Wina kembali mengetuk pintu kamar dengan ketukan yang lebih keras dari sebelumnya.

"Bas lo gak sendiri. Ada kita-kita yang selalu siap jadi sandaran lo," seru Angkasa berusaha meyakinkan pemuda itu bahwa dia tidak sendiri di dunia jahat ini. Sedangkan kondisi di dalam kamar sangatlah kacau. Baskara dari semalam terus menangisi kepergian sang nenek, pikirannya begitu kalut. Pemuda itu mulai beranjak serta kembali mengambil benda tajam itu. Membayangkan saat neneknya masih hidup dan selalu ada di dekatnya. Bagaikan menonton film yang terus berganti. Canda, tawa, senang, sedih, luka, ia lalui bersama dengan sang nenek. Sampai gambarannya kembali pada tubuh kaku sang nenek dan ia tidak bisa berbuat apa-apa. Pemuda itu tidak bisa menolong nyawa orang yang paling berarti untuknya.

"Gue cucu yang gak berguna!" Umpatnya seraya menjambak rambut frustrasi.

"Babas!" Kini mereka semua mencoba mendobrak pintu kamarnya karena takut pemuda itu melakukan hal yang tidak diinginkan.

"Buat apa Babas hidup kalau nenek juga ninggalin Babas?" Gumamnya mulai menempelkan benda tajam itu pada pergelangan tangannya. Sensasi dingin bisa langsung ia rasakan.

"Kakak bahkan ayah gak menginginkan kehadiran Babas, nenek juga tega ninggalin Babas. Ini terlalu sakit Tuhan. Sakit!" lirihnya.

"Babas pengen ikut nenek. Dunia ini terlalu menakutkan untuk Babas pijak tanpa kehadiran nenek."

Brak!

"Babas!!" Pekik Dirgantara melihat pemuda itu sudah terkulai lemas dengan darah yang mengalir dari pergelangan tangannya.

Breet! Tanpa berpikir panjang Dirgantara langsung merobek bajunya untuk menahan darah tersebut agar tidak terus keluar dan membuat sahabatnya itu mati kehabisan darah.

***

"Mau ke mana Sayang?" tanya Dewi pada anak semata wayangnya.

"Ke rumah Babas. Tadi malam neneknya baru aja meninggal," jawab Samudra.

"Innalilahi wainnailaihi rojiun, Bunda ikut berduka cita," kata wanita itu.

"Sam berangkat ya, Bun." Pamitnya lalu mencium lengan wanita yang di panggil bun atau lebih tepatnya bunda.

"Iya, hati-hati ya Sayangnya bunda, jangan ngebut!" Dewi mengecup puncak kepala Samudra. Kebiasan dalam keluarga ketika akan berpamitan.

Kringg! Kringg!

"Rain udah gak sabar ketemu Sam." Bisiknya seraya menunjukan nama yang tertera di layar ponselnya.

Dewi tersenyum geli. "Dasar anak muda."

"Ngomel nih pasti," batin Samudra yang sudah tahu sifat sahabat cerewetnya itu.

"Hallo, iya Rain bentar lag--"

"Sam, Babas ...." Rain menangis di ujung telepon. Perasaan Samudra tidak enak sampai berefek buruk pada jantungnya yang berdetak lebih cepat serta telapak tangannya sudah basah.

"Ada apa Sayang?" tanya Dewi pada sang putra yang hanya berdiri tanpa berkata sepatah katapun. Namun, wanita paruh baya itu bisa melihat wajah anaknya berubah pucat pasi.

"Babas di rumah sakit... dia hampir potong nadinya sendiri," lanjut Rain, isakannya semakin terdengar pilu. Samudra tersentak, ia menjatuhkan ponselnya begitu saja dan langsung berpegangan pada tangan kursi dengan sangat kuat kala rasa sakit yang teramat menghujani dada kirinya. di sana Rain menjadi khawatir karena sedari tadi Samudra tidak berbicara, ditambah ia mendengar suara Dewi berteriak memanggil Anton, ayah dari Samudra.

"Sam kamu masih di sana, kan?"

"Mas Anton!" teriak Dewi memanggil suaminya untuk kesekian kalinya. Kehawatiran Rain semakin bertambah kala mendengar nada suara wanita paruh baya itu yang begitu panik. Berulang kali ia mencoba memanggilnya namun hasilnya tetap sama. Tidak ada jawaban. Bahkan sekarang sambungan telepon tersebut telah diputus.

***

Baskara sudah di bawa ke ruang UGD untuk mendapatkan pertolongan segera. Mereka semua menunggu dengan hati yang gelisah, panik, takut, semua berkecamuk menjadi satu. Belum lagi mereka dikejutkan oleh luka-luka yang ada di kedua tangan lelaki itu, dan jika dilihat dari bekas lukanya, itu bukanlah luka baru. Dengan kata lain ini bukan yang pertama, lelaki itu sudah sering melukai dirinya sendiri.

"Sejak kapan dia suka ngiris?" Bintang meringis membayangkan banyak luka gores yang tercetak di tangan Baskara. Mereka semua menggeleng. Rain memegang ponselnya kuat, pikirannya terbagi pada Samudra yang tiba-tiba memutuskan sambungan teleponnya serta Dewi yang memanggil Anton dengan panik.

"Apa yang terjadi di sana? Sam kamu baik-baik aja kan?"

"Apa ada keluarga pasien di sini?" tanya dokter yang baru saja keluar dari ruang UGD.

"Saya kakaknya," Dirgantara terpaksa berbohong. Lagi pula Baskara memang sudah tidak memiliki keluarga lagi setelah kepergian neneknya. Setidaknya itu yang mereka ketahui.

"Mari ikut saya,"

"Apa sebelumnya kalian tau apa yang terjadi dengan pasien?" tanya dokter.

Mereka semua menggeleng. "Tidak, Dokter."

"Memangnya Babas kenapa, Dok?" tanya Dirgantara.

"Pasien mengalami depresi berat hingga melalukan self-injury atau biasa disebut juga self-harm." Jawab sang dokter seraya membenarkan letak kacamatanya.

"Apa?" Kaget Bintang yang tahu jenis penyakit yang dikatakan oleh dokter tersebut.

"Kalau terus dibiarkan tanpa pengawasan ini sangat berbahaya, bisa membunuh dirinya sendiri," dokter melanjutkan.

"Babas ngiris karena terpukul dengan kepergian neneknya," pikir Angkasa dan langsung disangkal oleh Bintang.

"Selama ini dia pasti simpan beban yang berat banget." Bintang melihat ke depan dengan tatapan bingung sekaligus masih tidak percaya dengan apa yang dialami salah satu sahabatnya tersebut.

Self-injury atau self-harm merupakan tindakan menimbulkan luka-luka pada tubuh diri sendiri secara sengaja. Tindakan ini dilakukan tidak dengan tujuan bunuh diri, tetapi sebagai suatu cara untuk melampiaskan emosi-emosi yang terlalu menyakitkan untuk diekspresikan dengan kata-kata. Self-injury dapat berupa mengiris, menggores kulit dan membakarnya, melukai atau mememarkan tubuh lewat kecelakaan yang sudah direncanakan sebelumnya. Bahkan dalam kasus yang lebih ekstrim mereka menyuntikan racun ke dalam tubuh.

"Jadi, self-injury itu sebuah penyakit psikologis?" tanya Rain.

"Iya, penderita melakukan tindakan ini untuk mengatasi rasa sakit secara emosional atau menghilangkan rasa kekosongan kronis dalam diri dengan memberikan sensasi pada diri sendiri. Kata buku yang aku baca sih gitu," jelas Bintang. Mereka lupa bahwa sekarang ini masih berada di ruangan dokter.

"Apa penyakit ini bisa disembuhkan?" Kini Angkasa yang bertanya.

"Bisa. Semua penyakit pasti ada obatnya." Bukan Bintang yang menjawab, melainkan sang dokter yang sedari tadi menyaksikan obrolan anak-anak muda tersebut.

"Kita sebagai sahabatnya harus terus support dia. Pokoknya sedetikpun jangan biarkan dia mempunyai keinginan untuk menyakiti dirinya sendiri lagi," kata Bintang dan mereka semua mengangguk setuju.

Setelah mereka keluar dari ruangan dokter, Angkasa beserta yang lainnya hanya bisa duduk dan menunggu kabar baik di dalam sana.

"Gue gak nyangka ternyata selama ini Babas nyimpen beban yang berat banget." Monolog Angkasa sedih dengan keadaan yang menimpa salah satu sahabatnya.

"Dek, lo udah hubungi Sam, kan? Katanya gimana? tuh bocah kok belum ke sini," tanya Dirgantara. Bukannya menjawab pertanyaan dari kakaknya, Rain malah terdiam seraya memandangi ponselnya yang mati.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Nature Squad   Bab 56-Aku Jatuh Cinta

    Setelah pulang dari sekolah, Samudra kembali mengantar gadis itu ke rumah sakit tempat gadis itu dirawat. Lelaki itu mencium tangan ibunya Viola ketika berpapasan di depan ruangan yang gadis itu tempati. Samudra meminta maaf karena mengajak Viola pergi sampai senja seperti ini. Namun, bukannya memarahinya, wanita paruh baya itu jusrtu mengucapkan terima kasih padanya karena telah membuat senyum putrinya kembali. Setelah itu Samudra pamit pulang. Lagi pula gadis itu sebentar lagi harus meminum obatnya dan beristirahat. Saat dilorong rumah sakit tiba-tiba ia menyandarkan tubuhnya ke dinding saat dadanya terasa sakit, napasnya sesak dan pandangannya tampak kabur. Samudra tidak dapat menyangkal bahwa tubuhnya kelelahan, bahkan lelaki itu lagi-lagi melupakan obat yang harus dikonsumsinya. Ia berjalan dengan langkah terseok-seok sembari sebelah tangannya digunakan untuk berpegangan pada apapun yang bisa menahan beban tubuhnya. Namun, semakin lama Samudra me

  • Nature Squad   Bab 55-Menciptakan Memori (bagian 2)

    Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit akhirnya mereka telah sampai ke sebuah bangunan yang tidak asing bagi Samudra, tetapi asing untuk gadis itu. Ya, mereka berdua kini sedang berada di sekolah lelaki itu sekarang. Viola menatap bangunan megah itu dengan mata yang berbinar. Senyuman indah itu tidak pernah luntur dari wajah pucatnya. “Ayo masuk!” Ajak Samudra seraya menggandeng tangannya. Viola menarik tangannya membuat lelaki itu mengerutkan keningnya. Bingung melihat wajah Viola yang terlihat cemas. “Apa mereka tidak akan mengusirku? Aku bukan siswi di sini,” ucap gadis itu menundukkan kepalanya. “Ya ampun aku pikir kenapa,” saut Samudra, “tenang saja ada puluhan siswi yang bersekolah di sini. Mereka tidak mungkin sadar kalau kamu bukan salah satu siswi di sini.” “Kamu yakin?” tanya gadis itu masih cemas akan ketahuan. “Ya,” jawab Samudra seyakin mungkin, “ayo akan aku buktikan.” Lanjutnya kembali menggenggam tan

  • Nature Squad   Bab 54-Menciptakan Memori (bagian 1)

    Setelah pulang sekolah Samudra tidak langsung pulang ke rumahnya ataupun pergi bersama anak-anak Nature Squad seperti yang selalu mereka lakukan. Lelaki itu pergi untuk menemui teman barunya, Viola, gadis yang sempat ia pikir sebagai laki-laki botak yang hendak bunuh diri. Tok tok tok! “Masuk,” ucap seorang wanita paruh baya dari dalam. Samudra menyembulkan kepalanya seperti seorang anak kecil yang sedang bermain petak umpet. Baik wanita paruh bay aitu ataupun gadis cantik yang sedang duduk di kursi roda sama-sama tidak bisa menyembunyikan tawanya melihat kelakuannya yang menggemaskan. “Ayo masuk, Nak Sam,” ujar wanita paruh baya itu lagi yang tidak lain adalah ibu dari Viola. Ia sudah cukup tahu siapa lelaki yang mengaku sebagai teman putrinya itu dan ia juga senang karena kehadiran Samudra, putrinya terlihat lebih ceria dan banyak tersenyum. Lelaki itu langsung masuk dan tidak lupa untuk menutup pintunya kembali. Kemudian ia

  • Nature Squad   Bab 53 |Restu

    Sam dan Viola sama-sama menatap ke depan, melihat orang-orang yang berjalan ke sana ke mari. "Kamu serius mau menjadi bapak peri untukku?" tanya gadis itu membuat kening pemuda itu berkerut. “Bapak peri?” tanya Samudra tidak mengerti. “Bukankah kamu tadi mengatakan akan menciptakan memori indah untukku? Kupikir kamu seperti ibu peri dalam cerita dongeng, tapi berhubung kau seorang laki-laki jadi kau bapak, bukan ibu,” jawab gadis itu membuat Samudra membuka mulutnya tidak percaya bisa bertemu dengan gadis sepolos dirinya. “Iya.” Jawab pemuda itu seraya menganggukan kepalanya ke atas dan ke bawah. "Caranya?" tanya Viola lagi. Pemuda itu kembali melangkahkan kakinya seraya mendorong kursi roda Viola, lalu dia duduk di salah satu kursi panjang dan menatap mata gadis itu dengan serius. "Mimpimu apa?" tanyanya. "Hah!" Viola mengerjap beberapa kali ketika mata mereka beradu. Dia merasa sangat gugup di tatap seperti itu.

  • Nature Squad   Bab 52-Bapak Peri

    Hari ini Baskara sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit begitu pun dengan Bianca. Nugroho dengan cekatan menjadi ayah sekaligus ibu yang baik untuk kedua anaknya. Bianca yang melihat perubahan dari ayahnya itu merasa sangat bahagia sampai menitihkan air mata karena terharu, sementara Brisia tidak tau entah ke mana. Wanita itu tidak ikut menjemput kedua saudaranya."Kak Brisia mana Yah?" tanya Bianca."Entahlah. Mungkin Kakakmu sedang sibuk dengan urusannya," jawab pria dewasa itu seraya fokus menyetir.Baskara menatap kakaknya dengan tatapan penuh kasih sayang, sedari tadi dia terus menggenggam tangan Bianca tanpa mau melepaskannya."Kak, kepalanya masih sakit?" tanya pemuda itu khawatir."Sedikit," jawab Bianca sembari memegang perban yang terlilit di kepalanya."Jangan cemas! Kakak tidak apa-apa," lanjutnya tidak ingin membuat sang adik cemas.Nugroho yang sedang fokus menyetir, mengintip ke harmonisan kakak beradik itu lewat k

  • Nature Squad   Bab 51-Botol Harapan

    Uhuk! Uhuk!Sedari tadi Rita terus batuk-batuk, dia merasakan seluruh badannya tidak enak dan suhu tubuhnya sedikit hangat, sepertinya wanita itu terserang demam.Bintang yang menyadarinya langsung pergi ke dapur untuk membuatkan sup jagung kesukaan ibunya. Namun, setelah masakannya jadi dan siap untuk di antarkan dia baru menyadari bahwa ibunya tidak mungkin memakannya jika Bintang yang memberikannya.Lantas pemuda itu kembali ke atas untuk meminta bantuan Bima untuk mengantarkannya dan meminta merahasiakan bahwa sup ini Bintang yang membuatnya.Awalnya Bima tidak setuju, tetapi setelah dia melihat sorot mata adiknya, dia pun luluh.Tok tok tok!Bimamengetuk pintu kamar ibunya dengan membawa semangkuk sup jagung yang dibuatkan Bintang. Wanita itu tersenyum ketika melihat putra kebanggaannya datang."Makan dulu, Ma," ucap pemuda itu sembari duduk di pinggir tempat tidur siap menyuapi sang ibu.Wanita itu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status