Home / Rumah Tangga / Neraka Yang Kau Ciptakan / 1. Kok pulangnya dadakan?

Share

Neraka Yang Kau Ciptakan
Neraka Yang Kau Ciptakan
Author: Ai Bori

1. Kok pulangnya dadakan?

Author: Ai Bori
last update Last Updated: 2025-06-29 17:57:47

“Kota ini masih sama, tak ada yang berubah!”

Wanita ini menatap di sekitar jalan yang ia kelilingi dengan mobilnya. Mang Udin — supir yang sedang menyetir pun menatap dari kaca. Ia merasa kasihan dengan majikannya tersebut. 

“Benar ‘kan, Mang? Bangunannya nggak ada yang berubah!” lanjutnya lagi. 

“Iya, Bu. Cuma keadaan yang berubah.”

“Maksudnya?” 

Carrisa Dealova, namanya. Dia sedikit bingung dengan ucapan Mang Udin yang sedikit memberi tanda padanya. 

Sementara Mang Udin, dia terlihat gelisah saat ini. Ada kebenaran yang sedang ditutupi olehnya.

“Mang Udin?” Carrista memanggilnya setelah beberapa detik tak ada sahutan dari supirnya. 

“I—iya, Bu?”

“Mamang kenapa? Lagi ada problem?”

“E—enggak, Bu. Anu, maksudnya tadi keadaannya itu kayak yang lalu-lalang yang beda. Karena ‘kan tiap detiknya pasti yang lewat beda-beda.”

Entah apa yang dibicarakan Mang Udin saat ini. Dia memang menjawab tanpa berpikir terlebih dahulu. Membiarkan lisannya berbicara dengan kata-kata yang tidak begitu penting saat ini. 

Carrista malah tertawa mendengarnya. Bagi dia, Mang Udin saat ini sedang memberi lelucon padanya. 

Tak lama kemudian, mereka pun sudah sampai di halaman rumah tercinta. Mang Udin menurunkan Carrista tepat di depan pintu masuk. 

Carrista menatap rumah itu, hatinya bahagia karena sebentar lagi tak hanya sang suami yang ia lihat, melainkan anak tercinta mereka satu-satunya yang kini sudah berumur 5 tahun. 

Pintu terbuka. Ditatapnya sekeliling ruangan itu. Sudah satu bulan lamanya ia meninggalkan rumah itu untuk melihat butiknya yang berada di luar kota.

Semenjak memiliki beberapa cabang butik, Carrista jarang sekali di rumah. Dia hanya ada waktu satu minggu saja setiap bulannya untuk berkumpul bersama keluarga. Sang suami pun sangat mendukungnya dalam hal ini. 

“Bu Carrista!” sapa asisten rumah tangga.

“Bapak sama Tyara, di mana, Bi?”

“Ada di kamar non Tyara, Bu.”

Carrista tersenyum sembari mengucapkan terima kasih. Dia pun melangkahkan kakinya menuju kamar sang putri. 

Carrista membuka pintu kamar berwarna pink tersebut sambil mengatakan, “surprise!”

Ponsel terjatuh, mainan pun kini berantakan. Ternyata, Carrista berhasil membuat mereka terkejut saat ini. 

“Mama!”

“S—sayang ….” ucap sang suami sambil membelalakkan matanya. Pria ini buru-buru mengambil ponsel yang terjatuh sambil mematikan panggilan yang sejak tadi sudah terhubung.

Tyara langsung memeluk ibunya, “Mama, Tya kangen!”

“Mama juga kangen banget sama kamu.”

Ibu dan anak tersebut saling meluapkan rasa rindunya. Setelah itu, Carrista menatap suami tercinta, “Mas Reno!”

Reno pun mendekat sambil tersenyum, lalu ia peluk istrinya dengan erat. “Sayang, kok pulangnya dadakan?”

Sontak membuat Carrista langsung melepaskan pelukannya. “Dadakan? Memangnya, aku harus pergi dan pulang di hari yang sama setiap bulannya?”

“Jangan salah paham, aku itu kaget! Kalau tahu kamu mau pulang, aku bisa kasih kejutan buat kamu. Iya ‘kan, Tyara?”

Tyara—bocah kecil tersebut menatap ayahnya sambil tersenyum. Ia juga memberikan jari jempolnya pertanda setuju dengan ucapan Reno.

“Kayak Papa kasih kejutan buat Tante Bella, ‘kan?”

Deg!

Seakan dunia akan kiamat, lidah Reno pun tercekat. Keringat dingin membasahi wajahnya. 

“Tante Bella?” beo Carrista. Lalu, ia menatap suaminya. “Bella Azira? Bellanya teman aku, Mas?”

Reno berdehem. Lalu mencubit pipi sang istri dengan gemas. “Iya, Sayang. Itu loh, masa' kamu lupa waktu kamu pernah suruh aku datang ke acara tunangannya sambil bawa kotak kado itu … ingat, nggak?”

“Tapi, Papa ngasihnya buk—” Tyara berniat untuk menjelaskan, tetapi mulutnya langsung ditutup oleh Reno dengan tangannya. 

“Ada apa ini?”

“Tya, kamu terusin lagi mainnya. Papa mau ajak Mama keluar bentar. Boleh?”

“Ke mana? Tya nggak boleh ikut?”

“Sudah malam, Sayang. Lagian, Mama pasti capek. Papa mau pijitin Mama di kamar.”

“Kalau ke kamar, Tya nggak mau ikut!”

Reno dan Carrista tertawa mendengarnya. Bayi yang dulu hanya terdengar suara tangisan pun kini sudah berbicara dengan baik, bahkan lebih bijak dari yang mereka duga selama ini. 

Reno menggendong Carrista di hadapan sang buah hati. Tyara langsung bersorak gembira saat melihat ibunya tersenyum bahagia saat ini.

Tyara menatap kepergian kedua orangtua dari kamarnya. Begitu pintu tertutup, ia pun bergumam dalam hatinya, ‘Kenapa cuma Mama yang tersenyum? Papa tadi cemberut. Padahal waktu sama Tante Bella, papa senang banget. Kok aneh, ya?’

Sementara kini, di kamar yang berbeda, Reno menaruh Carrista di atas kasur mereka. Keduanya saling berhadapan. 

“Miss you,” ucap Carrista.

“Miss you too,” sahut Reno. 

Carrista hendak membuka bajunya, tetapi ditahan oleh Reno. “Mau apa?”

“Bukannya mau pijitin aku? Aku tahu maksud kamu. Sebenarnya bukan pijit badan, ‘kan?” Ucap Carrista sambil mengedipkan mata. 

“A—apa?”

Carrista sangat sigap saat ini. Ia buka pakaiannya dan kini hanya tersisa bagian dalam saja. “Sudah waktunya, Sayang. Ayo!”

Reno menahannya kembali, “Sayang … kamu baru sampai. Maksud aku, gimana kalau kamu mandi dulu?”

“Aku bau?”

“Tidak! Kamu wangi. Bahkan, dua hari dua malam nggak mandi pun tetap wangi. Tapi, kita nggak tahu, apa ada bakteri di luar sana, atau kotoran yang nempel di badan kamu. Iya ‘kan?”

“Huh … kamu sejijik itu sama aku?”

“Kamu salah paham lagi. Begini saja, gimana kalau aku mandiin?”

Sebenarnya, saat ini Reno hanya sedang menunda malam panas itu. Karena entah mengapa dia tidak tergoda dengan istrinya. Malahan, sesuatu di bawah sana tidak berdiri tegak seperti sedia kala. 

Reno pun menggendong kembali istrinya dan ia bawa ke kamar mandi. Di bawah shower, pria itu sengaja membasahi dirinya dan Carrista lalu memberikan beberapa kecupan sebagai pemanasan. Siapa tahu, senjatanya bisa berdiri kembali. 

Meskipun perlu pemanasan, ternyata malam ini benar-benar malam yang panjang bagi mereka. Mulai dari di kamar mandi, hingga sampai di ranjang. Entah sudah berapa kali mereka merajut kasih.

“Shayang … kamu benar-benar buat aku candu. Nikmat sekali, Shayang. Ah!” Reno meracu, suaranya terasa berat penuh nafsu. 

Carrista mengecup bibir suaminya. “Apa itu benar?”

“Kamu nggak lihat wajahku? Ini benar-benar nikmat, Sayang. Ayo lagi!”

Dua jam berlalu, mereka terus berolah raga tanpa henti. Kini, keduanya terbaring lemah di atas kasur dengan napas yang tak beraturan. 

“Mau lagi?” tanya Reno. 

“Pinggangku rasanya ingin lepas, Mas! Aku capek, besok aja lagi.”

Reno tersenyum miris. Dia menatap lurus ke depan. Namun, pikirannya melayang dan ada sedikit rasa kecewa di hatinya. Seorang wanita lain muncul di benaknya. ‘Aku pikir … kamu bisa mengimbangi dia, Carrista!’ Batinnya.

Sementara Carrista, ada banyak pertanyaan di benaknya. Wanita itu memunggungi Reno agar sang suami tidak tahu, jika dirinya belum tidur saat ini.

‘Bella? Kenapa aku merasa ada yang disembunyikan?’

Rasanya, Carrista ingin sekali malam ini cepat berganti. Ia sudah tak sabar ingin menemui Bella, sahabatnya. 

Beberapa saat kemudian, dia teringat dengan kebaikan Bella selama ini. Carrista menggelengkan kepala, karena sudah berburuk sangka pada sahabatnya itu. 

‘Nggak mungkin! Bella nggak mungkin begitu. Bukankah dia sudah tunangan? Bukannya tunangannya seorang Presdir? Astaga, mikir apa aku dari tadi!’

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Neraka Yang Kau Ciptakan   6. Gelagat aneh Reno

    Keduanya bersitegang menggambarkan ada sesuatu yang telah terjadi di masa lampau. Beberapa saat kemudian, Reno mengalihkan pandangannya m wajahnya pucat, berkeringat dingin terlihat jelas. Carrista pun merasa bingung. Dia langsung menepuk tangannya satu kali sambil mengatakan, “udah pada kenal?”Reno membuka mulutnya. “U—” tetapi terhenti saat mendengar ucapan Bramasta. “Tidak. Tapi seperti tak asing, memang.”Carrista tersenyum. “Padahal wajahnya langka, kenapa bisa jadi pasaran?”Niatnya ingin memecahkan keheningan, Bramasta berdehem untuk berpamitan pulang. “Cepat sekali, apa nggak mau mampir dulu?” tanya Carrista. “Sepertinya suami kamu sibuk. Hm, maksudnya kamu perlu istirahat. Semoga lekas sembuh!” seru Bramasta. Lalu, dia melihat Reno. “Bisa pegang janji, ‘kan?”Reno mengangguk. Bramasta menatap Carrista. “Carrista, i wanna say, jangan percaya seratus persen dengan laki-laki. Sekalipun ia pasangan sendiri.”Setelah mengatakan itu, Bramasta pun masuk ke dalam mobil. Ia pergi

  • Neraka Yang Kau Ciptakan   5. Jadi kamu suaminya?

    Butik dua lantai bernuansa gold adalah milik Carrista. Butik tersebut mencerminkan ciri khas kemewahan dan keanggunan setiap produknya. Carrista memiliki nuansa butik yang berbeda di setiap cabang. Semua tergantung minat yang disuka oleh konsumennya. Mobil sudah terparkir di depan. Mang Udin membukakan pintu mobilnya. Carrista pun keluar sambil mengatakan, “nggak perlu ditunggu, Mang! Nanti saya telepon kalau sudah selesai.”“Baik, Bu.”Mang Udin pun pergi dari butik tersebut. Carrista masuk ke dalam dan langsung disambut oleh seorang pria bernama Diva di siang hari sedangkan Deva merupakan namanya di malam hari. “Carrista, yuhuuu!” Diva yang merupakan asisten pribadi Carrista pun mendekatinya. “Dev, ya ampun. Kamu ngagetin aku aja!”“Dev Dav Dev Dav Dev. You know sekarang jam berapa? Ini siang bolong, Shay. Call me—”“Diva! Yes, i know. Padahal aku sengaja panggil Dev. Tuh, lihat! Pelanggan ada yang cantik, siapa tahu—”“Siapa bilang aku suka wanita? Errgh!” Deva tampak kesal den

  • Neraka Yang Kau Ciptakan   4. Kamu bukan milikku.

    “Mas!”Suara ketukan pintu berbunyi. Terdengar suara manis dari istri tercinta di ambang pintu. Olahraga belum selesai dilakukan, keringat jagung pun masih keluar. Namun, kedua insan ini terpaksa harus menghentikan kegiatannya dengan terengah-engah. “Shit! Kenapa dia pulang?” gerutu Bella. “Lekas pakai pakaian kamu, sebelum ketahuan!” Reno mengecup kening Bella, “nanti kita sambung lagi, Sayang.”Bella pun menjadi luluh. Ia langsung memakai kembali pakaiannya. “Mas, sedang apa kamu?” teriak Carrista. “Aku ketiduran, Sayang. Sebentar aku bukain!” sahut Reno. Bella yang di sampingnya langsung berbisik, “terus aku harus ke mana?”Reno menjadi bingung. Dilihatnya pintu kamar mandi terbuka, “masuk ke kamar mandi aja!”Satu menit berlalu, Bella pun sudah masuk ke dalam toilet. Sudah merasa aman, Reno mengatur napas lalu perlahan ia buka kuncinya.“Sayang, kenapa cepat sekali pulangnya?”Carrista mengernyitkan alis. “Mas nggak suka aku pulang?”Reno mengecup bibirnya. “Biar nggak bawel!

  • Neraka Yang Kau Ciptakan   3. Flashback

    Mobil sudah berangkat meninggalkan rumah. Tiba-tiba seseorang memeluk Reno dari belakang. “Aku yang kamu bohongi, kenapa dia yang kamu temani sampai pergi? Bahkan dia udah nggak kelihatan.”“B—bel, l—lepasin. Nanti ke—”“Ke apa? Ketahuan?”Bella melepaskan tangannya. Reno pun berbalik arah. Dilihatnya Bella yang sedang melipat tangan ke arahnya. “Sayang, hei … bukan gitu. Aku cuma khawatir aja kalau nanti—”“Khawatir? Baik … kamu khawatir dengan dia. Terus kamu nggak khawatir sama aku? Kamu nggak hargain aku, Mas?”“Bel! Astaga, ikut aku!”Reno menarik tangan Bella ke dalam. Meski para pelayan melihat, keduanya tidak perduli. Karena ternyata ini bukan merupakan kali pertama mereka menunjukkan bahwa keduanya benar-benar memiliki hubungan yang lain. Tak ada satupun pelayan yang berani mengatakan itu pada Carrista. Karena mereka sudah diancam oleh Reno. “Papa … Tante … Mau ke mana?”Keduanya berhenti saat mendengar suara Tyara di sana. Reno menoleh ke sumber suara. Terlihat sang buah

  • Neraka Yang Kau Ciptakan   2. Kedatangan Bella

    Matahari telah terbit. Ternyata, hari sudah berlalu. Carrista membuka matanya saat ia merasa sang suami sudah tidak berada di sampingnya. “Ke mana Mas Reno?” gumamnya. Carrista menatap jam dinding, sudah memasuki pukul sembilan pagi. Pantas saja sang suami sudah tidak berada di dalam kamar, pikirnya. “Padahal, kami jarang lakukan itu. Tapi, kenapa cuma aku yang kelelahan? Kenapa sepertinya Mas Reno sudah biasa?”Pikiran buruk pun mulai merajalela. Dia menggelengkan kepala. Sesaat kemudian, Carrista memilih untuk membersihkan dirinya. Setengah jam berlalu, akhirnya wanita ini sudah selesai mandi dan berpakaian dengan rapi. Pagi ini, dia ingin segera ke butiknya untuk bertemu dengan klien. Semakin cepat dia pergi, semakin cepat pula selesainya nanti. Dan pada akhirnya dapat berkumpul lagi dengan keluarga. Carrista pun menuruni anak tangga dan pergi ke dapur. Begitu sampai di dapur, ia tercengang melihat pemandangan aneh di depan mata. “Bella!” seru Carrista dengan wajah tercengang

  • Neraka Yang Kau Ciptakan   1. Kok pulangnya dadakan?

    “Kota ini masih sama, tak ada yang berubah!”Wanita ini menatap di sekitar jalan yang ia kelilingi dengan mobilnya. Mang Udin — supir yang sedang menyetir pun menatap dari kaca. Ia merasa kasihan dengan majikannya tersebut. “Benar ‘kan, Mang? Bangunannya nggak ada yang berubah!” lanjutnya lagi. “Iya, Bu. Cuma keadaan yang berubah.”“Maksudnya?” Carrisa Dealova, namanya. Dia sedikit bingung dengan ucapan Mang Udin yang sedikit memberi tanda padanya. Sementara Mang Udin, dia terlihat gelisah saat ini. Ada kebenaran yang sedang ditutupi olehnya.“Mang Udin?” Carrista memanggilnya setelah beberapa detik tak ada sahutan dari supirnya. “I—iya, Bu?”“Mamang kenapa? Lagi ada problem?”“E—enggak, Bu. Anu, maksudnya tadi keadaannya itu kayak yang lalu-lalang yang beda. Karena ‘kan tiap detiknya pasti yang lewat beda-beda.”Entah apa yang dibicarakan Mang Udin saat ini. Dia memang menjawab tanpa berpikir terlebih dahulu. Membiarkan lisannya berbicara dengan kata-kata yang tidak begitu penti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status