Share

Bab 5

Author: Ina Qirana
last update Last Updated: 2022-09-22 17:08:35

 

Diandra memejamkan matanya, perkataan Wira itu benar, aku tak boleh egois, fikirnya.

 

"Kamu ga mau 'kan kehilangan anak lagi, sabar ya demi anak kita."

 

Mereka berpelukan dalam tangisan, sementara di lantai atas Rara menyaksikan dengan hati berantakan.

 

'Kamu udah berzina selama masih bersamaku, Mas, tega!' 

 

Ratap hati Rara.

 

Ia segera berlari ke kamar meredam segala emosi dan tangisnya, tak berguna mengeluarkan air mata, Rara menghapus lelehan yang membuat pipinya basah itu dengan cepat.

 

Tapi tak bisa, kelopak mata itu terus saja melelahkan cairan hingga ia sesenggukan.

 

***

 

Aroma ayam goreng dan kangkung belacan sukses membuat Indra penciuman Wira dan Diandra tergugah, kebetulan sekali mereka belum makan malam.

 

"Kayanya si Rara lagi masak tuh," celetuk Diandra, perutnya keroncongan karena tadi siang hanya makan mie instan.

 

"Kita samperin yuk," ajak Wira.

 

Diandra diam gengsi sebenarnya, tapi bagaimana lagi di luar hujan tak memungkinkan beli makanan, ia pun terpaksa bangkit dan mengikuti suaminya ke arah dapur.

 

Di sana ada Rara yang baru selesai masak ayam goreng, dan sedang makan dengan lahapnya.

 

"Loh mana makanannya?" tanya Diandra sambil mengedarkan pandangan.

 

Di atas meja makan berbahan kaca dan  berukuran persegi panjang itu tak ada apa-apa, selain sepiring makanan yang sedang disantap oleh Rara.

 

"Kalian mau makan?" tanya Rara, suasana hatinya sudah membaik.

 

Ia ikhlas dikhianati, semoga saja rasa sakit yang dirasa bisa melunturkan dosa.

 

"Iya, Ra. Kirain masak banyak." Wira menyeringai terpaksa, padahal sudah ngayal ingin makan enak.

 

"Kalau mau masak aja sendiri, istrimu lagi nganggur tuh." Rara menunjuk Diandra dengan mulut penuh.

 

Diandra melengos membuang muka, malas banget harus masak segala, itu kerjaan pembantu!

 

"Emang ayamnya masih ada?" tanya Wira antusias.

 

"Mana kutahu, liat aja sendiri," jawab Rara dingin.

 

Wira gegas membuka kulkas, sayang sekali di sana hanya ada beberapa buah wortel, tak ada telur ataupun ayam yang habis diungkep seperti biasanya.

 

"Kok ga ada apa-apa ya?" tanya Wira sambil garuk-garuk kepala.

 

"Ya kalau ga ada berarti habis, suruh istri barumu itu belanja, terus masak, jangan bisanya cuma dandan aja." Rara mendelikkan mata.

 

Percuma cantik dan pinter dandan tapi masak aja ga bisa, apa gunanya punya istri begitu.

 

Rara merutuk dalam hati.

 

"Ga usah sok nasihatin ya, kita itu berbeda gue dari keluarga kaya nah elo, anak kampung!" balas Diandra sengit.

 

Sebenarnya Rara pun terpancing emosi, tapi cepat-cepat ia mengucapkan istighfar dalam hati.

 

"Kata siapa aku anak kampung? jangan sotoy!" tegas Rara tak mau kalah.

 

Hahahaha

 

Diandra tertawa lebar lalu berkata. "Udah kelihatan dari penampilannya."

 

Rara tak mempedulikan hinaan demi hinaan yang terlontar dari mulut sexy milik Diandra, ia berprinsip takkan terbang saat dipuji dan takkan tumbang saat dicaci.

 

Biar saja, Allah tak tidur kok.

 

"Alhamdulilah kenyang," tutur Rara, lekas itu ia membuang tulang ayam ke dalam tong sampah lalu mencuci piringnya.

 

Dengan santai ia mengayunkan langkah keluar dari dapur, saat melewati Diandra wanita berhijab itu berbisik. "Laper 'kan? kasihan deh lo ga bisa makan, mau order makanan pasti ga ada duit 'kan, hihi."

 

Telinga Diandra memanas mendengar celoteh perempuan yang menurutnya kampungan itu, ia menoleh lalu mendorong tubuh ramping milik Rara hingga tersungkur ke pojokan.

 

"Awww!" Rara berteriak memekik.

 

Seketika Wira yang sedang memotong bawang hendak membuat nasi goreng itu panik.

 

"Ya ampuun, Diandra, apa-apaan sih kamu pake dorong tubuh Rara segala, kasihan tahu." Reflex Wira berlari dan membantu membangunkan istri yang sudah ditalak olehnya.

 

"Kamu ga apa-apa 'kan?" tanya Wira.

 

"Wiraa!" jerit Diandra cemburu.

 

"Ini punggung aku sakit, Mas, abis dorongannya keras banget." 

 

Rara tak menghiraukan jeritan perempuan penggoda itu, ia malah sengaja bermanja-manja untuk membuat hati si gundik terbakar hebat, kali ini Rara hilaf.

 

"Keterlaluan kamu, Wira!" jerit Diandra lagi membuat Rara terkesiap.

 

"Oh maaf, Mas. Kita bukan mahrom lagi." Dengan cepat Rara menepis sentuhan lelaki yang sebentar lagi sah menjadi mantannya.

 

Lalu berlari kecil menghindari mereka yang dipastikan akan bertengkar.

 

Diandra menyusul lalu menghalangi langkah Rara dan berkata. "Eh udik! Elo sengaja 'kan mau rebut Wira lagi? atau jangan-jangan dugaan gue bener kalau elo belum mau pergi dari sini karena masih ngarepin Wira, belum siap kembali ke rumah orang tua Lo yang reot itu?!" 

 

"Dasar cewe matre! Mata duitan!" 

 

"Sadar diri dong, elo itu mandul! Apa lo ga mau pergi dari sini karena takut hidup miskin lagi? iya?!"

 

Rara kembali terpancing emosi, tak terima dikatakan mandul padahal selama wanita memiliki rahim maka ia berpeluang untuk melahirkan seorang anak.

 

Apalagi dikatakan mata duitan dan takut miskin, harga dirinya terasa diinjak-injak pelakor burik ini.

 

"Fikir dong, emang sekarang Mas Wira masih kaya? udah bangkrut kamu harus sadar, aku masih tinggal di sini karena menunggu masa Iddah, makanya belajar agama, biar paham," sergah Rara menahan jengkel di dada.

 

"Sudah dong jangan ribut. Kamu juga, Diandra, udahlah jangan dibesar-besarkan." Wira menyusul dan berusaha melerai.

 

"Aku ga terima ya, Mas, dikatain cewe mata duitan dan takut miskin sama istrimu ini. Aku punya bukti kalian tunggu di sini sebentar."

 

Rara melangkah penuh emosi ke dalam kamarnya hendak mengambil sesuatu, lalu kembali membawa sebuah amplop besar berwarna putih.

 

"Ini baca, itu surat undangan dari pihak panti asuhan anak yatim Darut taqwa, untuk kita berdua sebagai donatur tetap," ucap Rara sambil menyodorkan amplop itu pada Wira 

 

Lelaki berperawakan tinggi semampai itu membeliak saat membacanya, tak menyangka ada undangan seperti ini, padahal ia tak pernah merasa menyedekahkan uangnya ke sana.

 

Karena penasaran Diandra merebut surat itu dan membacanya, sontak mereka berdua memandang Rara keheranan.

 

"Iya, Mas. Selama tiga tahun uang bulanan darimu yang sebesar lima puluh juta itu, sebagiannya aku sedekahkan ke panti asuhan khusus anak yatim, mereka semua penghafal Alquran aku berharap kita dapat amal jariyah."

 

"Dan kamu Diandra, lihat sendiri 'kan aku itu ga matre dan mata duitan, lain kali kalau ngomong hati-hati!" tegas Rara dengan rasa puas.

 

Sedangkan Wira dan Diandra masih diam sambil menganga tak menyangka.

 

"Dan satu lagi, kapan-kapan aku ajak kamu main ke rumah orang tuaku ya." Rara menyeringai lalu pergi meninggalkan mereka.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Matre teriak matre
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ngarep Jadi Istri Sultan Malah Jadi Gelandangan   Tamat

    Dua tahun kemudian.Diandra telah bebas dari masa hukumannya. Papa dan Mama beserta Tiara yang sudah tumbuh jadi balita ikut serta menjemput kepulangan wanita itu.Diandra dulu tentu berbeda dengan sekarang. Saat ini wanita itu bertubuh kurus dan berwajah kusam. Namun, hal itu bukan suatu masalah bagi dirinya.Prinsip wanita itu telah berubah, yang ada di pikirannya hanya rindu terhadap anak tercinta, ia ingin memeluk dan mencium bocah itu sepuasnya."Oma, takuut, toloong," rengek Tiara, saat Diandra berusaha mendekatinya."Kok takut, dia 'kan Mama kamu," ucap Mama Diandra.Anak berumur empat tahun itu merenung, ia tak terbiasa dengan hadirnya seorang Mama, yang ada dalam hidupnya selama ini hanya oma, opa dan papa."Ga apa-apa, Diandra, anakmu ga terbiasa dengan hadirnya kamu, nanti juga terbiasa pasti sayang kok sama kamu." Mama Diandra menenangkan."Ma, aku minta maaf ya udah buat Mama dan Papa malu selama ini," ucap Diandra dengan wajah sendunya.Mama Diandra mengangguk."Yang pen

  • Ngarep Jadi Istri Sultan Malah Jadi Gelandangan   Bab 30.A

    Sementara Wira berdiri di hadapan pintu masuk rumah Pak Mustafa, sejak tadi ia berdiri di sana, menunggu tamu yang di dalam keluar, dengan harapan agar Rara kembali jadi miliknyaWira bersender di pintu, tubuhnya mendadak lemas mengetahui sang pujaan hati hendak jadi milik orang lain."Wira," ucap Pak Mustafa saat menyadari ada seseorang yang berdiri di hadapan pintu rumahnya.Sontak semua orang melirik ke arah yang sama, Rara terkejut matanya sempat menghangat, bukan masih cinta melainkan tak tega.Pak Mustafa melangkah keluar seorang diri sementara yang lain menunggu di dalam."Ayo masuk," ajak Pak Mustafa.Tapi Wira malah berdiam diri, enggan masuk lantaran kakinya terasa berat dibawa melangkah."Saya pulang aja, Yah." Wira tersenyum sungkan."Ya sudah hati-hati." Pak Mustafa menepuk bahu WiraSatu bulan semenjak kejadian itu akhirnya ada surat undangan yang datang ke rumah Wira, bertuliskan nama Rara dan Faruq, Wira menghirup napas dalam-dalam saat membacanya."Tuh mantan istrimu

  • Ngarep Jadi Istri Sultan Malah Jadi Gelandangan   Bab 29.B

    Nenek dari pihak Diandra yang memberikan nama itu, mereka berdua mengurus bayi Tiara dengan dengan didikan yang baik, tak ingin anak ini tumbuh liar seperti ibunya."Ma, aku udah transfer ke rekening Mama ya kalau Tiara kenapa-napa telpon aku aja," ujar Wira saat ia mengunjungi anaknya.Pria itu tak ingkar janji, hingga anak itu tumbuh dan bisa berjalan ia tetap memberi nafkah dan kasih sayang, setiap akhir pekan ia menyempatkan waktu untuk bertemu anaknya.Mengajak jalan-jalan atau membawanya menginap di rumah Mama Sandra, wanita itu teramat gembira jika sang cucu datang menginap di rumahnya.Tak ada benci seperti sebelumnya. Tiara benar-benar dilimpahi kasih sayang dari ayah dan kakek neneknya."Wira, kapan kamu nikah lagi? kalian sudah dua tahun bercerai, masa iya kamu menduda terus," ucap Mama Sandra.Wira terdiam, hatinya masih tertutup belum ada wanita yang bisa menggantikan Rara."Nanti saja, Ma, belum dapat yang sreg di hati." Wira tersenyum.Mama Sandra mendesah, lagi-lagi pu

  • Ngarep Jadi Istri Sultan Malah Jadi Gelandangan   Bab 28.A

    Sidang pertama sukses, Rara beserta pengacara bersalaman sebagai ungkapan terima kasih. Di ruang mediasi Wira sempat membela diri, tak ingin bercerai. Namun, berkat bantuan Bu Lala pengacaranya akhirnya hakim berpihak pada mereka."Ra, please, berfikir ulang," ujar Wira saat sudah keluar dari ruang sidang."Maaf, Mas. Ini yang terbaik. Aku ga mau hidup ngebatin terus," ucap Rara lalu segara meninggalkannya.Sakit sekali hati Wira, begitu pula dengan Rara. Mereka sama-sama merasakan sakit akibat perpisahan ini.Waktu cepat berlalu, sekarang tiba saatnya Diandra melahirkan, pihak lapas yang mengabari Wira, selaku ayah dari bayi itu.Wira menagajak Mamanya dan Pak Dirga, karena kedua orang tua itu memaksa ikut, ingin melihat cucu pertama mereka.Walaupun sempat membenci, tapi dalam hatinya masing-masing mereka penasaran dengan wajah anak itu, dan tak dapat dipungkiri ada setitik sayang untuk anak itu."Bayinya perempuan, Mas. Lihatlah hidung dan bibirnya mirip denganmu," ucap Diandra lir

  • Ngarep Jadi Istri Sultan Malah Jadi Gelandangan   Bab 27.B

    "Atas kasus apa?" tanya lelaki yang kini berjanggut sedikit tebal itu, maklum jarang mengurus wajah karena sibuk dengan berbagai masalah."Kasus prostitusi dan satu lagi dia juga terjerat kasus nark*ba, dia digrebek saat lagi pesta s*bu bersama seorang pria."Jantung Wira serasa mau copot mendengar kabar itu, ia langsung menduga soal penemuan barang haram di restorannya, apa mungkin itu juga ulah Diandra?"Saya ga ngerti, dia itu 'kan sudah menikah lagi hamil pula kok bisa-bisanya pakai barang haram itu?" Pak Haryadi memijat kening."Apa kalian ada masalah?" tanyanya lagi dengan raut putus asa.Wira masih diam, antara harus memberitahu mertuanya atau tidak."Kalian ada masalah apa sih?" Pak Haryadi bertanya lagi."Iya, Pa, Diandra kabur dari rumah karena berantem sama aku. Aku meragukan anak yang dikandungnya, karena ada lelaki yang bernama Kevin yang dicurigai ayah dari bayi itu." Wira terpaksa membeberkan.Ia sudah lelah menanggung masalahnya sendirian. Ternyata setelah berzina itu

  • Ngarep Jadi Istri Sultan Malah Jadi Gelandangan   Bab 27.A

    Hari ini Wira dapat bernapas lega, pasalnya polisi mengabarkan ada penemuan sidik jari orang lain di plastik yang membungkus benda har*m itu.Tak hanya itu, ada dua orang saksi yakni yang sedang makan melihat seorang perempuan asing masuk ke dapur restoran, kini polisi sedang memburu wanita itu."Jadi, sekarang kamu sudah terbukti bukan pengedar ataupun pemakai benda haram itu?" tanya Mama Sandra, ia sampai bolak balik ke rumah anaknya."Iya, Ma. Alhamdulillah. Jadi kasus ini sebenarnya jebakan aja supaya restoran aku sepi."Mama Sandra dan Papa Dirga bernapas lega."Sekarang selesaikan masalahmu yang lain," timpal Papa Dirga.Wira melirik sang ayah."Papa sudah tahu masalahmu antara kalian bertiga, selesaikan secepatnya dan pilih salah satu," lanjutnya dengan sedikit ketegasan."Papa tahu dari mana masalah di hotel itu?" tanya Wira penasaran."Dari temen Papa, kebetulan kemarin katanya kamarnya bersebalahan, jadi ia mengetahui keributan yang terjadi."Wira merasa malu, masalah pribad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status