Share

Pria Egois

 Tidak ada yang tahu apa yang Arga lakukan sepulang kerja, dia berdiri di dekat rumah kontrakan Meliana. Informasi yang mudah sekali ia dapatkan dari bagian personalia di kantor barunya, kebetulan Arga pernah satu kampus dulu.

 Entah apa yang Arga fikirkan dan harapkan hingga semua ini bertolak belakang dengan ucapannya, dia datang menemui Meliana, tapi bukan karena ingin wanita itu menjadi pendamping dan pemilik hatinya seperti dulu lagi, Arga hanya ingin rasa penasaran di dalam hatinya terjawab saat ini.

 "Arga," sapa Rika yang baru saja berbelanja di mini market tidak jauh dari rumah itu.

 Arga menoleh kaget, "Kau ada di sini?" tanya Arga.

 "Apa kau lupa kalau rumahku tidak jauh dari sini? Aku sedang menemani Meliana sekaligus mau belajar berjualan online, kau sendiri?"

 Tenggorokan Arga terasa tercekat, dia tertangkap basah, tapi ini Rika, ada harapan untuk bisa masuk dan bertemu Meliana melalui Rika di sini.

 "Aku mau menemuinya," jawab Arga jujur.

 "Untuk apa? Meliana tidak mau bertemu denganmu, dan kau tahu ... Sejak bertemu denganmu di kantor kemarin, dia menangis semalaman, entah karena apa," jelas Rika, ia hendak meminta Arga menyerah saja untuk bertemu Meliana saat ini.

 "Karena itu ... Aku mau menemuinya karena aku merasa ada yang janggal dengan semua ini." Arga bersikeukeh untuk menemui Meliana.

 Rika terpaksa menyetujuinya, barang kali dengan pertemuan dan penjelasan ini tidak ada lagi kesalah pahaman di antara keduanya, Rika rasa memang ada hal yang Meliana sembunyikan selama ini.

 Tidak mungkin Meliana tiba-tiba meninggalkan Arga dan menikah kilat waktu itu, Rika akui hubungan mereka tidak jelas, terjebak pada sebuah status yang entah mau dibawa ke mana dan seperti apa, banyak pria dan wanita yang dekat dengan keduanya sampai Meliana putuskan untuk menerima pinangan dari salah satu di antara mereka yang dekat dengannya, lama-lama hati Meliana pun juga jatuh cinta.

 Arga duduk di ruang tamu, di dalam sana Rika tengah berusaha membujuk Meliana untuk menemui Arga.

 Gadis itu pun ke luar kamar, memakai piyama panjang dengan gaya khas Meliana yang tidak pernah berubah seperti dulu, Arga hafal itu.

 "Kalau tujuanmu ke tempat ini hanya untuk membuat aku kembali berteman denganmu, lupakan, itu akan sia-sia!" ucap Meliana tegas, dia sudah memperingatkan dari awal sebelum dia hanyut sendiri dengan ucapan Arga.

 Arga tersenyum samar, ia pandangi wajah kesal Meliana yang sudah sangat lama tidak ia lihat, sejak menikah Meliana tidak pernah aktif di media sosial lagi.

 "Aku tidak berniat untuk itu, kalaupun tidak bisa, aku tidak masalah .. Kedatanganku ke mari hanya untuk bertanya hal yang kau sembunyikan dariku beberapa tahun lalu, Mel." Arga tatap dalam Meliana yang sontak memalingkan wajah.

 "Tidak ada yang aku sembunyikan," jawab Meliana singkat.

 "Tidak mungkin, kau pasti berbohong, dalam sekejap kau mengajakku bertengkar dan memutuskan kita untuk saling melupakan, kau juga membawa pria lain ke hadapanku, mengenalkan padaku kalau itu adalah pria yang kau cintai, lalu kau juga pergi begitu saja setelah memakiku. Pasti ada yang membuatmu berubah seperti itu, jujurlah!" pinta Arga, itu yang dia tunggu dari dulu, ia ingin mendengar alasan Meliana meninggalkan semuanya waktu itu.

 "Aku bilang tidak ada yang aku sembunyikan, aku memang kesal dengan sikapmu dan aku memang mau menikah, gadis yang sudah menikah tidak mungkin meladeni pria selain suaminya, aku hanya melakukan itu!"

 "Tapi, bukan berarti kau memutus hubungan baik yang sudah tejalin, lagipula aku tidak akan memutus pertemanan kita kalau kau menikah dengan pria lain, kenapa harus kau pergi waktu itu? Kau bahkan tidak mau melihat wajahku lagi, itu tidak adil, Mel ...."

 "Apa yang tidak adil?" mata Meliana menggenang, bibirnya berkedut tanda kalau ada duka yang ingin pecah di sana.

 Arga tarik tangan itu dan mengajak Meliana ke luar rumah paksa, dia pinjam mobil Juna untuk membawa Meliana pergi. Arga tidak peduli dengan penolakan yang Meliana tunjukkan.

 "Egois!" sentak Meliana, ia sudah terkunci di dalam mobil.

 "Terserah kamu mau ngomong apa!" balas Arga, ia kemudikan mobil itu menjauh dan entah ke mana, dia yang tahu tujuannya, mencari tempat di mana mereka pernah duduk bersama.

 Berulang kali Meliana memakinya, mengatakan kalau Arga adalah pria yang tidak jelas dan egois, semua Arga dengarkan dan lupakan, biar saja Meliana mengumpat tentangnya apa saja, dia dan hatinya ingin mendengar semua yang dirasa tidak adil itu.

 Sampailah pada sebuah taman di dekat danau tempat mereka dulu sering berjanji untuk bertemu, membagi cerita dan beban yang ada di pundak mereka.

 "Kau boleh memakiku tidak jelas, egois atau apa, terserah, Mel! Tapi, aku tidak bisa berbohong kalau aku ingin mendengar semua alasan yang kau sembunyikan dulu," jelas Arga berucap pelan, ia tekan kedua bahu Meliana yang merapat, gadis itu menunduk, air matanya jatuh dan dengan cepat Arga hapus lembut.

 "Aku mohon setelah ini pergilah dan jangan ganggu aku," pinta Meliana, sisa isakan itu mengiris hati Arga juga.

 Biarlah orang melihat mereka duduk berdua dan dekat, mereka sudah sama-sama sendiri saat ini.

 "Oke, aku akan pergi dan tidak mengganggumu kalau kau jelaskan semuanya," putus Arga, ia tidak rela, tapi harus ia relakan.

 Meliana hapus sisa air matanya, ia tatap Arga dalam sama seperti dulu di mana mereka tidak pernah bisa saling berbohong satu sama lain, sama seperti di mana cinta dalam diam itu muncul tanpa sadar, Meliana munculkan sorot mata yang sudah terkubur lama itu.

 Dari dulu seperti inilah Arga, walau ribuan kali bibirnya berkata tidak peduli dengan Meliana, raganya bertolak belakang, begitu juga dengan hatinya.

 "Waktu itu ... Ibumu datang menemuiku, dia memintaku untuk pergi jauh darimu, tidak akan pernah hadir lagi dengan alasan apapun. Dia tidak suka dengan hubungan yang kita jalin dan aku ... Ga, kalau kau berfikir aku meninggalkanmu dengan mudah itu salah, aku memohon pada Ibumu waktu itu, tapi dia menolak, dan setelah aku dengarkan penjelasannya, aku rasa itu masuk akal, jadi aku putuskan untuk pergi," ungkap Meliana getir, batinnya tercabik-cabik mengatakan semua ini.

 "Kenapa kau tidak mengatakan hal itu kepadaku? Dan kenapa Ibu tidak setuju denganmu?" Arga usap dadanya yang bergemuruh.

 "Kalau aku katakan semua itu, kau pasti akan bertengkar dengan Ibumu dan tidak ada perjodohanmu dengan Nia, gadis baik pilihan Ibumu." 

 Arga raup wajahnya kasar, dan jawaban Meliana berikutnya semakin membuatnya terkejut, sebuah alasan yang membuat hatinya ikut menangis bersama dengan pedihnya hati Meliana.

 "Waktu itu aku sempat sakit dan kabar yang beredar dari penyakitku, aku tidak akan bisa mempunyai anak nantinya ... Ibumu tahu itu, aku juga bukan dari keluarga mampu yang bisa makan sesuai dengan standart kesehatan yang ada, kau tahu juga sampai detik ini aku berpisah dari Natan juga karena hal itu, aku tidak bisa memberinya anak, Ga ...."

 Air mata Meliana tumpah ruah, ia jelaskan semua bukan bertujuan untuk mendapatkan Arga kembali, semua ini hanya untuk memperjelas semua dan membuat Arga tidak berat menjauh darinya.

 "Mel," Arga sebut nama itu sembari menakup wajah basah Meliana yang tampak rapuh, duka itu Meliana tanggung seorang diri.

 "Pergilah, Ga ... Kau sudah berjanji padaku tadi," balas Meliana.

 Kalau bisa ia ingin bersama Arga kembali, tapi dia bukan orang yang bisa menyempurnakan Arga di masa nanti.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status