Share

Nikah Kilat: Terjebak Pesona Tuan Muda Posesif
Nikah Kilat: Terjebak Pesona Tuan Muda Posesif
Author: Allensia Maren

Bab 1

last update Last Updated: 2025-06-10 09:43:17

“Saya datang ke sini bukan untuk bertanya kenapa kamu melukai Rakha, tetapi untuk menikahimu.”

Alina menggeleng cepat. “Kalau hanya menikah kontrak, saya—”

“Ini pernikahan sungguhan. Secara resmi.” Pria di hadapannya menatapnya tanpa berkedip.

Tenggorokan Alina mendadak terasa panas. 

Ia tak pernah menyangka, keputusan untuk menanggung kesalahan saudara kembarnya, Aluna, justru menyeretnya ke dalam bencana.

Beberapa waktu lalu, Aluna menghilang setelah menyebabkan kematian kekasihnya, Rakha Ditya Sankara. Untuk menyelamatkan saudara kembarnya itu, Alina terpaksa menanggung semua kekacauan yang terjadi.

Meski pada akhirnya Polisi menyimpulkan bahwa penyebab kematian Rakha adalah alkohol dan tuduhan Alina sebagai tersangka pun gugur, tetapi masalah tidak selesai di situ.

Tanpa sepengetahuannya, Aluna menggunakan identitasnya untuk memeriksakan kehamilan. 

Akibatnya, Gallen, adik kandung Rakha, percaya bahwa Alina yang sedang mengandung anak Rakha.

Kini, pria itu, tiba-tiba muncul dengan keinginan untuk menikahinya. Lebih tepatnya memaksanya menikah ketika mendapatkan hasil pemeriksaan itu.

Terjepit keadaan, Alina pun terpaksa bersandiwara seolah mengandung anak mendiang Rakha.

Sayangnya, alih-alih selamat, Alina justru bertemu dengan dewa kiamat.

“Maaf, Tuan, saya tidak bisa menerima pernikahan itu,” jawab Alina dengan tegas, entah sudah berapa kali ia mengatakan kalimat penolakan.

Namun Gallen mencondongkan tubuhnya, seolah ingin lebih dekat dengan Alina yang duduk di seberangnya. “Saya tidak butuh persetujuanmu. Apapun yang kamu katakan, saya akan tetap menikahimu.”

Ya, Tuhan! Apakah pria ini sudah kehilangan akal?

“Tapi, ini tidak benar. Saya tidak mungkin menikah dengan—”

“Menikah?” potong Yasmin, ibu Alina, yang tiba-tiba muncul di ruang tamu. 

Pandangannya langsung tertuju pada Gallen, pria yang duduk tenang dengan sorot mata setajam pisau.

Yasmin sebenarnya sudah mendengar segalanya sejak awal, ia sengaja tidak muncul. Hanya saja ketika mendengar topik pernikahan dan Alina terus menolak, ia tak bisa menahan diri.

Wanita paruh baya itu melangkah masuk.

“Ibu...” lirih Alina, suaranya nyaris putus asa. 

“Saya Yasmin, ibunya Alina. Maaf tiba-tiba menyela,” ucapnya ramah. Tanpa menunggu izin, ia langsung duduk di sisi Alina, menyelipkan senyum tipis yang sulit diterjemahkan. 

“Tuan ingin menikahi Alina?”

Gallen meresponnya dengan anggukan pelan. “Putri ibu sedang mengandung darah daging keluarga Sankara. Saya ingin menikahinya. Berapa pun mahar yang kalian minta, akan saya berikan.”

Seketika, sorot mata Yasmin berubah. Wajahnya berseri, seolah menemukan emas di halaman rumah sendiri.

“Berapapun?” Yasmin tertawa kecil. “Ah, maksud saya... Alina baru saja kehilangan pekerjaannya, sementara saya harus membiayai cuci darah suami setiap minggu. Kami sedang benar-benar kesulitan.”

Sementara itu, Alina yang sudah tahu betul sifat ibunya, langsung menarik pelan ujung baju ibunya, seolah ingin menghentikannya. 

Namun, Yasmin menepis tangan Alina.

“Apa boleh kami meminta mahar—”

"Maaf, Tuan. Abaikan saja ibu saya. Bagaimanapun juga, saya tidak bisa menikah dengan Anda. Saya mampu membesarkan anak ini sendiri," tukas Alina, seolah-olah benar-benar mengandung.

Sayangnya, ucapan Alina seolah tak berarti di mata Gallen. Lelaki itu justru menatap Yasmin dan berkata dengan nada dingin, “Sebut saja jumlahnya.”

“Dua ratus juta, Tuan,” jawab Yasmin akhirnya, tanpa ragu.

Tentu saja permintaan Yasmin membuat Alina membelalakkan matanya.

Astaga!

Bukankah ini sama saja Yasmin dengan sukarela menjualnya demi melindungi Aluna?

Ia tahu, selama ini ibunya memang hanya memperhatikan Aluna, bahkan seolah tidak pernah menganggapnya ada. 

Namun, kali ini tak disangka akan setega itu.

“Ibu!” Alina mencoba menyadarkan ibunya. Namun, lagi-lagi Yasmin hanya menepuk lutut Alina sebagai peringatan untuk diam.

“Baik, saya tidak keberatan,” ucap Gallen dengan senyum dingin.

Sorot mata Yasmin langsung berbinar. Ia sudah membayangkan setumpuk uang tertata rapi di meja ruang tamunya.

“Kami terima lamarannya,” ucap Yasmin mantap. “Tuan jangan khawatir. Saya akan yakinkan Alina. Dia hanya belum berpikir jernih.”

Alina menatap ibunya tak percaya. Namun, lidahnya sudah kepalang kelu untuk mengucap sesuatu.

Gallen berdiri, merapikan jas hitamnya. “Kalau begitu, tiga hari lagi kami menikah. Besok pagi, asisten saya akan datang mengurus mahar dan semua keperluan pernikahan.”

Ia lalu melangkah keluar, diikuti Andreas yang memberi anggukan kecil sebelum pamit. Yasmin menggandeng Alina untuk mengantar mereka keluar.

Begitu rombongan mobil hitam menghilang dari pandangan, Yasmin menghembuskan napas lega—seolah baru saja membuat kesepakatan besar.

Beberapa detik kemudian, ia langsung melepaskan genggaman dari lengan Alina.

“Kamu ini benar-benar ya! Otakmu dimana, Alina? Tuan Muda itu mau menikahimu, kamu malah menolak! Dia bahkan bersedia kasih mahar ratusan juta! Kamu justru mau buang kesempatan besar!”

Yasmin mengomel sambil melangkah masuk ke rumah, Alina mengekor di belakang.

“Menikah dengannya hanya akan menambah masalah,” bisik Alina lirih. “Dia mengira aku mantan kekasih kakaknya yang sedang hamil. Kenapa tidak katakan saja bahwa yang hamil itu Aluna?”

“Kamu pikir aku bodoh? Kalau sampai dia tahu kebenarannya, bagaimana nasib Aluna, hah? Sia-sia dia kabur dari polisi!” Yasmin menatap Alina dengan penuh amarah.  “Sudah, kamu lanjutkan saja sandiwara itu!”

“Tapi aku tidak hamil. Bagaimana kalau dia—”

“Kamu bisa pura-pura keguguran, kan?! Buat saja seolah-olah kehamilanmu itu tidak bertahan lama!” potong Yarmin tanpa keraguan.

Alina terperangah tak percaya menatap punggung ibunya yang kini berlalu pergi ke dalam kamarnya sendiri.

“Bu?” ucap Alina lirih, seolah benar-benar tidak percaya dengan apa yang ibunya katakan.

Namun, Yasmin tidak mempedulikan Alina. Ia langsung pergi meninggalkan Alina yang masih terpaku.

Bekas cengkraman sang ibu tadi masih terasa nyeri di lengan Alina.

Untuk pertama kalinya, Alina sadar, ibunya bukan sekadar keras kepala. 

Ia bisa menghancurkan siapapun, bahkan darah dagingnya sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Yuna Wijaya
emaknya matree nauzubilah
goodnovel comment avatar
rose nove
makk dajall
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Nikah Kilat: Terjebak Pesona Tuan Muda Posesif   Bab 93

    Aluna terdiam membeku. Lidahnya terasa begitu berat, seakan ada simpul tak kasatmata yang mengikatnya rapat. Tenggorokannya kering, napasnya tertahan. Tatapan tajam Gallen menekan seperti bilah pisau yang siap menembus pertahanannya kapan saja.“Jangan paksa saya untuk menggunakan cara kejam, Aluna!” Suara Gallen merendah, namun justru terdengar semakin mengancam. Aura dingin memancar dari sorot matanya yang gelap, membuat udara di antara mereka terasa kian menyesakkan.“Jawab! Kalau kamu berhubungan dengan kakak saya, mengapa bisa berhubungan dengan pria lain?!”Tubuh Aluna tersentak kecil. Jari-jarinya meremas kain gaun yang ia kenakan hingga kusut. Kedua matanya menunduk, menghindari tatapan pria itu. Butuh waktu baginya untuk menarik napas panjang, memaksa suaranya keluar.“Saya… akui, saya salah,” bisiknya lirih, nyaris seperti pengakuan dosa yang terpaksa keluar dari bibirnya. “Awalnya saya tidak tahu siapa itu Rakha. Waktu itu Alina bekerja di butik, dan dia pernah mengantar se

  • Nikah Kilat: Terjebak Pesona Tuan Muda Posesif   Bab 92

    Aluna menatap layar ponselnya dengan mata membelalak, tangan yang menggenggam perangkat itu bergetar halus, seolah berat menahan beban kecemasan yang mencekam. Ia menekan tombol panggil ulang berkali-kali, namun suara nada dering yang monoton terus berputar tanpa ada jawaban di ujung sana.“Tristan! Jawab, tolong!” Suaranya pecah, bergetar penuh kepanikan. Nafasnya tersengal, dada sesak seolah ada beban berat menindihnya.Setiap detik berlalu seperti menyeret waktu menjadi sangat lambat. Matanya melirik ke sekeliling ruang tamu vila yang mewah, dinding putih yang bersih dan perabotan elegan terasa sunyi dan dingin, sama sekali tak memberi ketenangan. Hanya ada suara detak jam dinding yang kian memperbesar rasa gelisah di dalam dadanya.Aluna berdiri, langkahnya mulai mondar-mandir tanpa tujuan pasti, tangan terkepal rapat, berusaha menenangkan diri namun gagal. Kepalanya berputar dengan pertanyaan-pertanyaan yang menggantung tanpa jawaban.“Kenapa kamu tidak mengangkat? Apa yang seben

  • Nikah Kilat: Terjebak Pesona Tuan Muda Posesif   Bab 91

    Begitu tiba di rumah sakit, Gallen tak membuang waktu. Langkahnya lebar dan cepat, nyaris seperti berlari melewati lorong-lorong yang dipenuhi bau menyengat antiseptik. Udara dingin dari pendingin ruangan seakan tak mampu meredam panas amarah dan cemas yang membakar dadanya.Ia langsung mendorong pintu ruang UGD, tatapannya segera tertuju pada sosok Alina yang terbaring di atas brankar. Wajah istrinya pucat, mata terpejam, dan oksigen tipis menggantung di hidungnya. Selang infus menempel di lengan, menyalurkan cairan bening yang menetes pelan.Di sisi brankar, dokter Sarah berdiri dengan clipboard di tangan, wajahnya penuh keseriusan.“Bagaimana keadaannya?” suara Gallen terdengar dalam, tegang, nyaris pecah. Ia menarik kursi kecil dan duduk di tepi brankar, jemarinya langsung meraih lengan Alina yang diinfus, menggenggamnya seolah takut kehilangan.Dokter Sarah menghela napas pelan sebelum menjawab, “Meskipun terjatuh cukup kencang, untungnya janin dalam kandungan Nyonya cukup kuat.

  • Nikah Kilat: Terjebak Pesona Tuan Muda Posesif   Bab 90

    Beberapa hari setelah Aluna melahirkan, bukannya suasana menjadi tenang, justru hati Alina terusik. Seolah setiap hal, sekecil apa pun, menjadi alasan bagi Aluna untuk merepotkan Gallen. Pagi ini saja, baru lewat pukul tujuh, telepon dari Aluna sudah berdering dengan nada panik. Suaranya terdengar terburu-buru, hampir seperti menangis. Katanya, bayinya muntah setelah menyusu, dan ia tak tahu harus berbuat apa. Gallen yang saat itu tengah sarapan bersama Alina pun diminta segera datang. Untungnya, Gallen tidak pernah turun tangan sendiri. Pria itu selalu mengutus orang untuk datang ke rumah Aluna, entah itu bidan, dokter, atau staf rumah tangga yang bisa membantu. Setiap kali itu terjadi, Alina hanya bisa menggelengkan kepala. Ia tak habis pikir, bagaimana mungkin seorang ibu baru bisa begitu bergantung, bahkan untuk hal-hal yang seharusnya bisa ditangani sendiri. Malam ini pun sama. Menjelang tengah malam, ketika Alina baru saja hendak memejamkan mata, Andreas muncul di ambang

  • Nikah Kilat: Terjebak Pesona Tuan Muda Posesif   Bab 89

    Gallen mendongak, menatap istrinya. Secepat kilat, ekspresinya berubah menjadi lebih ramah, bahkan sudut bibirnya terangkat membentuk senyum tipis yang nyaris meyakinkan."Masalah pekerjaan," jawabnya singkat, suaranya terdengar santai—terlalu santai untuk seseorang yang baru saja memancarkan aura sedingin baja.Namun, Alina bisa merasakan bahwa di balik senyum itu, ada sesuatu yang berusaha disembunyikan. Tatapan Gallen hanya bertahan sebentar sebelum ia meraih gelas kopinya, meneguk pelan seakan ingin mengakhiri pembicaraan.***Setelah makan, Gallen mengajak Alina menuju rumah sakit. Udara sore itu terasa sedikit pengap, bercampur aroma antiseptik begitu mereka memasuki lobi. Di bangsal rawat, Aluna sudah terbaring di ranjang pasien dengan wajah dibuat pucat memelas, meski riasan tipisnya masih terlihat rapi.Begitu melihat Gallen masuk, senyumnya langsung merekah. Ia menegakkan tubuh, lalu menggendong bayi mungil yang dibungkus kain bedong warna putih.“Tuan Gallen, lihatlah…” Sua

  • Nikah Kilat: Terjebak Pesona Tuan Muda Posesif   Bab 88

    Keesokan paginya, udara masih dingin saat Gallen dan Alina tiba di rumah sakit. Bau antiseptik langsung menyergap begitu mereka memasuki lobi. Suara langkah kaki para perawat dan denting alat medis berpadu menjadi irama yang tak pernah berhenti.Di depan ruang operasi, suasana penuh kecemasan. Yasmin sudah duduk di kursi tunggu, wajahnya pucat, jemari terus meremas sapu tangan seolah mencoba menyalurkan ketegangan. Begitu melihat Gallen dan Alina datang, ia berdiri terburu-buru."Bu? Bagaimana keadaan Aluna?" tanya Gallen. “Operasinya baru saja dimulai,” ucap Yasmin dengan suara pelan namun tergesa. “Dokter bilang butuh waktu sekitar satu jam.”Gallen hanya mengangguk singkat, sebelum berjalan mrndekat ke arah Andreas.Sementara Alina lalu duduk di kursi kosong. Dia ingin menyapa ibunya tapi Yasmin justru berpindah tempat, menjauh dari Alina. Dalam hati, Alinabtersenyum miris. "Hanya duduk berdamlingan saja, Yasmin menganggapnya seolah barang yang menjijikkan.""Ibu mau aku pesankan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status