Share

Bab 8

last update Last Updated: 2025-06-13 21:00:08

Suhu di ruangan itu mendadak meningkat, atau mungkin hanya tubuhnya yang bereaksi panik. Alina menunduk, menatap bayangan wajahnya yang memantul di permukaan susu.

“A-aku… tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya, Oma,” ucapnya pelan. Suaranya terdengar seperti bisikan, nyaris tenggelam oleh detak jantungnya sendiri. “Aku takut.”

Amarantha hanya mengangguk pelan, seolah kalimat itu sudah cukup menjelaskan segalanya. “Sekarang Oma tahu kenapa Gallen begitu memaksa ingin menikahimu, bahkan setelah kakaknya baru saja berpulang.”

Alina refleks mengangguk, meski pikirannya terasa kosong. Jika Gallen yang ada di hadapannya, mungkin ia masih bisa bersikap defensif. Tapi di hadapan Amarantha—wanita yang matanya selalu teduh dan suaranya begitu sabar—Alina kehilangan keberanian.

Ia tak tega menyakitinya. Tapi bukankah dia sudah melakukannya? Dengan kebohongan ini?

Tiba-tiba, sentuhan hangat mendarat di pundaknya. Amarantha mengusapnya perlahan.

“Gallen sudah menjelaskan semuanya padaku,” katanya. “Katanya... kalian tidak sengaja. Tentu ini bukan salahmu seorang. Cucuku juga bersalah. Oma harap kamu bisa memaafkan Gallen.”

Jantung Alina mencelos. Ia menatap Amarantha dengan kening berkerut, mencoba mengurai makna di balik kalimat itu.

“Aku tidak mengerti, Oma. Maafkan Gallen... untuk apa?”

Amarantha menghela napas panjang, seakan mencoba menahan kecewa. “Dasar anak muda… kalau sudah dibutakan cinta, hamil pun tak lagi dianggap masalah. Bukankah dia melakukannya saat mabuk? Dia sudah menghamilimu, sayang… dan merusak masa depanmu.”

Untuk sesaat, dunia seakan berhenti berputar. Suara Amarantha menggantung di udara, lebih lama dari yang seharusnya.

Jantung Alina kembali mencelos, kali ini lebih keras hingga membuatnya sulit bernapas.

Ia menatap wajah Amarantha yang penuh kasih itu, tapi hatinya justru makin kacau. 

Skenario apa yang sedang Gallen bangun? Pria itu dingin, kaku, bahkan tajam saat berbicara dengannya… lalu mengapa sekarang dia malah bersedia menanggung semuanya?

Andai saja Amarantha tahu, semuanya jauh lebih rumit dari cerita sederhana yang Gallen karang.

Alina bahkan tak tahu mana yang lebih mengejutkan, keputusannya menyembunyikan kebenaran, atau keberanian Gallen menanggung semuanya sendirian.

Ia mengaku bersalah. Ia bahkan mengaku sebagai ayah dari anak yang bukan miliknya.

Tapi kenapa?

“Dia... bilang begitu pada Oma?” tanya Alina nyaris tak terdengar.

Amarantha mengangguk sambil menggenggam tangannya dengan lembut. “Kamu mungkin belum mengenal dia sepenuhnya. Aku harap kamu bisa bersabar dengan sifat cucuku yang kaku itu.”

Alina tersenyum tipis, senyum yang lebih terasa seperti permintaan maaf daripada ungkapan terima kasih.

“Sekarang yang terpenting, kamu jaga kehamilanmu, ya?”

Alina menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri yang sesaat tadi begitu kacau. Namun, tetap bersikap baik-baik saja meski, hatinya tak kunjung menemukan titik tenang.

“Iya, Oma,” bisiknya lirih. “Aku… aku akan berusaha menjaga ini sebaik mungkin.”

“Itulah yang oma harapkan.” Amarantha tersenyum, satu tangannya beranjak mengusap perut Alina. “Bagaimanapun anak ini punya hak untuk hidup.”

Alina menatap langit-langit ruangan dari tempat duduknya. Ia tersenyum pasrah sebelum meneguk susu yang dibuatkan Belinda. 

Bagaimana bisa menjaganya tetap hidup kalau janinnya saja tidak ada?

***

Setelah Amarantha kembali ke kediaman, Alina baru bisa bernapas lega. 

Wanita tua itu sama seperti Gallen. Tidak mengijinkannya melakukan banyak hal. Hanya mengambil minum di dapur pun dilarang. Ia diperlakukan seperti ratu. 

Untung saja, hanya beberapa jam beliau berkunjung. 

Meski begitu, kegelisahan masih bersarang di benak Alina. Bukannya tenang, pikirannya justru semakin dipenuhi kekhawatiran. Layar televisi di depannya menyala, tapi tak satu pun tayangan benar-benar ditangkap matanya.

Sejak kemarin, rasanya hari terus berjalan cepat dan Alina belum menemukan solusi yang tepat untuk mengakhiri sandiwaranya. Sekarang ia makin terjerat kebohongan yang ia ciptakan sendiri.

Di satu sisi ia ingin semua ini selesai. Tetapi di sisi lain banyak pihak yang menantikan anak dari rahimnya. Meski hanya pura-pura ia pun tak sanggup mengakhirinya sekarang.

Namun, apa yang harus ia lakukan? Cepat atau lambat Gallen akan  membawanya ke dokter kandungan. 

Jika sampai pada hari itu tiba Alina tidak bisa mendapatkan alasan yang tepat … tak perlu ditanya lagi apa yang akan terjadi padanya. 

Alina mengambil ponselnya lagi, berusaha mencari beberapa referensi tapi semua artikel itu sebagian besar sudah ia baca. 

Pandangannya lalu menyapu ruangan. Di pojok ruangan, Andreas tampak tenang, tenggelam dalam sebuah buku.

Buku? 

Mungkin buku bisa membantunya, pikir Alina cepat.

Tanpa menunggu lebih lama, ia berseru, “Andreas!”

Lelaki itu segera menoleh dan, beberapa saat kemudian, berjalan mendekat dengan langkah tenang.

“Ya, Nyonya? Anda perlu sesuatu?” Andreas bertanya usai tiba di hadapannya. 

Senyum kecil merekah di wajah Alina. “Aku bosan menonton. Bisa tolong carikan beberapa buku tentang kehamilan?”

Andreas tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, “Saya bisa tugaskan seseorang untuk mencarinya di toko buku, Nyonya. Tapi jika Nyonya berkenan, saya juga dapat meminjamkan tablet kerja milik Tuan Gallen untuk membeli versi digitalnya.”

Tanpa banyak pikir, Alina mengangguk cepat. “Antarkan ke kamar,” pintanya sebelum berbalik dan melangkah menuju kamarnya.

Andreas bergerak sigap, mengambil tablet kerja milik Gallen, lalu menyusul Alina.

“Silakan, Nyonya. Sudah saya aktifkan,” ucapnya singkat sambil menyerahkan perangkat itu dengan hormat.

Begitu Alina menerimanya, Andreas pun pamit tanpa suara dan meninggalkan ruangan dengan langkah ringan.

Alina duduk di tepi ranjang, membuka aplikasi buku digital, lalu mulai membaca. Matanya menelusuri setiap paragraf dengan saksama, sesekali mencatat poin penting di buku kecilnya.

“Kalau saja aku bisa tunggu sampai datang bulan…” gumamnya lirih, diiringi helaan napas berat. Tapi ia tahu itu hanya harapan kosong. Siklus haidnya masih jauh.

Dan sementara itu, waktu terus berjalan. Gallen sudah merencanakan kunjungan ke dokter minggu depan.

Kalau dokter tahu tidak ada tanda kehamilan, semua akan terbongkar. Maka saat itu, hidupnya akan benar-benar selesai.

Ia meraup wajahnya, frustrasi.

Kini, ruang geraknya sangat terbatas. 

Jika pun nekat menggunakan obat-obatan, tak ada yang bisa menjamin itu aman. Kemungkinan besar hanya akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Terlalu banyak risiko medis yang tak bisa ia kendalikan. 

Alina lalu membuka buku lain. Tangannya berhenti menggulir saat ia menemukan sebuah bab yang sedang membahas masa subur dan ovulasi di mana itu adalah waktu paling memungkinkan untuk terjadi kehamilan. 

Alina membaca cepat, lalu menghitung dalam hati.

“Sekarang, seharusnya aku sedang masa subur ....”

Ia menelan ludahnya sendiri. Semua opsi sudah ia telusuri, dan tak satu pun yang menjanjikan jalan aman.

Alina menatap layar gawai yang mulai redup, napasnya tersendat saat sebuah gagasan tiba-tiba menerobos benaknya.

“Apa aku harus hamil anak Gallen?” bisiknya, nyaris tak percaya pada pikirannya sendiri.

“Tapi… bagaimana caranya?”

Alina menggigit bibirnya sendiri, mengingat jarak yang terbentang di antara dirinya dengan Gallen juga keadaan mereka yang tidur terpisah. 

Lalu, bagaikan kabut yang perlahan menghilang, pikirannya mulai jernih, keraguan itu berubah menjadi tekad.

Jika kebohongan ini tak bisa lagi dipertahankan, maka satu-satunya cara untuk menyelamatkannya… adalah dengan menjadikannya kenyataan.

“Aku harus membuatnya terjadi. Apa pun caranya!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nikah Kilat: Terjebak Pesona Tuan Muda Posesif   Bab 73

    Andreas terkejut mendengar pernyataan Alina. Ketika sang nyonya baru saja menundukkan tubuhnya, pria itu cepat-cepat menahan tangan Alina, mencegahnya melanjutkan.“Nyonya, Anda tidak boleh seperti ini,” ujarnya lembut sambil membantu Alina berdiri tegak kembali. Pandangannya kemudian terarah ke papan nomor antrean. “Lebih baik kita ambil dulu obat untuk Nona Caroline. Setelah itu, saya akan menjelaskan semuanya.”Alina menatap mata Andreas. Ada ketulusan di sana, dan itu cukup untuk membuatnya mengangguk setuju. Setelah menunggu sekitar lima pasien, akhirnya Alina mendapatkan obat untuk adik iparnya.Begitu mereka sampai di lorong yang sepi, Alina langsung menuntut, “Sekarang, kamu harus menepati janjimu, Andreas.”Andreas menghela napas panjang. Nada suaranya berat, seolah apa yang akan diucapkannya bukan hal mudah.“Sebenarnya, selama di luar negeri, Tuan Gallen mengidap penyakit. Radang lambung akut dan insomnia…”"Selama di luar negeri?" ulang Alina, berusaha memahami setiap kata

  • Nikah Kilat: Terjebak Pesona Tuan Muda Posesif   Bab 72

    "Caroline masuk rumah sakit."Hanya ith penjelasan singkat yang diberikan Gallen sebelum menarik tangannya meninggalkan pemakaman keluarga itu. Tanpa basa-basi, Gallen memacu mobilnya membelah jalanan raya menuju rumah sakit. ***Rumah Sakit. Di dalam Instalasi Gawat Darurat, Gallen dan Alina berdiri di sisi sebuah brankar tempat Caroline terduduk lemas.Wajah gadis itu pucat, tetapi rautnya tak menunjukkan rasa sakit, seolah kehilangan banyak darah tak berarti apa-apa baginya.“Sudah dibilang, tetaplah di rumah. Kalau mau pergi, tunggu kami pulang dulu,” tegur Gallen, menatap adik sepupunya itu dengan sorot mata tajam.Caroline hanya meringis sambil mengusap kakinya yang baru saja dijahit akibat luka robek di telapak. Sebuah perban selebar lima senti dan sepanjang satu jengkal menempel di sana.Pagi ini, ia nekat pergi ke pantai sendirian. Entah apa yang dilakukannya hingga tanpa sadar menginjak pecahan kerang dan terluka."Habisnya, kalian pergi tanpa mengajak aku. " Caroline men

  • Nikah Kilat: Terjebak Pesona Tuan Muda Posesif   Bab 71

    Alina mengangguk. Dengan satu gerakan lembut ia meraih satu tangan Gallen dan menggenggamnya. “Saat aku bertengkar dengan Ibu, saat aku menangis dan butuh sandaran, saat aku tak tahu harus mengadu pada siapa… kamu selalu ada untukku.” Sudut bibir Alina terangkat, meski sedikit canggung. Ia tahu mungkin Gallen akan merespons dingin, tapi ia tetap berusaha percaya diri. “Rasanya tidak adil kalau aku nggak peduli padamu, kan?” Gallen menyipitkan mata, tatapannya tajam. “Jadi kamu bagi beban cuma supaya kita impas?” Semangat Alina perlahan mengendur. Sejak awal, meyakinkan Gallen memang seperti menguras laut yang tak pernah surut. Namun, ia tidak akan menyerah. Ia tetap ingin bertahan sampai titik darah penghabisan. “Bukan begitu maksudku. Aku sadar, kita berdua punya masalah yang hampir sama. Kamu suamiku. Wajar kalau seorang istri ingin memahami suaminya. Bukannya malah menambah beban. Lagi pula, di hadapan makam Mama… mana mungkin aku cuma bicara omong kosong?” Hela napas mel

  • Nikah Kilat: Terjebak Pesona Tuan Muda Posesif   Bab 70

    Alina hanya mengangguk sebagai jawaban.Dalam benaknya hanya ada dua kemungkinan: Gallen membawanya ke tempat bersantai sekadar menikmati liburan setelah hari yang sibuk dan panjang, atau ke tempat yang sangat spesial baginya.***Bagi keluarga Sankara, tidak ada yang mustahil.Dengan kekayaan dan kuasa yang mereka miliki, seribu candi pun bisa dibangun bila mereka mau.Termasuk tempat yang dikunjungi Alina pagi itu.Tanah seluas puluhan hektar, setara dengan lahan pabrik, telah disulap menjadi kompleks pemakaman mewah.Kalau bukan karena menjadi istri Gallen, orang biasa seperti Alina mungkin tak akan pernah menginjakkan kaki di sana. Alina melangkah perlahan di atas lempengan andesit yang membentang rapi di halaman pemakaman. Langkahnya berusaha mengimbangi Gallen yang berjalan tenang tetapi cepat, sambil tetap menjaga keranjang bunga segar yang ia genggam erat di tangan kanan.Hingga akhirnya, Gallen berhenti di depan sebuah pusara besar.Saking megahnya, Alina sempat mengira seti

  • Nikah Kilat: Terjebak Pesona Tuan Muda Posesif   Bab 69

    Alina sudah menarik napas dalam-dalam. Jika saja Carolline membuka pintu dan melihat mereka dalam posisi yang intim lagi, ia bisa salah paham. Bisa gawat kalau Carolline mengira Alina meninggalkannya hanya untuk bermesraan dengan Gallen.Untung saja, panggilan Belinda mengalihkan perhatian gadis itu. “Nona Carolline, ada panggilan dari ponsel Nona.” Begitulah suara Belinda yang terdengar oleh Gallen dan Alina. Tuas pintu kembali ke posisinya. Detik berikutnya mereka mendengar suara langkah yang menjauh. Darah Alina seketika kembali mengalir. Hanya saja jarak yang hanya sejengkal dengan tubuh Gallen tak bisa membuat dadanya tenang.“Gallen…,” Alina berbisik gugup. “Lepaskan aku.”Namun, Gallen tidak menjawab.Sebaliknya, pria itu justru mendekat. Tubuhnya condong ke depan, wajah mereka hanya terpaut beberapa jari. Napas hangatnya menyapu pipi Alina, membuat bulu kuduknya meremang.Jantung Alina berdegup kencang, matanya membulat panik. Apa yang akan dilakukan pria ini?“Gallen...?” Ia

  • Nikah Kilat: Terjebak Pesona Tuan Muda Posesif   Bab 68

    Gallen menurunkan ponselnya perlahan, jemarinya yang kokoh menyelipkan benda itu ke dalam saku jas hitamnya yang tampak rapi tanpa cela. Tatapan matanya jatuh pada Alina, menelusuri wajah perempuan itu dengan diam penuh arti. Hanya sekejap, tapi cukup untuk membuat Alina menahan napas.Tanpa sepatah kata pun, pria itu mengulurkan tangan.Alina memandangnya dengan alis berkerut. “Kamu mau apa?” bisiknya, ragu.“Tanganmu,” balas Gallen pelan, datar, namun nadanya membuat Alina tak punya pilihan untuk menolak.Jantungnya berdetak lebih cepat. Meski tak memahami maksud Gallen, ia tetap mengulurkan tangan, membiarkannya menggenggam jemarinya. Cengkeramannya tidak kasar, namun juga tidak lembut. Tegas—seolah menyampaikan bahwa ia tak mau dibantah.Tanpa menjelaskan apa pun, Gallen menarik Alina menyusuri lorong sunyi hingga berhenti di depan sebuah ruangan tertutup. Dengan satu tangan, ia mendorong daun pintu, membuka ruangan itu. Di tengahnya, sebuah meja bundar telah ditata rapi. Piring,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status