Tidak berapa lama Emili keluar dari kamar mandi dan mendapati Danil di tepi kasur seperti menunggunya, ia tidak peduli dan berlalu ke lemari dan mengambil pakaiannya. Setelah selesai membalut tubuhnya ia hendak merapikan kancing baju saat sebuah tangan melingkar di pinggangnya."Emili...." Ucap Danil terdengar serius."Kenapa lagi? Aku sudah memberikan hakmu" Kata Emili sambil memandangi pantulan diri mereka di dalam cermin."Kalau aku mengatakan aku menyukaimu apa kamu percaya?" Danil terdengar meyakinkan. Emili mendelik membuang mukanya."Mana mungkin" Emili tertawa getir."Iya kan, aku juga berpikir begitu.." Danil melepas Emili, sebenarnya ia cuma menguji perasaannya apa ia benar-benar menyukai Emili atau tidak? nyatanya ia tidak merasakan getaran saat memeluk Emili. Ia lupa tentang emosinya saat Emili dekat dengan Evan."Maksudnya apa sih?" Emili mengerut tidak mengerti tapi ia juga tidak menggubrisnya."Cepatlah, Mamah Papah sudah menunggu, kita harus mulai akting lagi kan?" Emi
Beberapa hari telah berlalu...Emili melalui harinya tanpa Danil, walaupun rindu sedikit menyusup ia tidak mau peduli dan menarik diri untuk fokus mempersiapkan wisuda Sarjananya. tapi kadang-kadang ia mengirim pesan pada Danil saat benar-benar merasa bosan, walaupun hanya menanyakan kabar atau sedang melakukan apa?, tapi tidak sekalipun di balas oleh laki-laki itu. Ia kesal tapi tidak terlalu berharap lalu menghibur dirinya dengan "mungkin dia sibuk"Saat ini Emili sedang latihan untuk acara wisudanya yang tinggal 3 hari lagi.Saat ini ia sedang berada di aula tempat mereka akan wisuda nanti, seluruh calon sarjana juga hadir, semua tampak antusias mendengar arahan dari calon pemandu acara wisuda nanti, wajah-wajah penuh harap akan datangnya hari bahagia itu terpancar dari semuanya tidak terkecuali Emili. Tentu saja ia bahagia, tidak sedikit pengorbanan yang di lalui demi menyambut datangnya hari bahagia ini salah satunya menikahi laki-laki kaya seperti Danil meskipun tanpa cinta dem
Sembari menunggu Danil, Emili ikut bergabung dan mendokumentasikan moment dengan teman-temannya."Ah sedihnya, ini hari terakhir kita menginjakkan kaki di kampus" seloroh Hana terkesan lebai."Kalau Lo ngerasa kangen ya datang ajalah Han" Timpal Maya."Ngapain kayak ga ada kerjaan aja gue" mereka pun cekikikan."Emili..." Emili segera berbalik mendengar suara itu, Danil sudah berdiri tidak jauh di belakangnya dengan 1 buket bunga berbagai warna yang terlihat mewah di tangannya. Emili mematung sambil memandangnya, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak senyum, senyuman yang paling tulus dari dalam hatinya dan yang paling indah terukir di bibirnya, bahkan Danil tidak pernah melihat itu sebelumnya."Cantik sekali." Gumam Danil menghampirinya."iya benar, dia cantik" timpal Alex ikut terpesona tapi ia diam di tempat dan membiarkan Danil menemui permaisurinya itu."Selamat ya sayang" Ucap Danil, sambil menyerahkan buket bunga untuk Emili. Namun Emili tidak menerima buket itu dan langsung
Dikamar.Emili bolak balik di depan pintu kamar sambil memikirkan cara menghadapi Danil, ia berdoa dalam hati semoga Danil menghindari kamarnya. Benar saja ia menunggu sejam lalu dua jam dan seterusnya hingga malam datang Danil tidak juga muncul. Memang itu yang ia harapkan tapi hatinya berkata lain. Ia merasa bersalah."Apakah dia marah?" Gumam Emili. Akhirnya ia memberanikan diri menemui Danil di kamarnya yang lain, entah untuk minta maaf atau untuk menyerahkan dirinya.Di sinilah dia berdiri di depan pintu hendak mengetuknya dengan ragu."Ada apa?" Danil membuka pintu sebelum ia melakukan rencananya, di sambut cengiran ringan oleh Emili."Aku mau minta maaf" hanya kata itu yang lolos dari bibirnya, ia berada di mode canggung level high saat ini."Untuk?" Ucap Danil dingin. "Yang masalah tadi di mobil, yang aku pergi begitu saja, aku minta maaf" ucapnya ragu."Oh lalu..?" Masih mode dingin. Di tanya seperti itu Emili jadi bungkam dan malu, ia tidak mungkin menawarkan dirinya kan unt
Danil membanting ponselnya sambil mendesah lega. Namun ternyata masalahnya belum selesai, di depan pintu kamar seseorang menatapnya dengan sedih bercampur emosi."Kalau ini cuma setingan kenapa membuatnya terlihat nyata sih? kenapa ga langsung katakan saja kalau Nenek yang menyuruhmu" Pekik Emili menahan sesak di dadanya, "Emili...." Seru Danil pasrah.Emili mendekati nakas dan meraih vas yang berisi buket bunga pemberian Danil yang sudah dirawatnya dengan baik lalu membuangnya dengan kasar ke tong sampah."Kamu harusnya mengatakan semuanya saja dan jangan berpura-pura terlihat tulus." Emili sudah menahan diri tapi rasa kecewanya terlalu besar jadi air matanya mengalir begitu saja, ia berusaha mengusap air mata itu dengan kasar agar berhenti, Ia meraih tasnya hendak pergi."Mau kemana?" Sergah Danil tiba-tiba teringat rumah Evan. Ia pikir Emili akan kerumah itu lagi."Kerumah sakit" Gumam Emili masih terlihat emosi, ia menjawab karena tujuan ia kembali ke kamar untuk mengajak Danil i
Di sebuah ruangan, Evan di periksa oleh seorang dokter, tentu setelah kalah berdebat dengan Danil, seblumnya Danil minta maaf sekaligus memaksanya untuk mengobati lukanya disitu Evan bersikeras menolak namun Danil menariknya dengan paksa dan berhasil."saya bisa menebak Anda pasti menyukai Emili" Evan memberi pernyataan begitu keluar dari ruangan dan duduk tidak jauh dari sebelah Danil adapun Danil masih menunggunya karena permintaan Emili. "Pokoknya kamu tidak boleh meninggalkannya sampai benar-benar beres, aku mengawasimu" ucap Emili beberapa saat yang lalu.Danil diam tidak menjawab, mungkin ia sedang meraba hatinya."Saya yakin anda memukul saya karena cemburu dan sekarang ini Anda rela melakukan hal bodoh ini demi dia kan?" Selidik Evan."Kamu tau apa, berani sekali berspekulasi masalah perasaan saya" Protes Danil, tapi ia tidak mengelak ucapan Evan."Saya menyukainya dan kami sangat dekat tapi saat dia bersamaku dia tidak menunjukkan emosi lebih dari satu, dia selalu ramah dan s
"Sebentar, ini ada apa sih? Kau mau menguji perasaanku dengan cara seperti ini lagi?" Emili agak Emosi tapi tidak bisa memungkiri dadanya yang sedang bergemuruh."Masih kurang jelas memangnya?" Kali ini Danil tidak terlihat serius tapi juga tidak bercanda."Kamu yakin tidak sedang mengerjaiku? sejak kapan kau menyukaiku? aku benar-benar tidak bisa percaya" Emili masih menolak, ini sesuatu yang sangat sensitif, kalau ternyata ia baper dan Danil hanya bermain-main bukankah dirinya lagi yang kecewa."Oke aku harus apa, agar kamu bisa percaya?" Danil mulai greget. Emili agak berpikir."Aku akan percaya kalau kamu telpon Alea dan Katakan padanya kalian putus saat ini juga, katakan padanya kamu menyukaiku atau bahkan mencintaiku" tantang Emili sambil menatap tajam kedalam mata Danil, tapi ia tidak bisa berlama-lama karena wajah tampan Danil menghipnotisnya."Ini berat, bisakah menunggu sampai ada waktu yang tepat" jawab Danil ragu menerima tantangannya."Baiklah, aku akan percaya padamu saa
Danil dan asisten sekaligus sahabatnya si Alex, sudah tiba di negara tujuan, mereka bahkan sudah berada didalam kamar hotel bintang lima dengan fasilitas serba lengkap, orang biasa tidak akan mampu menyewa hotel itu selama dua bulan berturut-turut tapi dirinya mampu karena dia adalah Danil, jangankan hotel ia bahkan bisa membeli pernikahan."Sejak keberangkatan sampai menjejakkan kaki di kota ini, Anda terlihat tidak bersemangat" kata Alex sambil menyeruput kopi hangat yang di siapkan pelayan lengkap dengan cemilan sehat dan sebagainya, ia bertanya karena melihat Danil tampak dilema."Karena hatiku ketinggalan" sahut Danil."Ada apa? Bukannya hatimu sedang di kota ini?""Entahlah Lex, Aku merasa perubahan besar terjadi dalam hatiku""Oh ya?""Ada sesuatu yang membuatku ingin mempertahankan Emili""Terus Alea mau di apakan?""Aku akan melepaskannya, aku merasa tidak bisa hidup tanpa Emili, jauh seperti ini saja sudah membuatku rindu""Hahaha, kamu harus ingat kalian hanya nikah kontrak