Share

Peringatan

Author: Amegatari
last update Last Updated: 2023-09-10 16:15:33

Nathan kembali ke rumah dengan keadaan basah kuyup. Kakaknya telah menunggu di ruang tengah dengan ekspresi datar. “Darimana saja kamu?”

“Dari rumah Erin… .”

“Berhentilah melakukan hal itu setiap hari.”

Nathan diam, ia melanjutkan langkahnya menuju kamar. Buket bunga yang sejak tadi dibawa itu diletakkan berjajar dengan buket bunga lainnya di dekat jendela ruangan bernuansa putih tersebut. Laki-laki bermata coklat itu menghela nafas panjang sambil menatap buket bunga tulip putih itu.

Tok..tok..tok..

“Ya?”

Klek…

Amelian tampak kaget saat melihat Nathan masih memakai pakaiannya yang basah.

“Kamu ini kenapa tidak mandi dan ganti baju langsung setelah kehujanan begitu?” ucap Amelian dengan eskpresi cemas.

“Iya ini baru mau mandi, ada apa ibu tiba-tiba ke kamar Nathan?”

“Ayah mu menyuruh mu ke ruang kerjanya.”

“Iya, nanti Nathan akan kesana setelah mandi.”

Amelian mengangguk lalu kembali ke ruang tengah. Wanita paruh baya itu tampak mengkhawatirkan sesuatu. Ia memang menginginkan putranya meminta maaf namun melihat Nathan pulang dengan basah kuyup seperti hari ini membuat Amelian merasa tidak tega. Wanita paruh baya itu melanjutkan langkahnya dan kembali ke ruang tengah.

“David, bukankah kamu dekat dengan Erin?” tanya Amelian tiba-tiba.

David yang sedang membaca majalah di ruang tengah menatap ibunya. “Ya, kenapa?”

“Apa kamu tidak bisa membujuk Erin untuk memaafkan Nathan?”

“Bu, itu urusan mereka, David tidak berhak untuk ikut campur.”

Amelian diam sejenak, ia duduk dengan ekspresi tidak tenang. “Apa menurut mu Erin bisa memaafkan Nathan?”

David terdiam sejenak, ia tidak bisa memberitahu hal yang sebenarnya kepada sang ibu. “Entahlah, tapi jika tidak dimaafkan bukankah itu hal yang wajar? Ibu kan tau sebelum ini Erin begitu mencintai Nathan, tapi yang dilakukan Nathan bodoh itu justru seperti itu… .”

Amelian diam, ia bukannya tidak memahami hal itu. Wanita paruh baya itu mengerti betul bagaimana besarnya perasaan Erin kepada Nathan. Ia mengetahui usaha Erin dalam menjalin hubungan dengan Nathan yang sering bersikap semaunya. Namun ketulusan gadis itu dibalas dengan perbuatan yang buruk.

Nathan yang berdiri tidak jauh dari tempat itu bisa mendengar semua obrolan ibunya dengan sang kakak. Ia berdiam diri cukup lama sambil merenungi tindakannya yang sudah membuat banyak orang kecewa. Setelah obrolan David dan ibunya berganti topik, barulah Nathan melanjutkan langkahnya.

“Ayah masih di ruang kerja?”

“Ya, ayah mu masih disana karena masih ada pekerjaan yang harus diperiksa.”

Nathan mengangguk lalu segera melangkah menuju ruang kerja ayahnya.

Tok…tok..

“Masuk.”

Klek…

“Ayah memanggil saya?”

“Ya… ,” jawab Hardion dengan ekspresi datar.

Pria paruh baya itu melepas kacamatanya lalu menatap ke arah Nathan. “Apa Erin sudah memaafkan mu?”

Nathan terdiam sejenak. “Erin hanya berbicara saat menyuruh saya pulang… . Dia masih belum mau mendengarkan saya.”

Hardion menatap Nathan. “Kalau begitu lakukan setiap hari seperti biasa sampai dia bisa memaafkan mu.”

“Kalau Erin tidak memaafkan saya bagaimana?” ucap Nathan ragu.

“Tidak ada seorang gadis yang akan tetap marah terus menerus jika kamu menunjukkan kesungguhan mu.”

“Ya… .” Nathan diam memandangi cincin di jari tangannya. Meski tidak yakin, Nathan berharap Erin benar-benar bisa memaafkannya.

“Bagaimana kuliah mu? Apa ada teguran dari pihak kampus?”

“Saya mendapat teguran dari kepala jurusan karena kejadian itu menyebar di media sosial. Saya sudah menyampaikan permintaan maaf baik secara tertulis maupun langsung melalui media sosial… .”

Hardion menghela nafas, banyak juga karyawannya yang membicarakan putra bungsunya itu. “Lalu apa ada tindakan khusus yang kamu dapat dari pihak kampus?”

“Ehmm… kepala jurusan hanya menyuruh saya untuk tidak berlama-lama di kampus sampai suasana mereda.”

“Untung saja ayah mu kenal baik dengan dekan fakultas mu… ,” gumam Hardion pelan.

Nathan diam, ia sebenarnya merasa malu karena mengandalkan koneksi ayahnya untuk meredakan akibat dari permasalahan yang ia lakukan itu. 

Hardion menghela nafas lagi. “Kamu tidak perlu sempurna seperti kakak mu, hiduplah biasa saja dengan baik, itu sudah cukup membantu ayah… .”

Pria paruh baya itu sengaja mengatakan hal tersebut agar Nathan lebih mau memikirkan tindakannya dan tidak mengulangi perbuatan buruknya. Ia tidak berharap banyak dengan putra bungsunya itu karena sejak kecil Nathan memang lebih sering bertindak semaunya.

“Saya mengerti… maafkan Nathan, yah.” Laki-laki bermata hitam itu mengepalkan tangannya perlahan. Ia selalu merasa kesal karena orang tuanya selalu lebih memuji kakaknya tapi justru tidak berharap apapun kepada anak bungsunya.

“Ya sudah, kamu bisa kembali.”

“Baik… .” Nathan bangkit lalu melangkah meninggalkan ruang kerja ayahnya tersebut. Ia masih bingung kenapa ayahnya begitu memperhatikan masalahnya dengan Erin dan memintanya untuk terus mencoba hingga ia dimaafkan.

‘Apa karena ayah sangat menyayangi Erin seperti anaknya sendiri, jadi ayah ingin aku memperbaiki hubungan?’

Nathan tidak tahu ada maksud lain dari tindakan ayahnya yang menginginkan perbaikan hubungan tersebut. Ia saat itu hanya berpikir ayahnya benar-benar menyayangi Erin seperti anaknya sendiri.

***

Saat akan kembali ke kamar, David sudah menunggu Nathan di dekat pintu dengan ekspresi datarnya.

“Ada apa, mas?” tanya Nathan begitu melihat David tampak tidak seperti biasanya.

“Berhentilah menemui Erin,” ucap David tiba-tiba.

Nathan menatap ke arah kakaknya dengan ekspresi tidak senang. “Mas David jangan ikut campur urusan ku.”

David menatap Nathan dengan ekspresi dinginnya. “Hanya itu nasehat yang bisa mas mu ini berikan.”

“Apa mas David mau menentang ayah?”

“Apa maksud mu?” David masih belum mengetahui jika ayahnya juga mendukung Nathan untuk meminta maaf kepada Erin.

“Ayah mendukung ku supaya aku minta maaf ke Erin dan… .” Nathan tidak melanjutkan perkataannya, ia merasa kakaknya tidak perlu mengetahui jika sang ayah berharap anaknya bisa menjalin hubungan lagi dengan Erin.

“Dan apa?”

“Dan itu tanggungjawab ku,” ucap Nathan meralat ucapannya.

“Tanggungjawab kamu bilang?! Kalau kamu mengerti tanggungjawab, sejak awal kamu nggak akan selingkuh dari Erin, Nathan!”

“Aku tau aku salah, karena itu aku mau belajar bertanggungjawab… ,” ucap Nathan dengan ekspresi serius.

Mendengar hal tersebut David menjadi semakin emosi. “Kamu bisa terapkan tanggungjawab mu itu dengan tidak mengganggu kehidupan Erina lagi!”

Nathan diam, ia mengerti itu dan pernah berpikir demikian saat melihat Erin menangis. Namun setelah ayahnya mendukung ia untuk minta maaf, Nathan menjadi berharap bisa diberi kesempatan lagi untuk memperbaiki semuanya.

“Aku mau tetap nyoba, mas. Kalau akhirnya Erin meminta ku pergi, tentu aku akan menurutinya, tapi aku mau nyoba minta maaf dulu.”

David diam, ia tidak tahu lagi harus berkata apa. Ia mencoba memperingati Nathan karena khawatir dengan adiknya itu. Namun ia tidak bisa mengatakan lebih banyak karena ada janji yang harus ia tepati.

“Terserah kamu sajalah, mas hanya bisa memberi peringatan sebatas ini.” David langsung pergi begitu saja meninggalkan Nathan yang tampak bingung.

‘Peringatan? Apa maksudnya?’ gumam Nathan dalam hati dengan ekspresi bingung.

Laki-laki bermata hitam itu masuk kembali ke dalam kamarnya dengan penuh tanda tanya. ‘Kenapa ayah dan mas David kali ini berbeda pendapat?’

Nathan tidak menyadari jika apa yang diucapkan oleh ayahnya maupun kakaknya memiliki maksud lain.

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Persimpangan lagi

    Suasana menjadi hening usai David membenarkan apa yang ditanyakan Erin. Pria tersebut tidak mengatakan hal lain dan membiarkan istrinya memahami pengakuannya. Erin tampak terkejut dengan apa yang didengarnya meski sudah mendengar hal tersebut dari Niki terlebih dahulu. Ia memandang ke arah cincin di jari kanannya dengan ekspresi cemas sekaligus lega. ‘Jadi, sebenarnya aku dan mas David saling menyukai?’ “Itu hanya akan membuat mu semakin bingung saat mengambil keputusan kan?” tanya Davis setelah terdiam dalam waktu yang cukup lama. Pandangan mata Erin beralih ke arah David. “Nggak… bukan begitu, aku hanya sedang berpikir.” “Jangan mempertimbangkan tentang ini, jangan pikirkan aku, kita bisa lakukan sesuai rencana.” “Nggak, tunggu dulu,” balas Erin dengan ekspresi cemas. Perempuan tersebut sejak tadi berusaha menyusun kalimat yang ingin dikatakan. Namun otaknya kali ini terasa sulit berfungsi sebagaimana mestinya. “Erin, dengar, aku mengatakan itu bukan untuk membuat mu bingung,

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Mendekati batas waktu

    Semua asumsi dan pikiran buruk memenuhi kepalanya. David menghela nafas panjang lagi lalu memijat dahinya pelan. Ia berusaha tidak memikirkan semua itu lebih dulu. Setelah membereskan barang-barang milik Erin, pria tersebut langsung pergi berbelanja bahan masakan dan membeli buah-buahan kesukaan istrinya. Meski ia dalam keadaan tidak tenang, pria tersebut tetap memasak karena ingin menyambut kepulangan istrinya dengan hangat. Erin terbangun menjelang sore hari ketika Harsano sudah pulang ke rumah. Semua makanan yang dimasak David sudah tersedia lengkap di meja makan. “Sepertinya aku tidur sangat lama? Kenapa papa atau mas David nggak membangunkan ku?” “Perjalanan dari Italia kan sangat jauh, tentu saja kamu harus cukup istirahat,” balas Harsano dengan senyum yang dipaksakan. ‘Kenapa papa ekspresinya begitu?’ “Ayo makan,” ucap Harsano memperbaiki ekspresinya. Makan malam yang diselenggarakan lebih awal tersebut berlangsung cukup hangat. Namun Erin merasa ada yang lain dari eksp

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Perasaan tersembunyi

    Ekspresi Elisa masih tampak tetap teduh. Namun ada sedikit rasa cemas yang terpancar dari sorot matanya. “Lalu apa yang kamu inginkan?” “Aku hanya nggak mau membohongi semua orang lebih lama lagi, nek.” Wanita tua di sebelah Erin tersebut tersenyum. “Kali ini nenek tidak akan memaksakan satu hal, nenek akan mendukung apa pun keputusan mu.” “Aku akan coba berpikir lagi.” “Kamu bisa membicarakan itu dengannya, katakan secara jujur lalu ambil keputusan setelah kamu tidak lagi bimbang.” Elisa bangkit dari tempat duduknya lalu mengusap kepala Erin sebelum kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar tersebut. Erin menghempaskan tubuhnya di kasur. Matanya menatap langit-langit kamar dengan ekspresi sendu. Semua perasaan yang muncul membuat ia semakin bingung. ‘Walau mendengar semuanya, kenapa aku tetap terus teringat kalau mas David membantu ku karena merasa berhutang budi?’ Ia bukannya tidak bisa melihat ketulusan Dav

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Menimbang

    “Ini tentang David kan?” tanya Elisa lagi. Pupil mata Erin membesar setelah mendengar ucapan sang nenek. Namun ia tidak mengiyakan secara langsung tebakan Elisa. “Kamu tidak perlu khawatir tentang itu, kali ini nenek tidak akan sembarangan berkomentar,” ucap Elisa meyakinkan. Tatapan mata tua itu tampak teduh, tapi tetap tidak berhasil meyakinkan Erin untuk bercerita lebih dulu. Erin sudah terlanjur menganggap sang nenek membenci David. Baginya menceritakan tentang pria tersebut hanya akan membawa hal yang lebih buruk. Elisa masih menunggu dengan tenang selama selama beberapa waktu. Namun Erin tetap diam dengan ekspresi ragu. “David beberapa kali menghubungi nenek untuk menanyakan keadaan mu...,” ucap Elisa setelah cukup lama terdiam di tempatnya. “Mas David menghubungi nenek?” “Ya.” “Kenapa? Mas David kan bisa bertanya langsung ke Erin…” “Kamu menghindarinya, jadi dia bertanya langsung ke nenek.” Pandangan mata Erin beralih ke arah lain dengan ekspreii gelisah. ‘Jadi mas D

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Ragu

    Niki menatap Erin dalam waktu lama. Ia beberapa kali menghela nafas kemudian menggelengkan kepalanya pelan. “Sudahlah, itu bukan urusan ku juga. Semoga semua rencana mu berjalan lancar.” Wanita bermata hazel itu bermaksud melangkah pergi, tapi Erin menahan pergelangan tangannya. “Tunggu, jelaskan dulu.” “Untuk apa?” Erin melepaskan genggaman tangannya. “Tolong jelaskan dulu, paling nggak, aku bisa tau hal yang sebenarnya.” “Apa David nggak mengatakannya padamu?” Perempuan di seberang Niki itu menggenggam tangannya sendiri sambil berusaha mempertahankan ekspresi datarnya. “Sepertinya udah, tapi ku pikir itu hanya ucapan asal untuk menenangkan ku.” “Asal? Apa kamu nggak bisa membedakan bagaimana raut wajah seseorang saat mengatakan hal yang sesungguhnya?!” Intonasi suaranya meninggi. Niki tidak bisa menahan emosinya karena menghadapi Erin yang memilih buta akan semua hal di sekelilingnya. “Aku nggak mau salah paham…,” balas Erin beralasan. Ada jeda yang cukup panjang sebelum

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Pertemuan

    Waktu berlalu cepat, tidak terasa Erin sudah berada di Italia selama hampir 4 bulan lamanya. Musim dingin kali ini datang lebih cepat dari tahun sebelumnya. Salju putih menyelimuti banyak kota sejak awal bulan. Erin tetap menjalani hari demi hari dengan baik. Belajar tentang bisnis, ikut memberi solusi pada masalah-masalah yang sedang terjadi pada perusahaan yang dikelola tante dan neneknya. Meski Erin sering teringat David, ia tetap melakukan semua kegiatannya dengan sempurna. Ia berusaha mengatur otaknya agar membedakan urusan pekerjaan dan urusan pribadi. Bertambahnya usia dan pertemuannya dengan berbagai orang dengan latar belakang berbeda juga membuat ia banyak belajar tentang kehidupan. Perempuan itu menyadari banyak hal. Semua yang sudah dilakukannya dan balas dendamnya yang tidak membawa manfaat apa pun pada akhirnya akan melukai banyak orang, termasuk dirinya sendiri. “Kamu beneran mau berangkat sendiri? Tidak perlu nenek temani?”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status