Share

Penolakan Cinta

Matahari kembali datang, kembali melakukan tugasnya tanpa merasa lelah. Di sebuah kamar hotel VVIP, seorang wanita dengan senyum yang terus mengembang sembari memorinya terus bermain memikirkan kejadian tadi malam. Tidak disangka, bos dingin dan super cuek itu ternyata begitu gesit dan ganas di atas ranjang. Bahkan untuk seorang wanita yang sudah biasa melakukan hal seperti itu bisa kewalahan dan merasa puas terhadap gerakan-gerakan yang menggairahkan itu. 

Jemari lentiknya perlahan bermain di wajah putih nan tegas itu yang masih tertidur di sampingnya, dengan tubuh mungil yang kini telah tertutup selimut tebal. 

"Sayang, mulai kini selamanya kau akan menjadi milikku! Kau tidak akan bisa berbuat seenaknya lagi!" gumam Mirsya tersenyum miring sembari mengalihkan pandangannya ke sebuah kamera tersembunyi. 

Mirsya terlonjak saat tangan kekar memegang pergelangan tangannya dengan erat, sedikit terasa nyeri hingga terdengar suara ringisan. 

"Sayang, kau sudah bangun?" Mirsya menahan sakitnya sembari mengulas senyum manisnya. 

Mata tajam bak elang itu semakin mempertajam tatapannya sembari tersenyum miring. "Aku tidak tau dari mana kau mendapatkan rasa percaya diri dengan memanggilku 'sayang'?!"

"Karena aku mencintaimu," lirih Mirsya membalas tatapan tajam itu dengan sendu. 

Eric terkekeh kemudian semakin mengenggam erat pergelangan tangan itu. "Dan aku tidak mencintai wanita jal*ng sepertimu! Jadi jangan berharap atau berkhayal untuk hidup bersamaku!" ucap Eric penuh penekanan. 

Mirsya meringis dan kini setetes air mata berhasil keluar dari pelupuk matanya. "K-kau menyakitiku."

"Aku akan semakin membuatmu kesakitan, jika kau masih berkhayal untuk hidup bersamaku." ujar Eric sembari menghempaskan tangan  Mirsya dengan kasar, kemudian hendak bangkit dari ranjang itu. 

Gerakannya terhenti saat dua tangan lembut itu memeluk tubuh atletisnya. "Tidak taukah kau, selama aku bekerja menjadi sekretarismu, hanya rasa sakit yang selalu kuterima. Tapi, lihatlah sampai sekarang aku masih bertahan di sisimu. Semuanya hanyalah karena cinta," ucap Mirsya sembari mengeratkan pelukannya. 

Eric tersenyum miring, tidak disangka selain licik. Wanita itu juga sangat pandai berkata manis. Perlahan tangan kekar itu melepaskan tangan yang sudah berada di dadanya kemudian berbalik untuk menatap wajah Mirsya. 

"Benarkah?! Kau sungguh membuatku terharu. Begitu naifkah diriku telah melakukan hal itu padamu, oh sungguh bersalahnya diriku," ujar Kenzo sembari menangkupkan kedua tangannya di wajah Mirsya. 

Mirsya mengulas senyum sembari menatap sendu mata tajam itu. Tangannya terangkat untuk membelai wajah tampan yang mampu membuat semua hati wanita luluh. 

Mata tajam itu bisa melihat setiap gerak gerik dari ekor matanya, dengan gesit ia segera mencengkram tangan itu agar tidak menyentuh wajahnya. Mirsya kembali meringis dengan mata yang kembali berkaca-kaca. 

"Jangan berani lagi untuk menyentuhku dengan tangan kotormu ini! Wanita jal*ng tetaplah rendah di mataku, kau tidak akan mampu mengontrolku dengan sikap licikmu itu, mengerti!" bentak Eric sembari melemparkan tatapan tajamnya. 

"Bukankah tadi malam kita telah melakukan sesuatu layaknya suami-istri?!"

"Kau sungguh bisa berekspresi dengan polos. Kau sangat mengenalku, bukan?! Wanita yang sudah kutiduri tidak hanya kau, jadi jangan tersentuh karena aku telah menidurimu" Eric tersenyum miring kemudian memakai handuk baju untuk membaluti tubuh mungilnya.

Baru saja beberapa langkah berjalan, ia berhenti. "Oh yah, satu lagi. Aku tidak pernah meniduri seseorang dengan g****s, jangan khawatir aku akan segera transferkan uang ke rekeningmu dan itu mampu untuk membiayai hidupmu seumur hidup."

Eric kembali berjalan keluar dari kamar itu dengan senyum sumringah, mengelus bibirnya jijik karena sempat menyentuh bibir wanita jal*ng itu. Tanpa ia sadari, kedua tangan sudah terkepal kuat dengan mata yang sudah memerah sembari menatap penuh dendam ke arah punggung lelaki yang baru  saja menolak mentah-mentah pengakuan cintanya. 

"Lihat saja, suatu hati nanti aku pasti bisa mengontrolmu!"

***

Seorang gadis dengan rambut hitam sepinggang itu menatap dirinya di cermin dengan senyuman yang terus mengembang. Setelah dinyatakan diterima bekerja di perusahaan megah ini, sekarang tubuh kurusnya sudah terbalut baju kaos berwarna biru. Baju khusus untuk pekerja sebagai OB. Yah, Mlathi mendapatkan bagian OB, yang membersihkan lantai utama. Meski pekerjaan itu adalah yang paling rendah, namun itu sudah mampu membuat seorang Mlathi bahagia. Setidaknya ia bisa melakukan sesuatu untuk menghasilkan uang. 

Mlathi menghela napas ringan sembari menganggukkan kepalanya, memberi semangat untuk dirinya di hari pertama kerjanya. Semoga hari ini tidak adaa yang mengecewakan. 

"Semangat!" serunya sembari mangayunkan kepalan tangan di depan dadanya. Kemudian keluar dengan membawa peralatan kebersihan. 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status