Главная / Romansa / Nikah, tapi Gengsi! / Kecewa, Menerima Perjodohan

Share

Kecewa, Menerima Perjodohan

Aвтор: Rien rini
last update Последнее обновление: 2023-08-19 10:36:03

 Kecewa, patah, hancur, tidak menyangka dan semua rasa yang buruk itu berkumpul menjadi satu, membebani Sam. Jadi, selama ini dia dan Leon mencintai gadis yang sama diwaktu yang sama juga, sedang gadis yang mereka cintai itu jelas tidak akan bisa menjadi milik bersama.

 “Bego!” umpatnya.

 Belum selesai semua rasa buruk itu memakan dan menyiksa batinnya, Leon dan Sita berencana mengajak Sam untuk berkencan bersama. Hal gila yang muncul karena pengakuan gila Sam sendiri, dia mengaku sudah memiliki pasangan dan tidak mungkin seorang laki-laki tampan sepertinya hidup seorang diri dengan hati yang sepi.

 Sial!

 Sekarang, di mana dia harus mencari pasangan?

 “Bego, lo sumpah bego, Sam!” umpatnya lagi, kali ini dia benar-benar merasa bodoh.

 Hatinya masih berdarah-darah melihat Sita mencintai Leon, kotak berisi cincin emas dengan ukuran jari Sita itu pun sekarang harus dia buang sia-sia, hebatnya lagi dia masih mempunyai gengsi yang besar hingga menjerumuskannya pada puncak masalah.

 Ya, dia harus mencari pasangan dalam waktu dekat, pasangan yang mampu bekerja sama dengannya agar tidak terlalu terlihat bohong di depan Leon dan Sita, atau harga dirinya akan hancur.

 “Papi yakin gadis ini cocok untuk kamu!”

 Cih!

 Tidak, dia akan lebih bodoh lagi kalau menyetujui perjodohan yang ayahnya rencanakan, tapi kalau mau lepas dari perjodohan itu, malam ini dia harus membawa pulang gadis yang sesuai dengan keluarganya.

 Brengsek!

 Waktu terus berputar, kesempatannya semakin menipis, sedang kenalan yang dia punya, semuanya tidak sesuai dengan kriteria keluarganya. Menit-menit berlalu, Sam berdiri di depan pintu rumah dengan wajah pasrah. Selain dia tidak bisa membawa pulang gadis pujaannya dan dia kalah dari tantangan sang ayah, dia juga tidak mungkin tampil dan datang di undangan kencan bersama dengan tangan kosong tanpa gandengan.

 “Gitu dong, itu bagus!” kata Hardja menepuk bahu Sam, dia pun tertawa bangga pada putranya.

 Sam melirik ibunya yang menyengir kuda kepadanya, mau apa juga sekarang sudah terlambat dan Sam kalah, dia juga gengsi dengan semua kehebatan yang selama ini dia banggakan. Setidaknya, gadis dengan penampilan tidak sesuai standartnya itu bisa menjadi boneka disaat dia datang ke undangan kencan bersama.

 “Kita ke rumah Bulan, akhir pekan ini. Orang tua Bulan sudah Papi kabari dan mereka setuju, supaya kalian juga menikahnya nggak lama-lama. Setuju’kan kamu, Sam?” Hardja terus mengembangkan senyumnya.

 “Hem, terserah Papi aja!” jawabnya pasrah, ingat kalau hatinya masih berdarah-darah.

 “Bagus, emang nggak salah Papi punya anak cowok kayak kamu, mirip Papi. Bulan pasti suka!” kata Hardja percaya diri, lagi-lagi dia bangga.

 Kedua alis Sam tertaut, mendengar nama Bulan membuatnya merasa aneh, masih saja ada orang tua yang memberi nama anak mereka dengan nama ‘Bulan’, sekalian saja diberi nama langit dan bintang, Sam tidak habis pikir.

 “Bulan sabit pa Bulan purnama? Ck!” batinnya.

Mabuk, satu hal itu yang terlintas di benak Sam, tidak ada pelampiasan lain untuk rasa pusing dan kecewanya selain menegak minuman beralkohol itu sambil menikmati tubuh seksi wanita yang menawarkan diri di sana. Diam-diam Sam menyusun rencana sendiri, menetralkan rasa hancur di dalam dirinya tanpa mengajak siapapun.

 Sendiri, tertawa dan menangis menjadi satu, berteriak hingga suaranya habis se kuatnya, Sam lakukan itu. Ngomong-ngomong, dia pergi tanpa izin dari kedua orang tuanya atau bisa dibilang dia kabur dari rumah malam ini karena tidak kuat bila harus tidur nyenyak, sedangkan hatinya berdarah-darah.

 “Gue yang jagain lo, gue yang perhatian sama lo, gue yang bantu apapun yang lo butuhin. Yaelah, tega banget lo malah jatuh cinta sama tuh singa, Ta!” omelnya. “Lo nggak tahu atau emang bego sih sampe nggak nyadar kalau perhatian gue itu udah lebih dari sekadar temen, hah? Hahaha ... emang kayaknya kita sama-sama bego, Ta!”

 Kesekian kalinya dia memesan minuman beralkohol itu, membiarkan para wanita duduk ke pangkuannya sambil menawarkan diri, tapi sama sekali Sam tidak tergoda dan berniat menyewa jasa mereka semua. Dia masih cukup waras untuk tidak bermain api sebelum menikah, untuk siapa lagi kalau bukan Sita meskipun sekarang tinggal angan-angan.

 Sam tertawa lagi, lalu dia menatap tajam wanita yang berdiri di depannya. “Pergi lo dari sini, gue nggak butuh!”

 “Benar, Tuan? Tapi, sepertinya Anda butu-“

 Sam tidak tahan lagi, dia lemparkan botol minuman itu hingga hancur berkeping-keping seperti kondisi hatinya saat ini. Tidak ada satu orang pun yang paham bahwa segala yang dia lakukan itu tulus meskipun dengan cara yang berbeda. Wanita itu pergi dan menatap benci Sam, dari sekian banyak laki-laki yang datang ke sini, Sam terbilang yang paling menakutkan.

 Seandainya, dia tidak menjadi playboy di depan Sita, masih banyak lagi kata seandainya, tapi itu sudah lalu. Sam menertawakan dirinya sendiri, berulang kali Leon menghubunginya, dia biarkan begitu saja.

 “Gue pikir lo ngerti soal gue, Yon. Ah, kesel gue sama pala lo yang bego itu!” ocehnya sambil berjalan ke depan sempoyongan.

 Dia harus segera pulang atau besok menjadi sapi panggang oleh Hardja. Supir yang mengantarkan Sam pun terpaksa mau menutup mulut daripada Sam memotong gajinya bulan depan, masa depan keluarga lebih penting.

 Keesokan harinya, pesan dari Sita pagi ini, sudah tidak menarik lagi seperti dulu. Bukannya apa-apa, tapi dia takut membalas lebih, ternyata nanti bisa menjadi masalah bagi hubungan Leon dan Sita.

 Demi harga dirinya yang sangat tinggi, mana mungkin dia mau menjadi obyek masalah. Dia itu laki-laki tampan dengan kesuksesan yang nyata, tidak pantas rasanya bila dia harus berada di halaman beranda terdepan dengan tuduhan menjadi orang ketiga.

 “Maaf banget nih ya, Ta ... Aku sih pengen dengerin kamu lagi, tapi harga diriku lebih penting kayaknya!” gumamnya mengabaikan pesan dari Sita, lebih tepatnya sengaja tidak dia baca, hanya melihat dari notifikasi yang ada di atas.

 Kecewanya masih ada, tapi dia tidak bisa menyalahkan Sita seutuhnya karena dia sendiri tidak pernah mengatakan perasaan itu pada Sita. Bahkan, lebih sering dia membawa dan mengenalkan gadis baru di depan Sita silih berganti.

 Ck!

 Sam bergegas mandi dan bersiap, sesuai dengan rencana agung ayahnya, mereka akhir pekan ini akan berkunjung ke rumah gadis yang rencananya akan menjadikan dia sebagai suami. Masa bodoh nanti hubungan mereka seperti apa, intinya dia hanya ingin tidak terlihat kalah di depan kedua temannya dan banyak orang.

 Egois? Iya, Sam egois dan gengsinya sangat besar.

 “Nggak selera banget gue, apa gue cerein aja habis nikah setahun? Kelamaan?” gumam Sam menatap pantulan dirinya di depan cermin besar. “Se ganteng ini dapet umik-umik jualan toge, nggak level!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nikah, tapi Gengsi!   Bulan Sakit

    “Ta, mual?” Sam melihat gejala aneh pada temannya itu. Sita yang menyadari keberadaan Sam spontan menghapus jejak basah di mulutnya kemudian berbalik dan tampil biasa. “Em, enggak, ini kayak nggak enak aja minumannya. Oiya, gimana? Kamu butuh apa ini?” Sita mencoba mengalihkan perhatian. Sam menggelengkan kepalanya, ia hanya menarik tangan Sita untuk ikut bersamanya selagi Leon sibuk dengan urusan yang lain, kebetulan pria itu bertemu kawan lama di sana. Di meja sudut bar itu dengan minim pencahayaan, Sam mengajak Sita duduk berdua di sana. Wajah Sita cukup terlihat tegang, pasalnya ia khawatir kalau mendadak mual di depan Sam dan pria itu akan curiga kepadanya, sedangkan semua itu haruslah terungkap usai ia menikah dengan Leon sebentar lagi. “Ada apa, Sam?” tanya Sita menunggu. Sam meletakkan sesuatu ke meja, menggesernya tepat ke depan tangan Sita yang indah di matanya, Sita suka sekali memakai gelang. “Apa ini?” Sita membukanya, matanya melebar begitu melihat hadiah a

  • Nikah, tapi Gengsi!   Bab 10. Dimanfaatkan

    "Iya, Bang?" Bulan mengerutkan keningnya tipis, mereka sudah berada di kamar dengan pintu terkunci rapat. "Abang mau sesuatu?" Sam memejamkan matanya singkat, pusing sekali menghadapi wanita satu itu, selain penampilannya yang membuat sakit mata, ternyata juga banyak bicara dan pandai sekali memberikan jawaban yang sialnya terkadang Sam banyak kalahnya. "Lo tau kalau harus jaga nama baik gue, kan? Bisa-bisanya, lo ke luar kamar nggak bilang-bilang, hah? Kalau mami tanya gue di mana, gimana? Lo jawab apa? Gue habis kabur, terus capek, akhirnya molor bangun gitu?" tuduh lelaki itu sambil menunjuk wajah Bulan. "Abang tenang aja, aku nggak jawab gitu kok. Maaf ya, Bang, aku nggak pamit. Tadi, dingin aja di sini dan kalau aku udah coba bangunin kamu, tapi rada susah. Maafin ya, Bang?" Alih-alih ikut meledak seperti Sam, Bulan justru mengambil bawahnya sehingga amarah lelaki itu hilang. "Yaudah, lo harus tau itu pokoknya. Beda kalau nanti udah tinggal di rumah sendiri, lo bebas mau pam

  • Nikah, tapi Gengsi!   Bab 9. Malam Pertama di Rumah Suami

    "Ngapain kamu tanya soal Sita?" tanya Sam melotot dan manyun pada Bulan, mereka sedang berada di kamar lama Sam sekarang seperti yang mami Dara mau. Bulan menggedikkan kedua bahunya. "Tanya aja, Bang. Kalian deket banget tadi sampe pelukan, dia bukan mah-" "Nggak usah ceramahin gue!" potong Sam menutup telinganya, lalu bergegas mengganti baju tanpa peduli saat itu Bulan pun kesusahan melepaskan aneka aksesoris di kepalanya, sepanjang perjalanan kembali ke rumah pun seperti itu, masih menempel di kepala Bulan. "Gue mau ke luar, lo tidur aja sendiri!" "Bang, kalau mami sama papi tanya gimana?" Bulan berusaha menahan suaminya itu, sungguh dia harus ekstra sabar menghadapi Sam. "Bebas lo mau ngarang apa, intinya kasih tahu mereka baik-baik!" jawab Sam menggeser tubuh Bulan sehingga dia bisa segera ke luar dan pergi ke tempat yang sudah dia janjikan bersama teman yang lain, termasuk ada Sita di sana bersama Leon. Bulan memejamkan matanya sembari mengusap dada, baru saja satu hari dia

  • Nikah, tapi Gengsi!   Resepsi Pernikahan

    Berat meninggalkan Iwan sendirian di rumah ini meskipun ada pesuruh dari kedua mertuanya yang senantiasa menjaga nanti, tetap saja Bulan merasa akan jauh lebih baik bila Iwan ikut bersamanya. Namun, Iwan memutuskan untuk tidak ikut, acara resepsi yang akan digelar di kota besar itu pun tanpa kedatangan Iwan karena kondisinya yang tak memungkinkan. Dan siang ini, Sam memboyong Bulan ke kota setelah sempat berziarah ke makan ibu kandung Bulan lebih dulu. “Mas-“ Sam menekan jari telunjuknya di depan mulut Bulan. “Lo bisa nggak sih kalau manggil gue jangan begitu?!” “Em, emangnya aku harus manggil kamu apa?” balas Bulan bingung. “Di tempat gue, nggak ada yang dipanggil ‘Mas’, dikiranya nanti aku yang jagain rumah atau kang kebun. Panggil yang lain!” titahnya kesal. Bulan berpikir sejenak, dia bingung karena setiap panggilan yang dia utarakan, tidak cocok, Sam menolaknya. Laki-laki itu sungguh membuat kesabarannya harus dipertebal lagi, baru hitungan jam menikah saja rasanya sudah am

  • Nikah, tapi Gengsi!   Semangka Atau Jambu Air?

    “LAN!” Iwan berteriak di depan kamar. Sekarang, bukan hanya Bulan di kamar itu, tapi ada menantunya. Tidak mungkin Iwan main masuk, kalau yang di dalam ternyata sedang bermain maling-malingan, dia akan malu. Tapi, sejauh ini memang rumah mereka aman dari maling, baru kali ini Iwan mendengar Bulan berteriak seperti itu. Sementara itu, Sam membekap mulut Bulan dengan kedua tangannya, meminta gadis itu diam. Bulan pun mengangguk, bodohnya dia bisa berteriak seperti itu, pasti Iwan sangat cemas. “Eh, Nak Sam ... Bapak ke sini cuman itu loh-“ astaga, mana bisa Iwan melanjutkannya, apalagi Sam ke luar dengan kancing baju terbuka sebagian. “-Sam, tadi Bulan teriak, itu kenapa?” sambungnya. Sam tersenyum sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal, malu, tapi biarlah. “Maaf ya, Pak, kalau tadi Bulan teriak dan bangunin Bapak. Nggak apa, kami cuman lagi main aja, Pak,” jawab Sam malu-malu, lebih tepatnya dia sedang bergaya malu-malu saja agar Iwan tidak curiga. Iwan melorotkan kedua ba

  • Nikah, tapi Gengsi!   Malam Pertama

    Sam menganga melihat kamar yang akan dia tempati nanti malam, di bagian atas tidak ada plafonnya, langsung terlihat barisan kayu dan genteng, tampak celah-celan di mana menjadi peluang bagi tikus dan hewan lainnya masuk meskipun belum ada tanda-tandanya. Dan satu lagi, tembok pembatas antara kamar Bulan dan Iwan itu tidak utuh sampai atas, bila dia bersuara sedikit keras saja, Iwan bisa mendengar mereka, begitu sebaliknya. Itu, katanya Bulan baru saja memasang pendingin ruangan, benar adanya. Tapi, bukan untuk kamar Bulan saja, melainkan dibagi dengan kamar Iwan karena kondisi tembok pembatas yang tidak utuh. “Gila, gue naik kursi aja udah kelihatan tuh orang lagi ngapain di sebelah. Ini niat apa nggak bikin kamar?” gerutu Sam berkacak pinggang, dia benar-benar memeriksa tinggi tembok itu. Dari satu sudut ke sudut lainnya, sampai rambutnya berubah putih juga dia tidak akan menemukan kamar mandi di kamar Bulan. Itu artinya dia harus ke luar kamar bila ingin buang air atau mandi, lal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status