Share

Kecewa, Menerima Perjodohan

 Kecewa, patah, hancur, tidak menyangka dan semua rasa yang buruk itu berkumpul menjadi satu, membebani Sam. Jadi, selama ini dia dan Leon mencintai gadis yang sama diwaktu yang sama juga, sedang gadis yang mereka cintai itu jelas tidak akan bisa menjadi milik bersama.

 “Bego!” umpatnya.

 Belum selesai semua rasa buruk itu memakan dan menyiksa batinnya, Leon dan Sita berencana mengajak Sam untuk berkencan bersama. Hal gila yang muncul karena pengakuan gila Sam sendiri, dia mengaku sudah memiliki pasangan dan tidak mungkin seorang laki-laki tampan sepertinya hidup seorang diri dengan hati yang sepi.

 Sial!

 Sekarang, di mana dia harus mencari pasangan?

 “Bego, lo sumpah bego, Sam!” umpatnya lagi, kali ini dia benar-benar merasa bodoh.

 Hatinya masih berdarah-darah melihat Sita mencintai Leon, kotak berisi cincin emas dengan ukuran jari Sita itu pun sekarang harus dia buang sia-sia, hebatnya lagi dia masih mempunyai gengsi yang besar hingga menjerumuskannya pada puncak masalah.

 Ya, dia harus mencari pasangan dalam waktu dekat, pasangan yang mampu bekerja sama dengannya agar tidak terlalu terlihat bohong di depan Leon dan Sita, atau harga dirinya akan hancur.

 “Papi yakin gadis ini cocok untuk kamu!”

 Cih!

 Tidak, dia akan lebih bodoh lagi kalau menyetujui perjodohan yang ayahnya rencanakan, tapi kalau mau lepas dari perjodohan itu, malam ini dia harus membawa pulang gadis yang sesuai dengan keluarganya.

 Brengsek!

 Waktu terus berputar, kesempatannya semakin menipis, sedang kenalan yang dia punya, semuanya tidak sesuai dengan kriteria keluarganya. Menit-menit berlalu, Sam berdiri di depan pintu rumah dengan wajah pasrah. Selain dia tidak bisa membawa pulang gadis pujaannya dan dia kalah dari tantangan sang ayah, dia juga tidak mungkin tampil dan datang di undangan kencan bersama dengan tangan kosong tanpa gandengan.

 “Gitu dong, itu bagus!” kata Hardja menepuk bahu Sam, dia pun tertawa bangga pada putranya.

 Sam melirik ibunya yang menyengir kuda kepadanya, mau apa juga sekarang sudah terlambat dan Sam kalah, dia juga gengsi dengan semua kehebatan yang selama ini dia banggakan. Setidaknya, gadis dengan penampilan tidak sesuai standartnya itu bisa menjadi boneka disaat dia datang ke undangan kencan bersama.

 “Kita ke rumah Bulan, akhir pekan ini. Orang tua Bulan sudah Papi kabari dan mereka setuju, supaya kalian juga menikahnya nggak lama-lama. Setuju’kan kamu, Sam?” Hardja terus mengembangkan senyumnya.

 “Hem, terserah Papi aja!” jawabnya pasrah, ingat kalau hatinya masih berdarah-darah.

 “Bagus, emang nggak salah Papi punya anak cowok kayak kamu, mirip Papi. Bulan pasti suka!” kata Hardja percaya diri, lagi-lagi dia bangga.

 Kedua alis Sam tertaut, mendengar nama Bulan membuatnya merasa aneh, masih saja ada orang tua yang memberi nama anak mereka dengan nama ‘Bulan’, sekalian saja diberi nama langit dan bintang, Sam tidak habis pikir.

 “Bulan sabit pa Bulan purnama? Ck!” batinnya.

Mabuk, satu hal itu yang terlintas di benak Sam, tidak ada pelampiasan lain untuk rasa pusing dan kecewanya selain menegak minuman beralkohol itu sambil menikmati tubuh seksi wanita yang menawarkan diri di sana. Diam-diam Sam menyusun rencana sendiri, menetralkan rasa hancur di dalam dirinya tanpa mengajak siapapun.

 Sendiri, tertawa dan menangis menjadi satu, berteriak hingga suaranya habis se kuatnya, Sam lakukan itu. Ngomong-ngomong, dia pergi tanpa izin dari kedua orang tuanya atau bisa dibilang dia kabur dari rumah malam ini karena tidak kuat bila harus tidur nyenyak, sedangkan hatinya berdarah-darah.

 “Gue yang jagain lo, gue yang perhatian sama lo, gue yang bantu apapun yang lo butuhin. Yaelah, tega banget lo malah jatuh cinta sama tuh singa, Ta!” omelnya. “Lo nggak tahu atau emang bego sih sampe nggak nyadar kalau perhatian gue itu udah lebih dari sekadar temen, hah? Hahaha ... emang kayaknya kita sama-sama bego, Ta!”

 Kesekian kalinya dia memesan minuman beralkohol itu, membiarkan para wanita duduk ke pangkuannya sambil menawarkan diri, tapi sama sekali Sam tidak tergoda dan berniat menyewa jasa mereka semua. Dia masih cukup waras untuk tidak bermain api sebelum menikah, untuk siapa lagi kalau bukan Sita meskipun sekarang tinggal angan-angan.

 Sam tertawa lagi, lalu dia menatap tajam wanita yang berdiri di depannya. “Pergi lo dari sini, gue nggak butuh!”

 “Benar, Tuan? Tapi, sepertinya Anda butu-“

 Sam tidak tahan lagi, dia lemparkan botol minuman itu hingga hancur berkeping-keping seperti kondisi hatinya saat ini. Tidak ada satu orang pun yang paham bahwa segala yang dia lakukan itu tulus meskipun dengan cara yang berbeda. Wanita itu pergi dan menatap benci Sam, dari sekian banyak laki-laki yang datang ke sini, Sam terbilang yang paling menakutkan.

 Seandainya, dia tidak menjadi playboy di depan Sita, masih banyak lagi kata seandainya, tapi itu sudah lalu. Sam menertawakan dirinya sendiri, berulang kali Leon menghubunginya, dia biarkan begitu saja.

 “Gue pikir lo ngerti soal gue, Yon. Ah, kesel gue sama pala lo yang bego itu!” ocehnya sambil berjalan ke depan sempoyongan.

 Dia harus segera pulang atau besok menjadi sapi panggang oleh Hardja. Supir yang mengantarkan Sam pun terpaksa mau menutup mulut daripada Sam memotong gajinya bulan depan, masa depan keluarga lebih penting.

 Keesokan harinya, pesan dari Sita pagi ini, sudah tidak menarik lagi seperti dulu. Bukannya apa-apa, tapi dia takut membalas lebih, ternyata nanti bisa menjadi masalah bagi hubungan Leon dan Sita.

 Demi harga dirinya yang sangat tinggi, mana mungkin dia mau menjadi obyek masalah. Dia itu laki-laki tampan dengan kesuksesan yang nyata, tidak pantas rasanya bila dia harus berada di halaman beranda terdepan dengan tuduhan menjadi orang ketiga.

 “Maaf banget nih ya, Ta ... Aku sih pengen dengerin kamu lagi, tapi harga diriku lebih penting kayaknya!” gumamnya mengabaikan pesan dari Sita, lebih tepatnya sengaja tidak dia baca, hanya melihat dari notifikasi yang ada di atas.

 Kecewanya masih ada, tapi dia tidak bisa menyalahkan Sita seutuhnya karena dia sendiri tidak pernah mengatakan perasaan itu pada Sita. Bahkan, lebih sering dia membawa dan mengenalkan gadis baru di depan Sita silih berganti.

 Ck!

 Sam bergegas mandi dan bersiap, sesuai dengan rencana agung ayahnya, mereka akhir pekan ini akan berkunjung ke rumah gadis yang rencananya akan menjadikan dia sebagai suami. Masa bodoh nanti hubungan mereka seperti apa, intinya dia hanya ingin tidak terlihat kalah di depan kedua temannya dan banyak orang.

 Egois? Iya, Sam egois dan gengsinya sangat besar.

 “Nggak selera banget gue, apa gue cerein aja habis nikah setahun? Kelamaan?” gumam Sam menatap pantulan dirinya di depan cermin besar. “Se ganteng ini dapet umik-umik jualan toge, nggak level!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status