Share

Bertemu Bulan

 “Waduh, anak ganteng Mami udah siap aja. Gitu loh, semangat mau ketemu sama calon istri!” kata mami Dara menggoda Sam, menyenggol-nyenggol pinggul putranya.

 “Mami ...” geram Sam mengajukan protes.

 Wanita itu justru tertawa, rasanya tidak sabar bertemu dengan calon menantu dan keluarga calon besan. Seharusnya, ini sudah sejak lama, hanya saja Hardja memberikan kesempatan pada Bulan untuk menyelesaikan kuliahnya lebih dulu, gadis itu sangat berbakat di balik penampilan sederhananya.

 Setelah makan bersama, tiga orang itu pergi dengan dibantu supir, mami Dara melarang kedua jagoannya mengemudi karena mereka butuh tenaga penuh saat prosesi perkenalan. Jangan sampai sakit pinggangnya kambuh, belum lagi nanti Sam beralasan mengantuk saat bertemu dengan Bulan.

 Sesampainya di depan kampung Bulan, mobil tidak bisa masuk karena gangnya sempit, mau tidak mau mereka parkir di lapangan dan berjalan kaki sekitar lima menit untuk sampai ke rumah gadis itu.

 “Gila ya, gini gimana coba mau ngapelnya, hah? Pantes tuh cewek nggak laku, orang mau ngapel susah bener!” oceh Sam seperti biasa.

 “Sudah, Pi!” mami Dara mengusap dada suaminya, anak itu kalau ditanggapi akan semakin menjadi.

 “Dia nggak ingat umur apa, Mi?” gerutu Hardja kesal.

 Di depan sana, seorang laki-laki paruh baya dengan tongkat di tangan kirinya berusaha melambaikan tangan kanan yang hanya mampu terangkat sebatas telinga, terlihat begitu bahagia menyambut kedatangan teman lama. Dan di sampingnya, seorang gadis berjilbab ikut berdiri menyambut, tatapannya sangat teduh lagi malu-malu, penampilannya yang sederhana, tidak membuat gadis itu kehilangan kecantikannya.

 Brak!

 “Sam!” jerit mami Dara menutup mulutnya dengan kedua tangan.

 “Sialan! Ayam sialan!” umpat Sam, dia terjatuh karena menabrak kerumunan ayam, sedang dia sibuk tebar pesona.

 Bulan terkikik lirih, jadi ini laki-laki tampan lagi sombong yang akan menikahinya, laki-laki kota dengan kesuksesan nyata yang awalnya menolak untuk dijodohkan juga. Rasanya, dia tidak mau mengalah dengan laki-laki seperti Sam, menyebalkan dari tampangnya.

 Mami Dara bergegas menarik lengan Sam, mengajaknya bersalaman dengan Iwan, ayah kandung Bulan. Ternyata, bukan hanya menyebalkan, tapi juga tidak tahu sopan santun. Ada luka di tangan Iwan, itu membuat Sam menarik tangannya cepat dan mengibaskannya seakan menepis tangan Iwan perlahan.

 “Jangan sentuh, Bulan!” ucap Hardja sudah ingin mengamuk saja pada Sam, memalukan.

 “Iya-iya,” balasnya sambil melirik kecil Bulan yang menunduk, tidak hanya itu, dia menyunggingkan senyum remehnya. “Takut kepeleset tai ayam lo, nunduk gitu? Atau nggak kuat liat pancaran sinar gue?” tanyanya lirih pada Bulan, dia yakin gadis itu bisa mendengar suaranya.

 Namun, gadis itu tidak menanggapinya, Bulan terus berjalan mengabaikan pertanyaan itu.

 “Nggak cantik, sombong!” gerutunya menjejak kesal.

  ***

  “Bilang, mau lo apa!” titah Sam sambil melirik jam dinding yang sudah tua menurutnya.

 Lagi-lagi, Bulan mengalihkan tatapannya dari wajah Sam, diam-diam laki-laki itu merasa ada yang salah dengan wajahnya karena Bulan berbeda dari gadis lain. Sudah tadi Hardja melarangnya menyentuh dan bersalaman dengan Bulan, sekarang gadis itu sendiri enggan melihat wajahnya. Tapi, Sam tidak akan percaya begitu saja, gadis model seperti ini banyak di kota besar. Malu-malu dan terlihat polos, padahal sudah pernah tidur dengan banyak pria hidung belang, mengerikan.

 “Aku tahu ini nggak sesuai sama yang Mas Sam mau, tapi-“

 “Jelas, gue terpaksa, lo bukan tipe gue banget!” sambar Sam lagi.

 Bulan melipat bibirnya ke dalam, lalu dia lanjutkan. “Iya, Bulan cuman pengen minta tolong ke Mas Sam, tolong jangan terlalu keras berbicara dan jaga sikap Mas di depan bapak. Soalnya-“

 “Lo mau ngatur gue, hah? Belum gue nikahin aja belagu lo!” lagi-lagi Sam tidak sabaran.

 “Bukan itu, Mas!” Bulan menggelengkan kepalanya cepat.

 “Terus, mau lo apa ngatur gue gitu?” Sam memberikan dia waktu hanya lima detik untuk menjawab.

 “Bapak sakit jantung dan gampang drop,” jawab Bulan secepat mungkin, setelah melihat Sam menurunkan tangannya yang menghitung, Bulan rasa bisa menambahkan lagi. “Bulan mohon, jangan sampai setelah Mas sekeluarga pulang, bapak jadi drop karena kepikiran gimana Mas kepaksa, bapak baru aja pulang dari rumah sakit!”

 Sam terdiam sebentar, sebelum akhirnya mengangguk dengan masih mempertahankan wajah sombongnya itu. Bahkan, dia masih sempat melotot pada Bulan sebelum meninggalkan gadis itu seorang diri di dapur. Dia memang suka membangkang dan keras kepala, tapi untuk urusan yang membawa nama orang tua, Sam tidak bisa seenaknya, ada sisi anak baik di dirinya meskipun hanya sedikit.

 Dia kembali lagi ke depan, disusul Bulan yang membawa nampan berisi es kacang hijau manis buatannya untuk disajikan. Munculnya Sam sebelum Bulan tentu mengundang arti yang berbeda di mata mami Dara, wanita itu mencubit lengan Sam dari arah belakang sambil menyengir kuda.

 “Apaan sih, Mi!” protesnya tanpa suara.

 Setelah diputuskan semuanya, Hardja berniat untuk langsung pamit pulang karena besok ada urusan penting yang menunggunya dan supaya persiapan pernikahan segera diurus. Sam kembali mengerutkan keningnya, dia sedikit membungkuk memperhatikan wajah Bulan, tapi gadis itu tidak menatapnya sama sekali.

 “Sok cantik lo!” ucapnya.

 ***

 Hampir satu bulan, Sam tidak bertemu dengan Sita. Bukan dia berniat memutuskan hubungan pertemanan mereka, tapi lebih pada rasa takut tidak bisa menahan diri dari kecewa dan ingin yang bisa saja muncul tanpa dia duga. Bahkan, dia menunda ajakan bisa kencan bersama dengan alasan gadis yang akan bersamanya tidak bisa diajak pergi sebelum mereka mempunyai hubungan yang sah.

 “Aku nggak percaya banget kamu bakal bohongin aku!” kata Sita mendadak sudah masuk ke ruangan kerja Sam, laki-laki itu lantas berdiri.

 “Ta-“

  “Aku kaget, marah juga, tapi aku seneng karena akhirnya kamu bakal punya pasangan yang nggak akan ganti-ganti lagi, Sam. Selamat ya, aku seneng!” kata Sita masih memeluk Sam.

 Sungguh, pelukan ini Sam rindukan, dia pun membalasnya begitu erat.

 “Kamu seneng denger aku mau nikah?” tanya Sam teriris-iris, seharusnya yang dia harapkan adalah Sita sedih untuknya.

 Sita mengangguk, dia menjauhkan sedikit tubuhnya. “Sumpah, aku udah capek sama kamu yang suka ganti-ganti cewek. Udah itu aja, aku yakin yang udah direstuin sama om dan tante, nggak akan salah buat kamu, oke!”

 “Ta, sebenarnya aku-“

 “Aku bakal dateng ke pesta bujang kamu sama Leon, kalian pasti bisa mabuk berat kalau nggak aku kontrol, bye!” ucap Sita bergegas pergi tanpa berniat mendengarkan ucapan Sam.

 Sam meraba dadanya, yang benar saja kalau Sita bisa se bahagia ini di atas penderitaannya, bahkan dia sudah mau bunuh diri kemarin dengan banyak minum minuman beralkohol. Tapi, karena dia masih berpikir ada kesempatan kedua dan takut harga dirinya jatuh, makanya keputusan ini dia ambil.

 Dan gadis ini, astaga.

 “Perta bujang, oke, kita mati sama-sama!” gumamnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status