Share

Bertemu Bulan

Author: Rien rini
last update Last Updated: 2023-08-19 10:36:48

 “Waduh, anak ganteng Mami udah siap aja. Gitu loh, semangat mau ketemu sama calon istri!” kata mami Dara menggoda Sam, menyenggol-nyenggol pinggul putranya.

 “Mami ...” geram Sam mengajukan protes.

 Wanita itu justru tertawa, rasanya tidak sabar bertemu dengan calon menantu dan keluarga calon besan. Seharusnya, ini sudah sejak lama, hanya saja Hardja memberikan kesempatan pada Bulan untuk menyelesaikan kuliahnya lebih dulu, gadis itu sangat berbakat di balik penampilan sederhananya.

 Setelah makan bersama, tiga orang itu pergi dengan dibantu supir, mami Dara melarang kedua jagoannya mengemudi karena mereka butuh tenaga penuh saat prosesi perkenalan. Jangan sampai sakit pinggangnya kambuh, belum lagi nanti Sam beralasan mengantuk saat bertemu dengan Bulan.

 Sesampainya di depan kampung Bulan, mobil tidak bisa masuk karena gangnya sempit, mau tidak mau mereka parkir di lapangan dan berjalan kaki sekitar lima menit untuk sampai ke rumah gadis itu.

 “Gila ya, gini gimana coba mau ngapelnya, hah? Pantes tuh cewek nggak laku, orang mau ngapel susah bener!” oceh Sam seperti biasa.

 “Sudah, Pi!” mami Dara mengusap dada suaminya, anak itu kalau ditanggapi akan semakin menjadi.

 “Dia nggak ingat umur apa, Mi?” gerutu Hardja kesal.

 Di depan sana, seorang laki-laki paruh baya dengan tongkat di tangan kirinya berusaha melambaikan tangan kanan yang hanya mampu terangkat sebatas telinga, terlihat begitu bahagia menyambut kedatangan teman lama. Dan di sampingnya, seorang gadis berjilbab ikut berdiri menyambut, tatapannya sangat teduh lagi malu-malu, penampilannya yang sederhana, tidak membuat gadis itu kehilangan kecantikannya.

 Brak!

 “Sam!” jerit mami Dara menutup mulutnya dengan kedua tangan.

 “Sialan! Ayam sialan!” umpat Sam, dia terjatuh karena menabrak kerumunan ayam, sedang dia sibuk tebar pesona.

 Bulan terkikik lirih, jadi ini laki-laki tampan lagi sombong yang akan menikahinya, laki-laki kota dengan kesuksesan nyata yang awalnya menolak untuk dijodohkan juga. Rasanya, dia tidak mau mengalah dengan laki-laki seperti Sam, menyebalkan dari tampangnya.

 Mami Dara bergegas menarik lengan Sam, mengajaknya bersalaman dengan Iwan, ayah kandung Bulan. Ternyata, bukan hanya menyebalkan, tapi juga tidak tahu sopan santun. Ada luka di tangan Iwan, itu membuat Sam menarik tangannya cepat dan mengibaskannya seakan menepis tangan Iwan perlahan.

 “Jangan sentuh, Bulan!” ucap Hardja sudah ingin mengamuk saja pada Sam, memalukan.

 “Iya-iya,” balasnya sambil melirik kecil Bulan yang menunduk, tidak hanya itu, dia menyunggingkan senyum remehnya. “Takut kepeleset tai ayam lo, nunduk gitu? Atau nggak kuat liat pancaran sinar gue?” tanyanya lirih pada Bulan, dia yakin gadis itu bisa mendengar suaranya.

 Namun, gadis itu tidak menanggapinya, Bulan terus berjalan mengabaikan pertanyaan itu.

 “Nggak cantik, sombong!” gerutunya menjejak kesal.

  ***

  “Bilang, mau lo apa!” titah Sam sambil melirik jam dinding yang sudah tua menurutnya.

 Lagi-lagi, Bulan mengalihkan tatapannya dari wajah Sam, diam-diam laki-laki itu merasa ada yang salah dengan wajahnya karena Bulan berbeda dari gadis lain. Sudah tadi Hardja melarangnya menyentuh dan bersalaman dengan Bulan, sekarang gadis itu sendiri enggan melihat wajahnya. Tapi, Sam tidak akan percaya begitu saja, gadis model seperti ini banyak di kota besar. Malu-malu dan terlihat polos, padahal sudah pernah tidur dengan banyak pria hidung belang, mengerikan.

 “Aku tahu ini nggak sesuai sama yang Mas Sam mau, tapi-“

 “Jelas, gue terpaksa, lo bukan tipe gue banget!” sambar Sam lagi.

 Bulan melipat bibirnya ke dalam, lalu dia lanjutkan. “Iya, Bulan cuman pengen minta tolong ke Mas Sam, tolong jangan terlalu keras berbicara dan jaga sikap Mas di depan bapak. Soalnya-“

 “Lo mau ngatur gue, hah? Belum gue nikahin aja belagu lo!” lagi-lagi Sam tidak sabaran.

 “Bukan itu, Mas!” Bulan menggelengkan kepalanya cepat.

 “Terus, mau lo apa ngatur gue gitu?” Sam memberikan dia waktu hanya lima detik untuk menjawab.

 “Bapak sakit jantung dan gampang drop,” jawab Bulan secepat mungkin, setelah melihat Sam menurunkan tangannya yang menghitung, Bulan rasa bisa menambahkan lagi. “Bulan mohon, jangan sampai setelah Mas sekeluarga pulang, bapak jadi drop karena kepikiran gimana Mas kepaksa, bapak baru aja pulang dari rumah sakit!”

 Sam terdiam sebentar, sebelum akhirnya mengangguk dengan masih mempertahankan wajah sombongnya itu. Bahkan, dia masih sempat melotot pada Bulan sebelum meninggalkan gadis itu seorang diri di dapur. Dia memang suka membangkang dan keras kepala, tapi untuk urusan yang membawa nama orang tua, Sam tidak bisa seenaknya, ada sisi anak baik di dirinya meskipun hanya sedikit.

 Dia kembali lagi ke depan, disusul Bulan yang membawa nampan berisi es kacang hijau manis buatannya untuk disajikan. Munculnya Sam sebelum Bulan tentu mengundang arti yang berbeda di mata mami Dara, wanita itu mencubit lengan Sam dari arah belakang sambil menyengir kuda.

 “Apaan sih, Mi!” protesnya tanpa suara.

 Setelah diputuskan semuanya, Hardja berniat untuk langsung pamit pulang karena besok ada urusan penting yang menunggunya dan supaya persiapan pernikahan segera diurus. Sam kembali mengerutkan keningnya, dia sedikit membungkuk memperhatikan wajah Bulan, tapi gadis itu tidak menatapnya sama sekali.

 “Sok cantik lo!” ucapnya.

 ***

 Hampir satu bulan, Sam tidak bertemu dengan Sita. Bukan dia berniat memutuskan hubungan pertemanan mereka, tapi lebih pada rasa takut tidak bisa menahan diri dari kecewa dan ingin yang bisa saja muncul tanpa dia duga. Bahkan, dia menunda ajakan bisa kencan bersama dengan alasan gadis yang akan bersamanya tidak bisa diajak pergi sebelum mereka mempunyai hubungan yang sah.

 “Aku nggak percaya banget kamu bakal bohongin aku!” kata Sita mendadak sudah masuk ke ruangan kerja Sam, laki-laki itu lantas berdiri.

 “Ta-“

  “Aku kaget, marah juga, tapi aku seneng karena akhirnya kamu bakal punya pasangan yang nggak akan ganti-ganti lagi, Sam. Selamat ya, aku seneng!” kata Sita masih memeluk Sam.

 Sungguh, pelukan ini Sam rindukan, dia pun membalasnya begitu erat.

 “Kamu seneng denger aku mau nikah?” tanya Sam teriris-iris, seharusnya yang dia harapkan adalah Sita sedih untuknya.

 Sita mengangguk, dia menjauhkan sedikit tubuhnya. “Sumpah, aku udah capek sama kamu yang suka ganti-ganti cewek. Udah itu aja, aku yakin yang udah direstuin sama om dan tante, nggak akan salah buat kamu, oke!”

 “Ta, sebenarnya aku-“

 “Aku bakal dateng ke pesta bujang kamu sama Leon, kalian pasti bisa mabuk berat kalau nggak aku kontrol, bye!” ucap Sita bergegas pergi tanpa berniat mendengarkan ucapan Sam.

 Sam meraba dadanya, yang benar saja kalau Sita bisa se bahagia ini di atas penderitaannya, bahkan dia sudah mau bunuh diri kemarin dengan banyak minum minuman beralkohol. Tapi, karena dia masih berpikir ada kesempatan kedua dan takut harga dirinya jatuh, makanya keputusan ini dia ambil.

 Dan gadis ini, astaga.

 “Perta bujang, oke, kita mati sama-sama!” gumamnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nikah, tapi Gengsi!   Memilihmu

    Entah sihir apa yang ada pada diri istrinya itu, Sam merasa semuanya berbeda. Nama Sita yang dulu menguasai hatinya semakin ke sini semakin pudar, bahkan saat wanita itu memintanya bertemu, Sam memberikan alamat rumah sakit. "Iya—" Bulan tercekat melihat siapa yang datang, wajah itu tak mungkin ia lupakan. "Sebentar, saya panggilkan ya, duduk dulu!" Bulan menunjuk kursi tunggu di depan ruangan itu. Sita mengangguk, ia sendiri tak menyangka dan berpikir Sam yang sakit sampai tadi sebelum ke rumah sakit mampir membeli buah untuk teman istimewanya itu. Ternyata, bukan Sam, melainkan bapak mertua lelaki itu. "Bang, ada temennya," Kata Bulan. "Dia di depan, Bang," tambahnya. Sam yang tadi baru saja membalas email lantas berdiri, alih-alih keluar sendiri, lelaki itu yang tadinya sudah mengambil dua langkah, kembali lagi dan mengambil tangan Bulan untuk digenggam. "Iya?" "Ikut gue ke depan!" Walaupun cukup aneh dan tidak tahu maksud suaminya, status lelaki itu masih harus B

  • Nikah, tapi Gengsi!   Abang Bisa Ceraiin Aku!

    Cukup mengerikan Sam datang ke rumah sakit tempat tujuan mertuanya akan dipindahkan, prosesnya cukup rumit tadi, tetapi beruntung kondisi mertuanya membaik dan memenuhi peraturan untuk bisa dipindahkan. Mereka masih menunggu, Bulan tampak lebih tenang dari tadi pagi saat kabar itu baru diketahuinya. Bulan langsung ingin pulang, bahkan sudah siap ke terminal, beruntung mami dan papi mengetahuinya sehingga mereka mengajak Bulan berkoordinasi dengan pihak rumah sakit besar di sini sembari terus meng-update hasil perkembangan terbaru. Sebenarnya, tak lama juga Sam terlewat, tetapi seperti sudah lama sekali dan terlewat beberapa kejadian. Matanya menyapu seisi ruang tunggu, istrinya ada di sana, duduk bersandar pada tiang pembatas dengan wajah pucat dan basah. Semalam wanita itu demam, pun nekat melayaninya, wajar saja jika Bulan kurang sehat. "Lan," panggilnya sehingga wanita itu mendongak, menatapnya. Bulan terdiam, ia masih tak menyangka benar suaminya akan datang, walaupun mer

  • Nikah, tapi Gengsi!   Kejadian Semalam

    Tubuh Bulan nyaris menindih suaminya, Sam sendiri tidak menyangka jika tindakannya tadi akan seperti sekarang. "Aku—" "Diem! Gue bantu kompres, lo nurut!" potong Sam lantas menyingkirkan tubuh Bulan dari atasnya, lalu berdiri. Wajah lelaki itu memerah, dadanya berdebar-debar, ia tahu benar ukuran istrinya itu sejak malam setelah pernikahan. Dan tadi, astaga menempel padanya sampai nyaris tersedak, padahal tidak meminum apa pun. Sam mengeram dalam hati, tak pernah ia salah tingkah, bisa-bisanya dengan Bulan ia seperti pria baik-baik yang tak pernah dibelai. "Argh, resek! Udah kasih obat aja biar tenang dia, gue juga aman. Kalau dia sakit kan gue juga yang repot, mana disalahin mami, parah!" gerutunya, tangannya bergerak cepat mengambil kompres, obat, roti dan air mineral, semuanya di satu nampan, lalu dibawanya ke atas. Langkahnya sedikit mengendap, bahaya jika maminya bangun dan ketahuan, bisa digantung besok. "Duduk!" titahnya begitu di kamar. Bulan yang memili

  • Nikah, tapi Gengsi!   Bulan Sakit

    “Ta, mual?” Sam melihat gejala aneh pada temannya itu. Sita yang menyadari keberadaan Sam spontan menghapus jejak basah di mulutnya kemudian berbalik dan tampil biasa. “Em, enggak, ini kayak nggak enak aja minumannya. Oiya, gimana? Kamu butuh apa ini?” Sita mencoba mengalihkan perhatian. Sam menggelengkan kepalanya, ia hanya menarik tangan Sita untuk ikut bersamanya selagi Leon sibuk dengan urusan yang lain, kebetulan pria itu bertemu kawan lama di sana. Di meja sudut bar itu dengan minim pencahayaan, Sam mengajak Sita duduk berdua di sana. Wajah Sita cukup terlihat tegang, pasalnya ia khawatir kalau mendadak mual di depan Sam dan pria itu akan curiga kepadanya, sedangkan semua itu haruslah terungkap usai ia menikah dengan Leon sebentar lagi. “Ada apa, Sam?” tanya Sita menunggu. Sam meletakkan sesuatu ke meja, menggesernya tepat ke depan tangan Sita yang indah di matanya, Sita suka sekali memakai gelang. “Apa ini?” Sita membukanya, matanya melebar begitu melihat hadiah a

  • Nikah, tapi Gengsi!   Bab 10. Dimanfaatkan

    "Iya, Bang?" Bulan mengerutkan keningnya tipis, mereka sudah berada di kamar dengan pintu terkunci rapat. "Abang mau sesuatu?" Sam memejamkan matanya singkat, pusing sekali menghadapi wanita satu itu, selain penampilannya yang membuat sakit mata, ternyata juga banyak bicara dan pandai sekali memberikan jawaban yang sialnya terkadang Sam banyak kalahnya. "Lo tau kalau harus jaga nama baik gue, kan? Bisa-bisanya, lo ke luar kamar nggak bilang-bilang, hah? Kalau mami tanya gue di mana, gimana? Lo jawab apa? Gue habis kabur, terus capek, akhirnya molor bangun gitu?" tuduh lelaki itu sambil menunjuk wajah Bulan. "Abang tenang aja, aku nggak jawab gitu kok. Maaf ya, Bang, aku nggak pamit. Tadi, dingin aja di sini dan kalau aku udah coba bangunin kamu, tapi rada susah. Maafin ya, Bang?" Alih-alih ikut meledak seperti Sam, Bulan justru mengambil bawahnya sehingga amarah lelaki itu hilang. "Yaudah, lo harus tau itu pokoknya. Beda kalau nanti udah tinggal di rumah sendiri, lo bebas mau pam

  • Nikah, tapi Gengsi!   Bab 9. Malam Pertama di Rumah Suami

    "Ngapain kamu tanya soal Sita?" tanya Sam melotot dan manyun pada Bulan, mereka sedang berada di kamar lama Sam sekarang seperti yang mami Dara mau. Bulan menggedikkan kedua bahunya. "Tanya aja, Bang. Kalian deket banget tadi sampe pelukan, dia bukan mah-" "Nggak usah ceramahin gue!" potong Sam menutup telinganya, lalu bergegas mengganti baju tanpa peduli saat itu Bulan pun kesusahan melepaskan aneka aksesoris di kepalanya, sepanjang perjalanan kembali ke rumah pun seperti itu, masih menempel di kepala Bulan. "Gue mau ke luar, lo tidur aja sendiri!" "Bang, kalau mami sama papi tanya gimana?" Bulan berusaha menahan suaminya itu, sungguh dia harus ekstra sabar menghadapi Sam. "Bebas lo mau ngarang apa, intinya kasih tahu mereka baik-baik!" jawab Sam menggeser tubuh Bulan sehingga dia bisa segera ke luar dan pergi ke tempat yang sudah dia janjikan bersama teman yang lain, termasuk ada Sita di sana bersama Leon. Bulan memejamkan matanya sembari mengusap dada, baru saja satu hari dia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status