LOGIN“Enak aja dijodohin, kayak aku nggak laku aja!” Sam, pemuda tampan lagi sukses yang sangat dibanggakan. Kriterianya mencari pendamping hidup tidak main-main, penampilan menjadi nomor satu dan sama pintarnya dalam berbisnis. Namun, kriterianya yang sangat tinggi tidak pernah sesuai dan sulit mendapatkan restu keluarga. Bahkan, gadis yang sudah lama dia sukai, justru jatuh hati pada temannya sendiri. Rasa gengsi dan kecewanya itu membuat Sam setuju dengan perjodohan yang direncanakan keluarganya, dia setuju menikahi Bulan, gadis berhijab. Sam mengira Bulan tidak menarik, menyusahkan, tidak seksi dan bodoh dalam bisnis. Ternyata, dibalik penampilannya yang sederhana dan cenderung suka diam, Sam terkejut dengan sosok Bulan sebenarnya, Bulan membuatnya ketar-ketir dalam segala hal dan merasa ingin selalu diperhatikan. Akan tetapi, dia selalu kalah dengan gengsi dan hatinya yang masih menyukai Sita hingga dia berniat menikahi Sita, lantas melepaskan Bulan. “Kalau Abang mau cerein aku, minimallah cobain tidur sekali!”tantang Bulan.
View More“Aku nggak salah denger, Mam?” Sam merotasikan kedua bola matanya.
Drama apa ini?
Laki-laki tampan dengan kharisma yang mampu membuat para gadis di luar sana mabuk kepayang itu mengekor pada ibunya, baru saja dia pulang setelah hampir satu minggu berada di luar kota untuk membantu pekerjaan sang ayah, sekarang telinganya berdenging mendengar kabar aneh.
“Mami yakin, cowok se ganteng aku itu nggak bisa cari cewek sampe harus dijodohin?” tanyanya lagi. “Mami ...”
Wanita itu diam saja, hanya menyengir kuda melihat kehebohan putranya yang baru saja kembali dan harus setuju dengan rencana perjodohan yang dibuat. Sam sudah pantas untuk menikah, sampai detik ini sekalipun Sam selalu mengatakan banyak gadis yang rela antri untuk bersamanya, tidak ada satu pun yang mendapatkan persetujuan. Penampilan mereka yang terbuka dan kehidupan mereka yang cenderung bebas lagi gila kerja, alasan-alasan itu yang membuat Sam gagal membawa para gadis itu ke jenjang lebih serius.
Lagipula, Sam mencari pasangan seperti sedang bermain lotre saja, dia undi dan siapa yang namanya ke luar dari sekian banyak yang seksi, itulah yang Sam ambil.
Kedua orang tuanya sepakat menjodohkan Sam dengan gadis pilihan mereka yang berasal dari kota kecil, berharap dengan adanya gadis itu, nantinya Sam menjadi lebih baik dan tentu saja mengarungi rumah tangga yang berkah.
Namun, gadis pilihan mereka tidak sesuai dengan kriteria Sam, baru sekali melihat fotonya yang menampilkan bagian belakang dengan gamis dan hijab panjang, Sam sudah melemparkannya, tidak mau.
“Cewek kayak gini nggak pantes buat aku, Mi. Dia ya pantesnya sama yang suka sarungan gitu, nggak sama aku!” katanya beralasan.
“Kamu ini loh, belum ketemu dia yang asli dan tahu gimana dia. Jangan sombong, Sam!” balas mami Dara menepuk lutut Sam, diambilnya foto yang baru saja Sam lemparkan itu, tapi buru-buru Sam memintanya duduk dan dia yang mengambilnya. “Yang lembut, gitu loh!”
Sam melengos. “Pokoknya aku nggak mau ya, Mam. Bilang sama papi kalau anaknya ini bisa cari istri sendiri!”
Bibir mami Dara melengkung ke bawah, kemudian menggedikkan bahunya. Dia tidak akan ikut campur urusan para laki-laki, mami Dara sangat amat tahu bila suaminya sudah memutuskan, maka akan sulit untuk ditolak, jadi tergantung seberapa keras usaha Sam untuk membujuknya.
Pusing, sudah pasti Sam sekarang pusing tujuh keliling, tapi dia ingat bahwa hari ini dia masih mempunyai janji dengan seseorang dan dia akan menghubunginya segera. Satu kotak oleh-oleh masih ada di bagasi mobil, sengaja tidak dia turunkan karena itu khusus ingin dia berikan pada seorang gadis yang telah lama bersemayam di hatinya, hanya saja tidak pernah Sam berani mengungkapkan, sebab dia takut hubungan baik mereka selama ini menjadi renggang, dia menunggu saat yang tepat.
Setelah mandi, sesuai dengan janjinya, Sam menghubungi Sita. Belum apa-apa, bahkan panggilan videonya belum terhubung, Sam sudah cengar-cengir sendiri seperti remaja umur belasan, sedang dia sudah hampir kepala tiga.
“Sam, hei!”
Suara itu, Sam sangat merindukannya.
Sam tersenyum, melambaikan tangannya, dia memakai baju terbaik malam ini dan tentu saja tadi sudah mencuci wajahnya berulang kali agar terlihat bersinar.
“Kamu udah balik? Kok nggak ngasih tahu, Sam. Udah lupa sama temennya?”
Sam terkekeh. “Bukan aku yang lupa, tapi kamu kayaknya yang nggak paham sama omongan aku kemarin, Ta. Kan, aku lagi tanya oleh-oleh, itu artinya-“
“Astaga, itu kamu kasih kode kalau mau balik? Ya ampun, Sam ... maafin aku!”
Cantik, menarik, rambutnya panjang nan halus, penampilannya oke punya, kulitnya putih bercahaya dan pintar berbisnis. Sita itu sempurna di mata Sam sampai detik ini.
“Nggak apa, kamu pasti banyak pikiran. Oh ya, aku mau kasih oleh-oleh, kapan kita bisa ketemu?” tanya Sam tidak sabar.
“Emm, bisa besok, Sam. Aku bakal handle kerjaan cepet biar bisa ketemuan sama kamu, di tempat biasa ya, Sam, gimana?”
“Apapun, aku ikut aja!” jawab Sam membuat Sita tertawa, selalu saja laki-laki itu patuh padanya.
Lalu, sebuah pesan masuk ke ponselnya, tidak lain itu dari sang ayah.
Papi Hormat: Papi akan batalkan perjodohan ini kalau kamu berhasil mendapatkan gadis yang sesuai dengan kami, malam ini. Atau kamu bawa gadis yang benar kamu cintai dan dia mencintai kamu tanpa embel-embek harta. Kamu bisa?
***
Siapa takut!
Senyumannya berulang kali mengembang, seperti adonan kue yang berhasil dibuat, tidak hentinya laki-laki dengan kemeja coklat susu itu menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Rasa rindu dan sukanya sudah melambung tinggi, sekarang dia mendapatkan tantangan dari sang ayah.
Lihat saja, dia akan membawa pulang apa yang ayahnya mau!
Di cafe Kamboja, tempat favorit Sam dan Sita sejak mereka masih sekolah. Persahabatan ini sudah lama, sepertinya malam dengan bintang yang banyak merestuinya mengantarkan rasa besar ini pada gadis pujaannya itu.
Sam yakin ribuan persen kalau cinta dan harapannya akan dikabulkan oleh Sita, mengingat sampai detik ini pun Sita belum juga menunjukkan atau mengenalkan seorang pemuda padanya, Sita masih sendiri dan bebas untuk dia miliki.
“Maaf, lama, Ta. Ini buat kamu!” kata Sam memberikan kotak oleh-oleh itu, sedang kotak merah berisi cincin itu dia simpan di saku celana.
Sita menganga. “Astaga, Sam ... udah deh ya, kamu kalau kayak gini, gimana aku nggak takut gemuk, hah? Tiap kali kalau kamu pergi, selalu beliin aku jajanan khas sana. Nggak lagi ini, jadi aku nggak perlu lagi beli baju ya, soalnya kamu udah pasti beliin dan tahu banget kesukaan aku. Makasi banyak, Sam, nggak ada yang bisa se mengerti ini sama aku, kalau bukan kamu!” katanya terharu.
“Ini cuman oleh-oleh biasa, tapi kamu bener ... aku ngerti kamu banget, Ta. Dan-“
Tiba-tiba saja, salah satu teman baik mereka juga ikut bergabung, lebih tepatnya ini teman baik Sam. Bahkan, mereka bekerja di satu kantor dan Leon selalu mendukung Sam, begitu sebaliknya. Tapi, seingatnya dan Sam yakin kalau dia masih mempunyai ingatan yang tajam, dia tidak mengundang Leon bergabung, ini malamnya bersama Sita. Sam sendiri akan sangat bodoh kalau menganggap Sita yang mengajak Leon.
Sam memasukkan lagi kotak berwarna merah itu, lalu menatap Leon intens, laki-laki itu baru tersenyum pada Sita yang juga tampak sangat nyaman, tidak biasanya Sita terlihat seperti ini, apalagi sedang bertemu dengannya.
“Lo tahu gue di sini, makanya lo samperin?” tanya Sam menujuk Leon dengan sudut matanya.
Leon terkekeh. “Dari mana gue tahu coba, gue cuman anterin cewek gue aja ke sini, Bro!”
“Cewek?” ulang Sam berubah pucat.
Kali ini yang tertawa bukan Leon, melainkan Sita. Gadis yang duduk di sebelah kanan Sam itu menepuk bahu Sam begitu kencang dan hampir membuat Sam terdorong karena tidak siap lagi masih terkejut dengan kabar ini.
Tadi, tangan Sita sibuk dengan ponselnya, sekarang bisa Sam lihat dengan jelas, di jari manis tangan kiri Sita sudah ada cincin yang terpasang di sana, dia tidak menyadarinya.
“Aku nggak tahu ini udah pas belum kasih tahu kamu, tapi aku nggak mau sama temen baik aku sampe bohong. Jadi, aku sama Leon udah jadian, Sam. Gila banget, aku kira Leon nggak suka sama aku, waktu kita sering main bareng sama dia, aku udah ngerasa banget sama dia. Tapi, dia cuekin aku, terus waktu aku nggak mood, itu yang kamu hibur ... ternyata, dia masih nunggu sampe dia kerja sekarang dan ngerasa pantes, baru dia bilang ke aku. Aku seneng, Sam!” ungkap Sita dengan wajah gembira, Leon pun juga sama.
Ya?
Entah sihir apa yang ada pada diri istrinya itu, Sam merasa semuanya berbeda. Nama Sita yang dulu menguasai hatinya semakin ke sini semakin pudar, bahkan saat wanita itu memintanya bertemu, Sam memberikan alamat rumah sakit. "Iya—" Bulan tercekat melihat siapa yang datang, wajah itu tak mungkin ia lupakan. "Sebentar, saya panggilkan ya, duduk dulu!" Bulan menunjuk kursi tunggu di depan ruangan itu. Sita mengangguk, ia sendiri tak menyangka dan berpikir Sam yang sakit sampai tadi sebelum ke rumah sakit mampir membeli buah untuk teman istimewanya itu. Ternyata, bukan Sam, melainkan bapak mertua lelaki itu. "Bang, ada temennya," Kata Bulan. "Dia di depan, Bang," tambahnya. Sam yang tadi baru saja membalas email lantas berdiri, alih-alih keluar sendiri, lelaki itu yang tadinya sudah mengambil dua langkah, kembali lagi dan mengambil tangan Bulan untuk digenggam. "Iya?" "Ikut gue ke depan!" Walaupun cukup aneh dan tidak tahu maksud suaminya, status lelaki itu masih harus B
Cukup mengerikan Sam datang ke rumah sakit tempat tujuan mertuanya akan dipindahkan, prosesnya cukup rumit tadi, tetapi beruntung kondisi mertuanya membaik dan memenuhi peraturan untuk bisa dipindahkan. Mereka masih menunggu, Bulan tampak lebih tenang dari tadi pagi saat kabar itu baru diketahuinya. Bulan langsung ingin pulang, bahkan sudah siap ke terminal, beruntung mami dan papi mengetahuinya sehingga mereka mengajak Bulan berkoordinasi dengan pihak rumah sakit besar di sini sembari terus meng-update hasil perkembangan terbaru. Sebenarnya, tak lama juga Sam terlewat, tetapi seperti sudah lama sekali dan terlewat beberapa kejadian. Matanya menyapu seisi ruang tunggu, istrinya ada di sana, duduk bersandar pada tiang pembatas dengan wajah pucat dan basah. Semalam wanita itu demam, pun nekat melayaninya, wajar saja jika Bulan kurang sehat. "Lan," panggilnya sehingga wanita itu mendongak, menatapnya. Bulan terdiam, ia masih tak menyangka benar suaminya akan datang, walaupun mer
Tubuh Bulan nyaris menindih suaminya, Sam sendiri tidak menyangka jika tindakannya tadi akan seperti sekarang. "Aku—" "Diem! Gue bantu kompres, lo nurut!" potong Sam lantas menyingkirkan tubuh Bulan dari atasnya, lalu berdiri. Wajah lelaki itu memerah, dadanya berdebar-debar, ia tahu benar ukuran istrinya itu sejak malam setelah pernikahan. Dan tadi, astaga menempel padanya sampai nyaris tersedak, padahal tidak meminum apa pun. Sam mengeram dalam hati, tak pernah ia salah tingkah, bisa-bisanya dengan Bulan ia seperti pria baik-baik yang tak pernah dibelai. "Argh, resek! Udah kasih obat aja biar tenang dia, gue juga aman. Kalau dia sakit kan gue juga yang repot, mana disalahin mami, parah!" gerutunya, tangannya bergerak cepat mengambil kompres, obat, roti dan air mineral, semuanya di satu nampan, lalu dibawanya ke atas. Langkahnya sedikit mengendap, bahaya jika maminya bangun dan ketahuan, bisa digantung besok. "Duduk!" titahnya begitu di kamar. Bulan yang memili
“Ta, mual?” Sam melihat gejala aneh pada temannya itu. Sita yang menyadari keberadaan Sam spontan menghapus jejak basah di mulutnya kemudian berbalik dan tampil biasa. “Em, enggak, ini kayak nggak enak aja minumannya. Oiya, gimana? Kamu butuh apa ini?” Sita mencoba mengalihkan perhatian. Sam menggelengkan kepalanya, ia hanya menarik tangan Sita untuk ikut bersamanya selagi Leon sibuk dengan urusan yang lain, kebetulan pria itu bertemu kawan lama di sana. Di meja sudut bar itu dengan minim pencahayaan, Sam mengajak Sita duduk berdua di sana. Wajah Sita cukup terlihat tegang, pasalnya ia khawatir kalau mendadak mual di depan Sam dan pria itu akan curiga kepadanya, sedangkan semua itu haruslah terungkap usai ia menikah dengan Leon sebentar lagi. “Ada apa, Sam?” tanya Sita menunggu. Sam meletakkan sesuatu ke meja, menggesernya tepat ke depan tangan Sita yang indah di matanya, Sita suka sekali memakai gelang. “Apa ini?” Sita membukanya, matanya melebar begitu melihat hadiah a
"Iya, Bang?" Bulan mengerutkan keningnya tipis, mereka sudah berada di kamar dengan pintu terkunci rapat. "Abang mau sesuatu?" Sam memejamkan matanya singkat, pusing sekali menghadapi wanita satu itu, selain penampilannya yang membuat sakit mata, ternyata juga banyak bicara dan pandai sekali memberikan jawaban yang sialnya terkadang Sam banyak kalahnya. "Lo tau kalau harus jaga nama baik gue, kan? Bisa-bisanya, lo ke luar kamar nggak bilang-bilang, hah? Kalau mami tanya gue di mana, gimana? Lo jawab apa? Gue habis kabur, terus capek, akhirnya molor bangun gitu?" tuduh lelaki itu sambil menunjuk wajah Bulan. "Abang tenang aja, aku nggak jawab gitu kok. Maaf ya, Bang, aku nggak pamit. Tadi, dingin aja di sini dan kalau aku udah coba bangunin kamu, tapi rada susah. Maafin ya, Bang?" Alih-alih ikut meledak seperti Sam, Bulan justru mengambil bawahnya sehingga amarah lelaki itu hilang. "Yaudah, lo harus tau itu pokoknya. Beda kalau nanti udah tinggal di rumah sendiri, lo bebas mau pam
"Ngapain kamu tanya soal Sita?" tanya Sam melotot dan manyun pada Bulan, mereka sedang berada di kamar lama Sam sekarang seperti yang mami Dara mau. Bulan menggedikkan kedua bahunya. "Tanya aja, Bang. Kalian deket banget tadi sampe pelukan, dia bukan mah-" "Nggak usah ceramahin gue!" potong Sam menutup telinganya, lalu bergegas mengganti baju tanpa peduli saat itu Bulan pun kesusahan melepaskan aneka aksesoris di kepalanya, sepanjang perjalanan kembali ke rumah pun seperti itu, masih menempel di kepala Bulan. "Gue mau ke luar, lo tidur aja sendiri!" "Bang, kalau mami sama papi tanya gimana?" Bulan berusaha menahan suaminya itu, sungguh dia harus ekstra sabar menghadapi Sam. "Bebas lo mau ngarang apa, intinya kasih tahu mereka baik-baik!" jawab Sam menggeser tubuh Bulan sehingga dia bisa segera ke luar dan pergi ke tempat yang sudah dia janjikan bersama teman yang lain, termasuk ada Sita di sana bersama Leon. Bulan memejamkan matanya sembari mengusap dada, baru saja satu hari dia
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments