"Syukurlah kamu akhirnya datang," kata Seruni lega. Laki-laki muda itu menatap dua orang wanita depannya dengan bingung. "Ah ini temanku namanya Tita, tidak masalah kan kalau dia bergabung di sini?" Tanya Seruni dengan manis. Bukan pekerjaan mudah menyeret Tita di jam seperti ini. Waktu pulang kerja jika tidak ada kepentingan tentu Tita akan dengan senang hati memilih menghabiskan waktu untuk tidur, tapi dengan menampilkan muka yang memelas dan berjanji akan mentraktirnya di tempat makan yang sedang hits tentu Tita tak akan menolak. "Ehm... Bukan masalah, Nyonya tapi ada apa ya anda meminta bertemu saya?" Tanya laki-laki itu. Seruni sudah akan membuka mulutnya tapi Tita menyenggol tangannya meminta mereka memesan makanan terlebih dahulu karena sudah lapar sekali. "Oh baiklah, silahkan pesan makanan dulu," kata wanita itu sambil meringis. Seruni sampai geleng kepala saat melihat makanan yang dipesan Tita, gadis itu sama sekali tidak ada jaim-jaimnya bahkan di depan laki-laki t
“Untuk apa aku ikut mas ke kantor?” Setelah sarapan pagi yang biasanya super datar dan masih hanya menyajikan menu sangat sederhana sekali untuk Seruni, mereka kembali ke kamar, tepatnya Seruni yang kembali ke kamar bersiap mengajak bayinya jalan-jalan pagi tapi Jagat malah mengekorinya dan mengatakan hal yang menurutnya tak masuk akal. Jagat ke kantor untuk bekerja, lalu apa yang dia lakukan di sana? hanya duduk bengong seperti orang bodoh? Apa fungsinya juga. “Sudah cepat ganti baju nanti aku jelaskan.” Jagat mendorong pelan sang istri untuk masuk ke kamar mereka lagi dan menoleh pada sang putra yang sedang dalam gendongan pengasuhnya. “Sus, tolong jaga bayi kami, istri saya harus ikut saya ke kantor.” “Baby Day.” “Apa?” “Namanya baby Day bukan bayi kami lagi meski itu memang anak kita,” kata Seruni tanpa senyum sama sekali, dia serius saat menolak nama pemberian Rira. Seruni mungkin tidak sekeras kepala ini jika dia tahu nama yang diinginkan Jagat adalah hasil dia mencari d
Jika dia harus pergi tentu dia akan dengan senang hati melakukannya. Dia tidak akan masalah menjadi ibu dan ayah untuk bayi yang baru saja dia lahirkan. Seruni butuh mental yang sehat untuk membesarkan anaknya dan itu tidak akan dia dapatkan di rumah ini. Tak diinginkan mertua mungkin dia masih bisa bertahan jika sang suami menginginkannya,tapi posisinya kini tidak diinginkan keduanya, apalagi keluarga Bimantara bukan keluarga sembarangan yang bisa dia masuki begitu saja. Selama ini Seruni berusaha menyesuaikan diri dengan keluarga suaminya meski dengan tertatih, tapi dia tetap berusaha keras, tanpa ada bantuan dari sang suami yang harusnya menjadi sponsor utama. Seruni hanya bisa menghela napas saat sang suami masih tidur di sebelahnya, matanya masih berat efek menangis semalam. Dia memang yang secara langsung menginginkan perceraian antara mereka, tapi sebagai wanita tentu dia tidak menginginkan pernikahan seperti ini. Jagat bahkan tidak berusaha membujuknya sama sekali laki-
“Kenapa tidak bilang padaku soal nama bayi ini.” “Bayi ini?” “Bayi Kita.” Seruni mendengus mendengar sang suami mengatakan hal itu dengan kesal. Salahnya juga sih tidak berdiskusi lebih dulu dengan sang suami tentang masalah pemberian nama ini, tapi dia juga sudah menunggu Jagat untuk mengajaknya bicara tentang masalah ini. Seminggu, tapi tak ada tanda-tanda sang suami memikirkan sebuah nama untuk anak mereka. “Maaf, aku hanya merasa mas sudah sangat sibuk, jadi nama bayi kita tidak terlalu penting.” Seruni sangat bahagia meski Jagat marah padanya soal dia mengusir Rira dan Linda tadi, tapi laki-laki itu tetap membelikannya makan siang yang enak dan tentu saja bergizi, perutnya sudah sangat kelaparan sejak tadi, bahkan kini porsi makannya bisa dua kali lipat. Suster yang mengasuh bayinya pernah berkata, “Memang seperti itu nyonya kan istilahnya nyonya makan untuk dua orang, ibu dan bayinya.” Jadi karena Jagat membelikannya makanan hanya waktu makan saja, dia harus mengak
Hari sial memang tidak ada di kalender tapi kenapa sejak masuk ke keluarga ini harinya menjadi sering sial. Tangan Seruni masih menepuk-nepuk putranya yang menangis karena dia mengambil paksa bayi itu dari gendongan ayahnya. Akan tetapi yang paling membuat Seruni sedih sekaligus marah adalah menyadari kebenaran ucapan Linda, bahkan bayinya tak merespon saat wanita itu bertepuk tangan di dekat telinganya. Seruni memang bukan ibu yang baik dan masih berusaha meraba dalam kegelapan bagaimana menjadi seorang ibu, tapi itu tak mengurangi rasa sayangnya pada bayi mungil yang dia lahirnya, sejak dulu dia ingin memberikan yang terbaik untuk anak ini, bahkan nekad memasuki gerbang pernikahan yang setiap harinya bagai neraka untuknya. “Berikan bayimu pada pengasuhnya! Ikut aku!” Seruni menoleh kaget pada sang suami yang tiba-tiba saja ada di sampingnya dengan wajah suram. Wanita itu berjalan mencari pengasuh anaknya di dapur dan meminta wanita itu untuk menyelesaikan sarapannya terlebih
Rasa cemburu, marah dan rendah diri sudah menjadi bagian hidup Seruni setelah dia menikah dengan Jagat. Laki-laki itu paling ahli membuatnya seperti beban yang memberatkan hidupnya. Seruni tahu sangat tahu kalau Jagat mencintai Rira, bukan hanya cinta bahkan sang suami seperti memujanya. Karena itulah dia menawarkan solusi paling masuk akal yang bisa dia lakukan. Bercerai. Akan tetapi ternyata Jagat dan orang tuanya tak bisa menerima hal itu, meski dia sendiri tak tahu alasannya, jadi yang bisa dilakukan Seruni adalah mengingatkan sebaik mungkin kalau dia ada di sini juga atas kemauan mereka. “Apa kabar Rira, mbak Linda?” sapa Seruni ramah pada dua orang tamu suaminya meski dia tahu kalau dua orang ini dulu lebih sering buang muka kalau berhadapan dengannya. Jagat bisa dibilang tidak memberikan akses sama sekali pada sang istri untuk masuk dalam kehidupannya, jadi satu hal yang mengherankan kalau sekarang laki-laki itu malah memintanya untuk duduk bersama mereka. Linda h