Share

3. NODA MERAH

Cakra memijat kepalanya yang terasa sangat sakit. Selain itu, dia juga mencoba mengingat kejadian semalam, yang mengakibatkan dirinya berakhir di atas ranjang milik kakaknya.

“Bukannya aku sudah bilang untuk tidur di kamar tamu?” serang Mitha.

Kepanikan kini nampak di wajah cantik wanita berumur 28 tahun itu. Kini dia sendiri tidak berani menatap Cakra.

“Ah, Kak maaf. Sepertinya semalam aku terlalu mabuk,” aku Cakra dengan perasaan sesal.

Kini Cakra ingat, selepas Mitha pamit menuju kamarnya dia menghabiskan hampir separuh minuman beralkohol itu. Kemudian karena rasa pusing menyerang diri, Cakra pun memutuskan untuk pergi menuju kamar tamu. Namun, bukannya dia menuju kamar yang ada di bagian belakang. Cakra malah masuk ke kamar milik kakak iparnya.

“Terus apa yang kamu lakukan semalam? Kenapa kita berakhir dengan sama-sama tidak mengenakan pakaian sehelai pun?” cecar Mitha gelisah.

Cakra mencoba memindai sekeliling. Dia melihat bajunya berserakan di atas lantai. Tidak hanya itu, dia melihat baju dinas malam perempuan pun ada di dekat bajunya. Kini pandangan Cakra beralih pada Mitha yang nampak ketakutan.

Kepala Cakra lagi-lagi berdenyut nyeri, dia berusaha mengingat momen semalam. Namun, matanya membulat saat kepingan puzzle dalam otaknya mulai tersusun rapi.

Seketika Cakra menyingkap selimut dan memperhatikan sprei yang berwarna putih tulang. Kemudian mata hitamnya mendapati sebuah bercak merah di atas sprei tersebut.

“Ah, sial!” umpat Cakra mendesah kasar.

“Sial? Sial kenapa? Sebenarnya apa yang kamu lakukan padaku, Cakra?” cerocos Mitha.

Lagi-lagi Cakra mendesah kasar sambil mengacak rambutnya. Kemudian dia meraih pakaiannya yang berserakan di lantai.

“Cakra, jawab pertanyaanku!” sentak Mitha yang nampak panik.

“Aku akan menjawab pertanyaan kamu, Kak. Tapi lebih baik, kita pakai baju dulu. Apa kamu mau tubuhmu yang putih dan mulus itu, terus dipertontonkan padaku?” sindir Cakra, seraya mengenakan pakaiannya.

Mitha memejamkan mata dalam, lalu menggigit bibir bawahnya. Ia menghela napas kasar, mencoba menenangkan hatinya yang risau.

“Kita bicara di luar.” Cakra kemudian pergi keluar dari kamar Mitha.

Sendirian di kamar, membuat hati Mitha berdenyut nyeri. Dia beranjak dan memungut pakaiannya. Kemudian mata hitam Mitha tertuju pada kasur yang sudah berantakan itu.

“Ahh,” resah Mitha seraya memijit keningnya.

Dia langsung merasa lemas ketika melihat sebuah bercak merah pada sprei yang tersemat di ranjang. Selain itu, Mitha pun tidak menampik bahwa miliknya di bawah sana kini terasa perih.

Setelah selesai Mitha keluar kamar dan melihat Cakra sedang duduk di sofa. Kepalanya menunduk, sehingga Mitha tidak bisa melihat ekspresi wajah adik iparnya.

“Cak, jelaskan apa yang sudah terjadi?” tanya Mitha memberanikan diri.

Kepala Cakra pun terangkat ke atas, lalu menatap Mitha. Kini terlihat wajah pria itu nampak kacau dan serba salah.

“Maaf, Kak sepertinya aku membuat kesalahan besar,” sesal Cakra.

Saat terbangun tadi, Cakra mencoba untuk tetap terlihat tenang. Namun, semakin dipikirkan Cakra malah merasa gusar.

“Jujur aku dalam kondisi tidak sadar. Maaf kalau aku sudah melakukan kesalahan yang sangat sangat besar. Aku sudah melukai kehormatan kakak iparku sendiri. Aku … aku siap bertanggung jawab.”

Jantung Mitha kini seperti dihantam benda keras. Dadanya berdenyut nyeri. Sekarang Mitha tahu arah pembicaraan mereka berdua ke mana.

“Jadi, semalam itu bukan mimpi? Semalam aku melakukan hal itu denganmu?” tanya Mitha dengan raut yang terlihat gamang.

Cakra melipatkan bibirnya, lalu mendesah.

“Aku melakukan hal itu untuk pertama kalinya dengan adik iparku?” kata Mitha lagi dengan suara yang gemetar.

Suara Mitha sukses membuat perasaan bersalah kini semakin meradang di dalam diri Cakra. Dia menelan ludahnya dengan kasar, lalu memejamkan matanya.

“Sekali lagi, maafkan aku, Kak. Ah, seharusnya aku tidak meminum alkohol terlalu banyak,” sesalnya.

Seketika lutut Mitha lemas, kini dia ambruk terduduk di atas sofa. Tatapannya kosong memandang tak tentu arah.

Bagaimana bisa Mitha melakukan hal itu dengan adik iparnya? Parahnya lagi, selama bertahun-tahun menikah, Mitha belum pernah melakukan hubungan intim dengan suaminya. Sekarang, kesuciannya itu malah direnggut oleh adik iparnya sendiri.

“Anggap saja itu tidak terjadi, Cak. Anggap saja itu mimpi burukku,” kata Mitha dengan nada suara yang terdengar sangat dingin.

“Baik, Kak. Anggap kita tidak pernah melakukan apa pun.”

Cakra setuju dengan permintaan Mitha. Hanya itu yang bisa mereka lakukan. Melupakan.

“Tapi ….” Cakra kembali membuka mulut. Ada satu hal yang mengganggu pikirannya.

Sekarang Cakra bisa mengingat dengan jelas, aktivitas semalam. Mulai dari sentuhan dan lenguhan Mitha yang meluluh lantakan kewarasannya. Dia juga bisa merasakan keamatiran dari sang lawan mainnya di ranjang.

Sampai pada akhirnya kedua bola mata Cakra melihat satu tanda bekas permainan mereka semalam. Noda merah yang begitu jelas mengotori kain putih yang tersempat pada ranjang panas.

“Boleh kah aku bertanya satu hal?” Cakra mencoba memberanikan dirinya. Selain masalah noda merah, ucapan Mitha sebelumnya membuat dirinya terus bertanya-tanya.

Mitha langsung menoleh, dengan wajah yang lemas. Dia tidak menjawab dengan kata-kata, tapi dia hanya memejamkan matanya sebentar lalu kembali menatap Cakra.

“Maaf, Kak kalau pertanyaan ini menyinggung hatimu. Tapi … apa benar dugaanku, kalau kamu masih perawan? Kamu belum pernah melakukan hubungan badan dengan suamimu sendiri, Kak?”

Deg.

Dada Mitha terasa sangat sakit. Pertanyaan yang dilontarkan Cakra barusan, sukses membuat harga dirinya jatuh ke dalam jurang yang sangat gelap dan dalam.

BERSAMBUNG ….

Komen (2)
goodnovel comment avatar
mayuunice
Bener, kan. Cuman kadang ada keadaan yang nggak kita tahu dari seseorang.
goodnovel comment avatar
Anggra
4 tahun ngapain aja wooyyy..kalau aku jdi Mitha dah gugat cerai tuh laki..aku GK cuma butuh nafkah lahir..tpi juga nafkah bathin..buat apa dinikahin kalo CMA buat status doang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status