Share

3. NODA MERAH

Author: mayuunice
last update Huling Na-update: 2023-10-29 20:37:31

Cakra memijat kepalanya yang terasa sangat sakit. Selain itu, dia juga mencoba mengingat kejadian semalam, yang mengakibatkan dirinya berakhir di atas ranjang milik kakaknya.

“Bukannya aku sudah bilang untuk tidur di kamar tamu?” serang Mitha.

Kepanikan kini nampak di wajah cantik wanita berumur 28 tahun itu. Kini dia sendiri tidak berani menatap Cakra.

“Ah, Kak maaf. Sepertinya semalam aku terlalu mabuk,” aku Cakra dengan perasaan sesal.

Kini Cakra ingat, selepas Mitha pamit menuju kamarnya dia menghabiskan hampir separuh minuman beralkohol itu. Kemudian karena rasa pusing menyerang diri, Cakra pun memutuskan untuk pergi menuju kamar tamu. Namun, bukannya dia menuju kamar yang ada di bagian belakang. Cakra malah masuk ke kamar milik kakak iparnya.

“Terus apa yang kamu lakukan semalam? Kenapa kita berakhir dengan sama-sama tidak mengenakan pakaian sehelai pun?” cecar Mitha gelisah.

Cakra mencoba memindai sekeliling. Dia melihat bajunya berserakan di atas lantai. Tidak hanya itu, dia melihat baju dinas malam perempuan pun ada di dekat bajunya. Kini pandangan Cakra beralih pada Mitha yang nampak ketakutan.

Kepala Cakra lagi-lagi berdenyut nyeri, dia berusaha mengingat momen semalam. Namun, matanya membulat saat kepingan puzzle dalam otaknya mulai tersusun rapi.

Seketika Cakra menyingkap selimut dan memperhatikan sprei yang berwarna putih tulang. Kemudian mata hitamnya mendapati sebuah bercak merah di atas sprei tersebut.

“Ah, sial!” umpat Cakra mendesah kasar.

“Sial? Sial kenapa? Sebenarnya apa yang kamu lakukan padaku, Cakra?” cerocos Mitha.

Lagi-lagi Cakra mendesah kasar sambil mengacak rambutnya. Kemudian dia meraih pakaiannya yang berserakan di lantai.

“Cakra, jawab pertanyaanku!” sentak Mitha yang nampak panik.

“Aku akan menjawab pertanyaan kamu, Kak. Tapi lebih baik, kita pakai baju dulu. Apa kamu mau tubuhmu yang putih dan mulus itu, terus dipertontonkan padaku?” sindir Cakra, seraya mengenakan pakaiannya.

Mitha memejamkan mata dalam, lalu menggigit bibir bawahnya. Ia menghela napas kasar, mencoba menenangkan hatinya yang risau.

“Kita bicara di luar.” Cakra kemudian pergi keluar dari kamar Mitha.

Sendirian di kamar, membuat hati Mitha berdenyut nyeri. Dia beranjak dan memungut pakaiannya. Kemudian mata hitam Mitha tertuju pada kasur yang sudah berantakan itu.

“Ahh,” resah Mitha seraya memijit keningnya.

Dia langsung merasa lemas ketika melihat sebuah bercak merah pada sprei yang tersemat di ranjang. Selain itu, Mitha pun tidak menampik bahwa miliknya di bawah sana kini terasa perih.

Setelah selesai Mitha keluar kamar dan melihat Cakra sedang duduk di sofa. Kepalanya menunduk, sehingga Mitha tidak bisa melihat ekspresi wajah adik iparnya.

“Cak, jelaskan apa yang sudah terjadi?” tanya Mitha memberanikan diri.

Kepala Cakra pun terangkat ke atas, lalu menatap Mitha. Kini terlihat wajah pria itu nampak kacau dan serba salah.

“Maaf, Kak sepertinya aku membuat kesalahan besar,” sesal Cakra.

Saat terbangun tadi, Cakra mencoba untuk tetap terlihat tenang. Namun, semakin dipikirkan Cakra malah merasa gusar.

“Jujur aku dalam kondisi tidak sadar. Maaf kalau aku sudah melakukan kesalahan yang sangat sangat besar. Aku sudah melukai kehormatan kakak iparku sendiri. Aku … aku siap bertanggung jawab.”

Jantung Mitha kini seperti dihantam benda keras. Dadanya berdenyut nyeri. Sekarang Mitha tahu arah pembicaraan mereka berdua ke mana.

“Jadi, semalam itu bukan mimpi? Semalam aku melakukan hal itu denganmu?” tanya Mitha dengan raut yang terlihat gamang.

Cakra melipatkan bibirnya, lalu mendesah.

“Aku melakukan hal itu untuk pertama kalinya dengan adik iparku?” kata Mitha lagi dengan suara yang gemetar.

Suara Mitha sukses membuat perasaan bersalah kini semakin meradang di dalam diri Cakra. Dia menelan ludahnya dengan kasar, lalu memejamkan matanya.

“Sekali lagi, maafkan aku, Kak. Ah, seharusnya aku tidak meminum alkohol terlalu banyak,” sesalnya.

Seketika lutut Mitha lemas, kini dia ambruk terduduk di atas sofa. Tatapannya kosong memandang tak tentu arah.

Bagaimana bisa Mitha melakukan hal itu dengan adik iparnya? Parahnya lagi, selama bertahun-tahun menikah, Mitha belum pernah melakukan hubungan intim dengan suaminya. Sekarang, kesuciannya itu malah direnggut oleh adik iparnya sendiri.

“Anggap saja itu tidak terjadi, Cak. Anggap saja itu mimpi burukku,” kata Mitha dengan nada suara yang terdengar sangat dingin.

“Baik, Kak. Anggap kita tidak pernah melakukan apa pun.”

Cakra setuju dengan permintaan Mitha. Hanya itu yang bisa mereka lakukan. Melupakan.

“Tapi ….” Cakra kembali membuka mulut. Ada satu hal yang mengganggu pikirannya.

Sekarang Cakra bisa mengingat dengan jelas, aktivitas semalam. Mulai dari sentuhan dan lenguhan Mitha yang meluluh lantakan kewarasannya. Dia juga bisa merasakan keamatiran dari sang lawan mainnya di ranjang.

Sampai pada akhirnya kedua bola mata Cakra melihat satu tanda bekas permainan mereka semalam. Noda merah yang begitu jelas mengotori kain putih yang tersempat pada ranjang panas.

“Boleh kah aku bertanya satu hal?” Cakra mencoba memberanikan dirinya. Selain masalah noda merah, ucapan Mitha sebelumnya membuat dirinya terus bertanya-tanya.

Mitha langsung menoleh, dengan wajah yang lemas. Dia tidak menjawab dengan kata-kata, tapi dia hanya memejamkan matanya sebentar lalu kembali menatap Cakra.

“Maaf, Kak kalau pertanyaan ini menyinggung hatimu. Tapi … apa benar dugaanku, kalau kamu masih perawan? Kamu belum pernah melakukan hubungan badan dengan suamimu sendiri, Kak?”

Deg.

Dada Mitha terasa sangat sakit. Pertanyaan yang dilontarkan Cakra barusan, sukses membuat harga dirinya jatuh ke dalam jurang yang sangat gelap dan dalam.

BERSAMBUNG ….

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
mayuunice
Bener, kan. Cuman kadang ada keadaan yang nggak kita tahu dari seseorang.
goodnovel comment avatar
Anggra
4 tahun ngapain aja wooyyy..kalau aku jdi Mitha dah gugat cerai tuh laki..aku GK cuma butuh nafkah lahir..tpi juga nafkah bathin..buat apa dinikahin kalo CMA buat status doang
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab 54

    “Cakra!” seru Rifah. Senyumnya merekah, ketika mendapati anak bungsunya itu pulang. Segera Rifah menghampiri Cakra dan memeluk anaknya itu. Kemudian Cakra menyalami sang ibu.“Mama sehat?” tanya Cakra seraya mengecup kening Rifah.Rifah berdiri tegak, memperlihatkan kondisinya yang prima.“Sehat, dong. Mitha ngurus Mama dengan baik.” Ia melirik ke arah Mitha yang masih sibuk dengan masakannya. Cakra melihat ke arah Mitha. Sudah satu tahun dia juga tidak melihat Mitha. Ibunya sengaja memberi jarak untuk mereka berdua.Mitha tersenyum ke arah Cakra. Ada perasaan rindu yang menggebu, ketika melihat wajah Cakra. Namun, Mitha menahannya karena ia masih merasa canggung. “Kamu sehat, Mith?” tanya Cakra penuh kehangatan.Sorot mata pria itu juga menunjukkan rasa yang sama. Dia merindukan Mitha. Selama jauh dari Mitha, Cakra merasakan sesak. Pikirannya kadang terbagi, mengkhawatirkan Mitha. Sesekali memang mereka mengirim pesan. Itu pun sebatas menanyakan kabar Rifah. Tidak ada hubungan int

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab 53

    Mitha hancur berkeping-keping. Ternyata Candra sekejam itu. Harta yang seharusnya menjadi gonogini, sekarang lenyap. Candra mengambil paksa dan memberikan untuk Keyza.“Mitha.” Suara serak membuyarkan lamunannya. Mitha menoleh dan mendapati Rifah, tengah menatapnya nanar.“Ya, Ma?” sahut Mitha, ia menghampiri sang ibu dan duduk di kursi sebelahnya. Semenjak Candra mengusirnya hari itu, Mitha tinggal bersama Rifah. Ia resign dari pekerjaannya, dan ikut Rifah pulang ke kampung halaman.Di tengah kesendiriannya, Mitha bersyukur, Rifah masih mau menampungnya. Padahal yang dilakukan Mitha pun salah. Namun, wanita itu masih membukakan pintu maaf untuknya. Sedangkan Cakra, dia sudah tidak lagi bekerja di kota kembang. Dia tidak ingin bersinggungan dengan kakaknya lagi. Mereka sudah benar-benar putus ikatan dan silaturahmi. “Jangan sedih,” ujar Rifah sambil mengusap punggung tangan Mitha. “Jangan kamu pikirkan apa pun lagi tentang Candra. Biarkan saja dia mengambil semua yang kamu punya. M

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab 52

    “Mas, coba jelaskan! Kenapa Keyza mengklaim ini adalah rumahnya? Sudah jelas-jelas ini rumahku!”Wajah Mitha mengetat, urat di keningnya terlihat. Sesampainya Candra di rumah, dia langsung mengintrogasi mantan suaminya dengan intonasi yang menekan. “Mas, jelaskan saja. Supaya makhluk ini tidak keterlaluan. Dia bukan lagi nyonya di rumah ini!” balas Keyza sambil mendelik kesal, tangannya ia silangkan di depan dada.Candra mengendurkan dasi. “Bisakah kamu diam, Mitha? Kamu terlalu berisik. Suaramu itu sampai merusak gendang telingaku,” cercosnya. Ia berjalan menuju dapur, membuka lemari pendingin dan mengeluarkan sebuah botol dari dalamnya. Hawa panas yang mendera membuat tenggorokannya teras kering. Ia pun meneguk air mineral dingin itu. “Jawab, Mas!” tuntut Mitha, ia mendekat pada Candra. Sorot matanya sudah menyala, membara terbakar emosinya. Lima tahun Mitha jungkir balik mencari uang untuk melunasi rumah ini. Sekarang, tiba-tiba ada wanita lain yang mengakui rumah yang sudah dip

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab 51

    Sudah empat hari Rifah di rawat di rumah sakit. Matanya kadang terbuka, tapi tatapannya kosong. Beberapa bagian anggota tubuhnya tidak bisa berfungsi dengan baik. Dokter berkata, bahwa Rifah terkena stroke. Tekanan darahnya sering tinggi dan itu membuat Mitha semakin merasa bersalah.“Mama, maafkan Mitha,” ucapnya lirih. Air matanya kering, ia hanya bisa terisak sepanjang hari. Di seberang Mitha, Cakra sedang mengelap wajah Rifah dengan lap hangat. Anak bungsu Rifah itu sedang membersihkan tubuh ibunya. “Gara-gara aku, Mama jadi kayak gini,” imbuh Mitha lagi. “Nggak, Mith. Ini gara-gara aku. Harusnya aku sudah mengubur dalam-dalam perasaan aku padamu, sejak kamu menikah dengan kakakku. Tapi ….”Cakra menjeda kalimatnya, menatap wajah ibunya yang datar. Tatapan kosong Rifah beralih menatapnya. “Maaf, Bu. Ini salah Cakra. Maaf sudah merepotkan Ibu. Harusnya aku bisa lebih bijak lagi.” Nada penyesalan terdengar dari ucapan Cakra. Air matanya perlahan turun membasahi pipi.Sejak kemar

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab 50

    “Maksud kamu apa, Mith? Bercerai dengan Candra?” Rifah terkejut, ketika mendapatkan kabar bahwa Mitha akan menggugat Candra ke pengadilan. Setelah mendapat kabar itu, Rifah langsung mengunjungi Mitha di rumahnya. Hal ini tidak bisa di acara kan dalam panggilan telepon. “Iya, Ma. Maaf, tapi aku ngga bisa melanjutkan pernikahan ini,” ucap Mitha lirih.Wajah Rifah sudah memerah. Jelas dari raut wajahnya bahwa, ia sangat menentang.“Aku sudah memasukan gugatan cerai,” tambah Mitha. Dia berusaha untuk meyakinkan ibu mertuanya, kalau ucapannya itu tak main-main. “Mitha! Kenapa kamu melakukan hal ini? Kamu benar-benar mengecewakan Mama!”“Ma, kenapa Mama marah sama Mitha? Apa Mama tidak mau mendengarkan alasan Mitha menggugat Kak Candra?” sela Cakra.Pria itu selalu ada di samping Mitha sekarang. Dia berjanji akan selalu mendampinginya sampai proses perceraian mereka selesai.Rifah terdiam. Emosinya menenggelamkan akal sehat. “Kak Candra selingkuh! Selama ini, Kak Candra tak pernah menye

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab. 49

    Suara tawa menggelegar seisi ruangan. Baik Mitha maupun Cakra, keduanya sama-sama terlonjak. Mereka berdiri dengan kedua pupil melebar dan mulut menganga. “Hebat!” Candra bertepuk tangan sembari melangkah mendekat ke arah mereka.Tubuh Mitha bergetar, dia merasakan ketakutan yang sangat hebat. Pikirannya kacau, karena suaminya memergoki mereka sedang bersama dengan kondisi yang tidak semestinya. Namun, Cakra langsung menggenggam tangan Mitha. “Oh, ini yang kalian lakukan selama ini? Di hadapanku, kalian seperti saudara ipar. Tapi, di belakangku?” Candra mendengus, lalu tertawa. “Hahaha. Sumpah, ini seperti sinetron!” Mulut Mitha bergetar, dia ingin melawan. Memberikan serangan balik pada suaminya, yang tak jauh lebih buruk darinya. Akan tetapi, lidahnya terasa kelu. “Mitha!” teriak Candra.Seketika Mitha tersentak dan kakinya terpaku. “Kamu itu seperti nggak punya otak, ya? Adik ipar sendiri di embat! Ternyata kamu sangat hina!” Mata Candra menatap nyalang dan wajahnya memerah. B

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status