Share

4. PENYESALAN

Penulis: mayuunice
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-30 22:20:02

Cakra begitu terganggu saat melihat noda merah yang terdapat di sprei putih. Dia juga mengingat bahwa semalam, dirinya begitu kesusahan untuk memasuki labirin kenikmatan milik sang kakak ipar.

Semburat merah kini nampak pada wajah Cakra. Tatkala dia mengingat momen yang terjadi tadi malam bersama dengan sang kakak ipar.

Akan tetapi, sedetik kemudian wajah tersipu itu berubah kembali. Kini Cakra menunjukkan wajah penasarannya.

“Apa maksud pertanyaanmu? Aku tahu dulu kita memang berteman. Tapi rasanya tidak etis kamu menanyakan hal seprivasi itu padaku, yang empat tahun sudah menjadi kakak iparmu!” elak Mitha.

“Aku tahu, tapi aku butuh kejelasan. Jika iya, sungguh tega sekali kakakku tidak memberikan nafkah batin untuk istrinya. Padahal sudah empat tahun menikah!”

Ada nada kesal yang terdengar dari setiap kalimat yang diucapkan Cakra.

“Tapi bukannya lebih tega kamu, ya, Cak? Adik mana yang berlaku kurang ajar pada istri kakak kandungnya sendiri!” serang Mitha, yang bersikukuh tidak ingin kalah.

Tangan Mitha gemetar sekarang. Dia mencoba untuk menahan segala macam perasaan yang berkecamuk di dalam dirinya. Otak dan jantungnya kini seolah mau meledak, membabi buta menunpahkan semua kekecewaannya yang sudah dia rasakan sejak kemarin.

Ah … tidak, bukan sejak kemarin. Namun, sejak empat tahun yang lalu.

“Mith, aku tahu aku salah. Aku sudah mengakui itu. Tapi masalah kamu itu lain hal lagi. Jika iya, kakakku berlaku demikian, aku akan menegurnya!”

“Apa? Menegur?” Mitha terkejut dengan ucapan Cakra, yang terkesan tidak dipikir ulang.

Bodohnya, Cakra mengangguk. Seolah dengan terang-terangan mengiyakan pertanyaan Mitha.

“Sejak kapan kamu jadi sebodoh ini, Cak?” serang Mitha, kini suaranya benar-benar gemetar, “kamu mau menegurnya dengan perkataan seperti apa? Berkata kalau kamu sudah memastikan bahwa aku selama empat tahun ini masih perawan? Itu sama saja menggali lubang kuburan sendiri!” geram Mitha.

Kedua mata Mitha kini sudah terlihat berair. Dia sepertinya sudah tidak bisa menahan rasa sakit yang menyayat hati.

Mitha seperti terkena serangan dua kali; melakukan dosa besar dengan sang adik ipar, dan rahasia besarnya ketahuan oleh sang adik ipar.

“Sudahlah, kamu tidak usah repot-repot mengurusi rumah tangga seseorang. Ini masalahku, dan jangan pernah ikut campur dengan apa pun masalahku!” tergas Mitha.

Melihat sang kakak ipar yang sudah tersulut emosi, membuat Cakra bungkam. Di satu sisi, ucapan kakak iparnya memang benar. Cakra terlalu gegabah mengambil keputusan, akibat emosi yang seharusnya tidak dia luapkan.

Mitha melirik pada jam di dinding, “Sudah jam delapan. Bukannya niatmu datang ke Bandung, untuk pekerjaan? Segera bersiap dan pergilah, jangan kamu datang lagi ke sini. Dan, lupakan apa yang terjadi di antara kita. Pura-puralah kamu tidak mengetahui kelemahanku.”

Setelah berkata demikian, Mitha memutsukan untuk pergi. Dia kembali menuju kamarnya. Kemudian mencopot sprei yang sudah ternoda dengan dosa besarnya.

“Ah, Mitha. Kenapa jadi seperti ini?” lirih wanita itu.

Tubuh Mitha kini merosot dan duduk di atas lantai. Dia meluapkan kepedihan yang dia rasakan. Air mata pun sudah tidak bisa untuk Mitha bendung lagi. Dirinya meratapi nasib buruk yang sedang menimpa dirinya.

“Andai saat malam pertama aku tidak menolak ajakan Mas Candra. Mungkin kisahku tidak akan seperti ini,” isak Mitha.

Penyesalan. Satu kata itu yang kini menggambarkan perasaan Mitha.

Tidak ada asap, jika tidak ada api. Perilaku Candra, yang terang-terangan tidak memberikan nafkah batin pada Mitha. Tentu tidak mungkin jika tidak ada sebabnya. Mitha yakin, karena penolakannya malam itu membuat Candra kapok untuk mengajaknya bercinta.

Saat itu, Mitha masih sangat polos dan selalu merasa takut. Seolah malam pertama adalah momok yang sangat menakutkan. Hal ini bisa tertanam dalam pikirannya, karena sering mendengar ucapan teman-temannya, yang pertama kali melakukan hubungan badan.

“Ah, Tuhan. Apakah aku bisa kembali membalikkan waktu?” tanya Mitha.

Rasanya Mitha ingin kembali ke malam itu. Malam di mana Candra berusaha untuk menggaulinya sebagai istri. Mitha pasti tidak akan melakukan hal yang tidak Candra suka. Karena dulu, Mitha pernah menendang Candra, karena merasa takut pada laki-laki yang sudah jelas menjadi suaminya.

***

Cakra sudah siap untuk berangkat. Dia melihat pintu kamar milik kakak iparnya masih tertutup rapat. Cakra kemudian menghampiri pintu tersebut. Kemudian dia menempelkan daun telinganya pada daun pintu.

Mata Cakra seketika membulat saat mendengar isakan tangis dari dalam sana. Perasaan bersalah kini mengakar di dalam diri Cakra. Sepertinya setelah ini, dia sudah tidak memiliki muka untuk bertemu dengan kakak iparnya.

“Mith, aku benar-benar minta maaf,” lirih Cakra sambil memegang daun pintu. Dia telampau takut untuk menghampiri Mitha.

Cakra menyandarkan punggungnya pada daun pintu. Matanya sayu sekarang. Otaknya masih memutarkan pertanyaan yang sama.

Namun, saat kedua bola mata kehitamannya melihat sebuah foto dalam bingkai besar yang menempel di dinding. Seketika perasaannya kembali berapi.

“Sebenarnya apa yang kamu pikirkan, Candra? Kenapa kamu malah melakukan hal ini pada istrimu? Sebagai laki-laki normal, apakah kamu tahan pada istrimu sendiri?”

BERSAMBUNG ….

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
mayuunice
Siap, Kak nanti aku kasih adegan hot yaaa hehehe
goodnovel comment avatar
Neysha Esha
sedikit hot lagi Thor kurang panas adegan nya ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab 54

    “Cakra!” seru Rifah. Senyumnya merekah, ketika mendapati anak bungsunya itu pulang. Segera Rifah menghampiri Cakra dan memeluk anaknya itu. Kemudian Cakra menyalami sang ibu.“Mama sehat?” tanya Cakra seraya mengecup kening Rifah.Rifah berdiri tegak, memperlihatkan kondisinya yang prima.“Sehat, dong. Mitha ngurus Mama dengan baik.” Ia melirik ke arah Mitha yang masih sibuk dengan masakannya. Cakra melihat ke arah Mitha. Sudah satu tahun dia juga tidak melihat Mitha. Ibunya sengaja memberi jarak untuk mereka berdua.Mitha tersenyum ke arah Cakra. Ada perasaan rindu yang menggebu, ketika melihat wajah Cakra. Namun, Mitha menahannya karena ia masih merasa canggung. “Kamu sehat, Mith?” tanya Cakra penuh kehangatan.Sorot mata pria itu juga menunjukkan rasa yang sama. Dia merindukan Mitha. Selama jauh dari Mitha, Cakra merasakan sesak. Pikirannya kadang terbagi, mengkhawatirkan Mitha. Sesekali memang mereka mengirim pesan. Itu pun sebatas menanyakan kabar Rifah. Tidak ada hubungan int

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab 53

    Mitha hancur berkeping-keping. Ternyata Candra sekejam itu. Harta yang seharusnya menjadi gonogini, sekarang lenyap. Candra mengambil paksa dan memberikan untuk Keyza.“Mitha.” Suara serak membuyarkan lamunannya. Mitha menoleh dan mendapati Rifah, tengah menatapnya nanar.“Ya, Ma?” sahut Mitha, ia menghampiri sang ibu dan duduk di kursi sebelahnya. Semenjak Candra mengusirnya hari itu, Mitha tinggal bersama Rifah. Ia resign dari pekerjaannya, dan ikut Rifah pulang ke kampung halaman.Di tengah kesendiriannya, Mitha bersyukur, Rifah masih mau menampungnya. Padahal yang dilakukan Mitha pun salah. Namun, wanita itu masih membukakan pintu maaf untuknya. Sedangkan Cakra, dia sudah tidak lagi bekerja di kota kembang. Dia tidak ingin bersinggungan dengan kakaknya lagi. Mereka sudah benar-benar putus ikatan dan silaturahmi. “Jangan sedih,” ujar Rifah sambil mengusap punggung tangan Mitha. “Jangan kamu pikirkan apa pun lagi tentang Candra. Biarkan saja dia mengambil semua yang kamu punya. M

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab 52

    “Mas, coba jelaskan! Kenapa Keyza mengklaim ini adalah rumahnya? Sudah jelas-jelas ini rumahku!”Wajah Mitha mengetat, urat di keningnya terlihat. Sesampainya Candra di rumah, dia langsung mengintrogasi mantan suaminya dengan intonasi yang menekan. “Mas, jelaskan saja. Supaya makhluk ini tidak keterlaluan. Dia bukan lagi nyonya di rumah ini!” balas Keyza sambil mendelik kesal, tangannya ia silangkan di depan dada.Candra mengendurkan dasi. “Bisakah kamu diam, Mitha? Kamu terlalu berisik. Suaramu itu sampai merusak gendang telingaku,” cercosnya. Ia berjalan menuju dapur, membuka lemari pendingin dan mengeluarkan sebuah botol dari dalamnya. Hawa panas yang mendera membuat tenggorokannya teras kering. Ia pun meneguk air mineral dingin itu. “Jawab, Mas!” tuntut Mitha, ia mendekat pada Candra. Sorot matanya sudah menyala, membara terbakar emosinya. Lima tahun Mitha jungkir balik mencari uang untuk melunasi rumah ini. Sekarang, tiba-tiba ada wanita lain yang mengakui rumah yang sudah dip

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab 51

    Sudah empat hari Rifah di rawat di rumah sakit. Matanya kadang terbuka, tapi tatapannya kosong. Beberapa bagian anggota tubuhnya tidak bisa berfungsi dengan baik. Dokter berkata, bahwa Rifah terkena stroke. Tekanan darahnya sering tinggi dan itu membuat Mitha semakin merasa bersalah.“Mama, maafkan Mitha,” ucapnya lirih. Air matanya kering, ia hanya bisa terisak sepanjang hari. Di seberang Mitha, Cakra sedang mengelap wajah Rifah dengan lap hangat. Anak bungsu Rifah itu sedang membersihkan tubuh ibunya. “Gara-gara aku, Mama jadi kayak gini,” imbuh Mitha lagi. “Nggak, Mith. Ini gara-gara aku. Harusnya aku sudah mengubur dalam-dalam perasaan aku padamu, sejak kamu menikah dengan kakakku. Tapi ….”Cakra menjeda kalimatnya, menatap wajah ibunya yang datar. Tatapan kosong Rifah beralih menatapnya. “Maaf, Bu. Ini salah Cakra. Maaf sudah merepotkan Ibu. Harusnya aku bisa lebih bijak lagi.” Nada penyesalan terdengar dari ucapan Cakra. Air matanya perlahan turun membasahi pipi.Sejak kemar

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab 50

    “Maksud kamu apa, Mith? Bercerai dengan Candra?” Rifah terkejut, ketika mendapatkan kabar bahwa Mitha akan menggugat Candra ke pengadilan. Setelah mendapat kabar itu, Rifah langsung mengunjungi Mitha di rumahnya. Hal ini tidak bisa di acara kan dalam panggilan telepon. “Iya, Ma. Maaf, tapi aku ngga bisa melanjutkan pernikahan ini,” ucap Mitha lirih.Wajah Rifah sudah memerah. Jelas dari raut wajahnya bahwa, ia sangat menentang.“Aku sudah memasukan gugatan cerai,” tambah Mitha. Dia berusaha untuk meyakinkan ibu mertuanya, kalau ucapannya itu tak main-main. “Mitha! Kenapa kamu melakukan hal ini? Kamu benar-benar mengecewakan Mama!”“Ma, kenapa Mama marah sama Mitha? Apa Mama tidak mau mendengarkan alasan Mitha menggugat Kak Candra?” sela Cakra.Pria itu selalu ada di samping Mitha sekarang. Dia berjanji akan selalu mendampinginya sampai proses perceraian mereka selesai.Rifah terdiam. Emosinya menenggelamkan akal sehat. “Kak Candra selingkuh! Selama ini, Kak Candra tak pernah menye

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab. 49

    Suara tawa menggelegar seisi ruangan. Baik Mitha maupun Cakra, keduanya sama-sama terlonjak. Mereka berdiri dengan kedua pupil melebar dan mulut menganga. “Hebat!” Candra bertepuk tangan sembari melangkah mendekat ke arah mereka.Tubuh Mitha bergetar, dia merasakan ketakutan yang sangat hebat. Pikirannya kacau, karena suaminya memergoki mereka sedang bersama dengan kondisi yang tidak semestinya. Namun, Cakra langsung menggenggam tangan Mitha. “Oh, ini yang kalian lakukan selama ini? Di hadapanku, kalian seperti saudara ipar. Tapi, di belakangku?” Candra mendengus, lalu tertawa. “Hahaha. Sumpah, ini seperti sinetron!” Mulut Mitha bergetar, dia ingin melawan. Memberikan serangan balik pada suaminya, yang tak jauh lebih buruk darinya. Akan tetapi, lidahnya terasa kelu. “Mitha!” teriak Candra.Seketika Mitha tersentak dan kakinya terpaku. “Kamu itu seperti nggak punya otak, ya? Adik ipar sendiri di embat! Ternyata kamu sangat hina!” Mata Candra menatap nyalang dan wajahnya memerah. B

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status