Share

2. FILM DEWASA

Author: mayuunice
last update Last Updated: 2023-10-29 20:30:17

Mitha harus merasakan kekecewaan. Ketika orang yang ada di hadapannya bukanlah Candra Danendra. Melainkan Cakrawala Bhadrika, adik dari Candra.

“Hai, Kak! Sorry aku tidak memberi kabar. Tapi, tadi aku sudah kasih tahu Mas kalau aku mau ke rumah,” ucap Cakra.

“Ah!” Mitha mengangguk, walau masih merasa terkejut, “masuk, Cak. Tapi Mas Candra lagi nggak di rumah. Dia sedang ada perjalanan bisnis,” imbuh Mitha.

Mendadak hati Mitha terasa disayat sekarang. Kembali mengingat suaminya yang tidak ada di rumah, cukup membuat goresan luka dalam hati Mitha.

“Iya, Kak, tadi Mas Candra sudah kasih tahu. Aku cuman menginap sehari. Besok aku ada pekerjaan di daerah Ujung Berung. Cuman aku berangkat dari hari ini, supaya tidak terlalu capek.”

Mitha hanya mengangguk, menanggapi cerita adik iparnya. Kemudian dia menuju dapur dan memberikan teh manis hangat untuk adik iparnya.

“Kamu sudah makan, Cak?” tanya Mitha.

Dengan canggung Cakra tersenyum, “Belum, sih.”

“Ya sudah kita makan malam bersama saja. Kebetulan aku juga lagi makan,” ajak Mitha.

Cakra mengangguk, lalu segera menghampiri Mitha.

Tidak terlalu banyak menu yang tersaji di sana. Hanya ada dua piring steak sapi dengan saus mushroom.

“Kak Mitha sengaja bikin dua porsi untuk sendirian?” tanya Cakra, seraya memasukkan potongan daging ke dalam mulutnya.

Seketika Mitha tersenyum getir. Bahkan dia sampai menghentikan aktivitasnya ketika memotong daging.

“Iya,” jawabnya singkat.

Rasanya tidak mungkin mengatakan hal sejujurnya pada sang adik ipar. Bagaimanapun rahasia dapur sendiri tidak boleh sampai ada yang tahu.

Sedangkan di depan Mitha, Cakra memandang wajah kakak iparnya—yang sebenarnya seumuran dengannya. Cakra bisa melihat Mitha seperti sedang merasakan kesedihan dan mencoba untuk menyembunyikannya.

Setelah selesai makan malam, Mitha dan Cakra memutuskan untuk menonton film.

“Kamu suka minum alkohol, Kak?” tanya Cakra, yang matanya mendapati sebotol wine pada rak hias di sebelah televisi.

“Eh?” Mitha terkesiap, dia lupa belum menyembunyikan botol tersebut, “sebenarnya tidak juga. Tadi itu untuk Mas Candra.”

“Sejak kapan?”

Tiba-tiba Cakra mengajukan pertanyaan lagi. Hal itu membuat Mitha bingung.

“Eh? Sejak kapan? Apanya?” tanya Mitha.

“Kamu minum alkohol. Jawabanmu tadi sedikit ambigu,” timpal Cakra dengan tatapan yang serius.

“Oh, itu … mungkin tahun lalu. Ya, masih bisa dihitung jari. Mungkin sekitar 3 atau 4 kali dalam setahun ini. Dan tadinya aku akan menghadiahkan minuman itu untuk Mas Candra, tapi dia mendadak pergi.”

Tanpa Mitha sadari, dia memperlihatkan kesedihannya.

“Oh, begitu.”

Kening Mitha mengerut. Dia masih tidak paham dengan gelagat Cakra.

“Tadi pas nanya, kayak yang ngotot banget mukanya. Sekarang sudah dijawab panjang lebar, dia respon cuman ‘oh, begitu’,” batin Mitha sambil menelisik sikap adik iparnya.

Namun, sedetik kemudian Mitha sadar akan sesuatu.

“Kamu mau minum? Rasanya sayang kalau tidak disentuh sama sekali,” kata Mitha.

Pikirnya, Cakra menginginkan minuman itu. Makanya dia bertanya hal seperti itu pada Mitha. Karena dia juga tahu, semasa kuliah Cakra pernah meminum alkohol.

“Boleh. Lumayan untuk menghangatkan diri, Bandung dingin,” kata Cakra.

Mendengar jawaban Cakra, Mitha mendengus dan tersenyum. Ternyata dugaannya benar, kalau Cakra memang sedang memberikan sebuah kode padanya.

“Kenapa?” tanya Cakra yang sadar dengan suara yang dikeluarkan Mitha.

“Oh?” Mitha terkesiap, lalu melambaikan kedua tangannya, “tidak apa-apa.”

Segera, Mitha pun bangkit dan membawa dua buah gelas water goblet dan sebotol wine. Perlahan Mitha pun menuangkan wine tersebut ke dalam masing-masing gelas.

“Terima kasih,” ucap Cakra, lalu dia meneguk minuman tersebut. Seketika tubuhnya terasa sedikit menghangat.

Baik Mitha dan Cakra, kini sama-sama memfokuskan diri pada film yang sedang mereka tonton. Hanya saja, sikap Mitha tiba-tiba berubah.

Wanita itu nampak gusar, tangannya kini diapit oleh kedua pahanya. Bahkan dia menarik bibirnya ke dalam. Napasnya pun sudah mulai hangat dan terasa cepat.

“Ah, sial! Perasaan apa ini?” batin Mitha.

Tingkah Mitha berubah, karena melihat adegan dalam film yang sedang dia tonton. Pasalnya kini film itu sedang menayangkan adegan dewasa. Di mana sangat jelas si pemeran utama sedang berhubungan badan. Bahkan suara lenguhan dari sang wanita terasa candu di telinga Mita.

“A-aku juga ma-mau,” batin Mitha semakin menjadi. Kini dia meremas bajunya sendiri.

Sebuah aktivitas yang selalu Mitha dambakan sejak pertama menikah. Namun, setelah malam pertama itu—yang sebenarnya tidak sampai tuntas—Candra sudah tidak pernah menyentuhnya lagi.

Khawatir tidak bisa mengendalikan perasaan aneh itu. Mitha segera bangkit dari sofa.

“Cak, aku tidur duluan. Kalau kamu mau tidur bisa ke kamar tamu, ya. Sudah aku rapikan,” ucap Mitha yang langsung melesat menuju kamar tidurnya.

Di dalam sana Mitha duduk di depan meja riasnya. Dia menarik napas dalam, sambil memejamkan matanya. Namun, perasaan itu tak kunjung hilang. Bahkan sekarang Mitha merasa bagian bawahnya terasa berdenyut, menuntut untuk disentuh.

“Ah. Selalu seperti ini kalau aku menonton film dewasa,” desah Mitha.

Perasaan ingin menjadi seperti pemeran utama perempuan dalam film dewasa, sangat dinantikan Mitha.

Tiba-tiba Mitha bangkit dan langsung membuka lemarinya. Mengeluarkan barang pemberian Anin, yang tadi siang sempat mereka bahas. Mitha pun segera mengenakannya dan menatap dirinya lekat-lekat dalam pantulan cermin.

“Kenapa kamu malah pergi, sih, Mas? Aku ingin menunjukkan tubuh indahku dalam balutan baju dinas ini,” kata Mitha.

Kini Mitha menyentuh tubuhnya sendiri. Sentuhan yang sangat lembut, tapi menuntut. Membuat darah dalam tubuhnya berdesir.

“Ah.”

Mitha mendesah, ketika tangannya memegang kedua bukit kembar miliknya.

Dengan fantasi liarnya, Mitha mencoba memuaskan dirinya sendiri. Sampai akhirnya dia tertidur di atas ranjang, dengan masih mengenakan baju dinas malamnya.

***

“Ah, Mas, geli.” Mitha melenguh, saat merasa ceruknya itu dicium oleh seorang pria.

Tak hanya itu, bagian intinya terasa ada yang menyentuh dan itu membuat Mitha merasa melayang.

“Aku menginginkanmu malam ini, Mitha,” ucap pria itu tepat di daun telinga Mitha.

“Yes, sure, honey!” timpal Mitha yang merasakan kebahagiaan dunia tiada dua.

Kemudian mereka berdua melakukan aktivitas malam di atas ranjang dengan penuh gairah. Bahkan peluh mereka pun kini sudah bercampur.

Mitha tidak ingin cepat terbangun. Dia ingin mimpi ini berjalan dengan sangat lama.

“Setidaknya aku bisa merasakan sentuhan yang memabukkan ini, walau hanya dalam mimpi,” ucap Mitha dengan penuh desahan.

Dalam mimpinya Mitha merasa kini dia dan sang suami sedang menyatu. Seolah tidak ada satu hal pun yang bisa memisahkan mereka.

***

Suara alarm membangunkan Mitha dari alam bawah sadar. Dengan mata yang masih terpejam, Mitha mencoba meraih ponselnya yang ada di atas nakas. Dalam detik berikutnya, Mitha mematikan alarmnya.

Mitha melenguh, menarik tangannya ke atas kepala. Kemudian dia berbalik ke arah belakang. Tangannya kini sedang menyentuh sesuatu.

“Apa ini? Bukan guling, seperti tubuh seseorang,” batin Mitha, tapi matanya masih menolak untuk terbuka.

Tangan Mitha mencoba meraba lebih jauh. Memastikan apa yang sebenarnya ada di sampingnya. Selang beberapa menit, Mitha akhirnya membuka kedua kelopak matanya.

“Aaaaakkkk!” pekik Mitha dengan sangat keras.

Mitha benar-benar terkejut sampai dia terjatuh dari atas ranjang. Kemudian teriakan kedua, kini ia keluarkan. Karena mendapati dirinya tidak menggunakan busana, barang sehelai pun.

Dengan cepat, Mitha langsung menarik selimut dan menutupi tubuhnya.

Mendengar kegaduhan yang dibuat Mitha. Pria yang kini berada di atas ranjang dengan kondisi telanjang bulat pun terbangun.

“Aww!” ringisnya, ketika merasa kepalanya berdenyut. Kemudian dia pun bangkit dan berada di posisi duduk.

Namun, tubuh laki-laki itu tiba-tiba menegang. Ketika mendapati dirinya terbangun dengan tanpa busana.

“Apa-apaan ini?!” pekik sang pria yang masih ada di atas ranjang dengan wajah yang terkejut.

“Harusnya aku yang bertanya seperti itu! Kenapa kamu ada di kamarku, Cakra?!” tanya Mitha dengan mata yang membulat sempurna.

BERSAMBUNG ….

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab 54

    “Cakra!” seru Rifah. Senyumnya merekah, ketika mendapati anak bungsunya itu pulang. Segera Rifah menghampiri Cakra dan memeluk anaknya itu. Kemudian Cakra menyalami sang ibu.“Mama sehat?” tanya Cakra seraya mengecup kening Rifah.Rifah berdiri tegak, memperlihatkan kondisinya yang prima.“Sehat, dong. Mitha ngurus Mama dengan baik.” Ia melirik ke arah Mitha yang masih sibuk dengan masakannya. Cakra melihat ke arah Mitha. Sudah satu tahun dia juga tidak melihat Mitha. Ibunya sengaja memberi jarak untuk mereka berdua.Mitha tersenyum ke arah Cakra. Ada perasaan rindu yang menggebu, ketika melihat wajah Cakra. Namun, Mitha menahannya karena ia masih merasa canggung. “Kamu sehat, Mith?” tanya Cakra penuh kehangatan.Sorot mata pria itu juga menunjukkan rasa yang sama. Dia merindukan Mitha. Selama jauh dari Mitha, Cakra merasakan sesak. Pikirannya kadang terbagi, mengkhawatirkan Mitha. Sesekali memang mereka mengirim pesan. Itu pun sebatas menanyakan kabar Rifah. Tidak ada hubungan int

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab 53

    Mitha hancur berkeping-keping. Ternyata Candra sekejam itu. Harta yang seharusnya menjadi gonogini, sekarang lenyap. Candra mengambil paksa dan memberikan untuk Keyza.“Mitha.” Suara serak membuyarkan lamunannya. Mitha menoleh dan mendapati Rifah, tengah menatapnya nanar.“Ya, Ma?” sahut Mitha, ia menghampiri sang ibu dan duduk di kursi sebelahnya. Semenjak Candra mengusirnya hari itu, Mitha tinggal bersama Rifah. Ia resign dari pekerjaannya, dan ikut Rifah pulang ke kampung halaman.Di tengah kesendiriannya, Mitha bersyukur, Rifah masih mau menampungnya. Padahal yang dilakukan Mitha pun salah. Namun, wanita itu masih membukakan pintu maaf untuknya. Sedangkan Cakra, dia sudah tidak lagi bekerja di kota kembang. Dia tidak ingin bersinggungan dengan kakaknya lagi. Mereka sudah benar-benar putus ikatan dan silaturahmi. “Jangan sedih,” ujar Rifah sambil mengusap punggung tangan Mitha. “Jangan kamu pikirkan apa pun lagi tentang Candra. Biarkan saja dia mengambil semua yang kamu punya. M

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab 52

    “Mas, coba jelaskan! Kenapa Keyza mengklaim ini adalah rumahnya? Sudah jelas-jelas ini rumahku!”Wajah Mitha mengetat, urat di keningnya terlihat. Sesampainya Candra di rumah, dia langsung mengintrogasi mantan suaminya dengan intonasi yang menekan. “Mas, jelaskan saja. Supaya makhluk ini tidak keterlaluan. Dia bukan lagi nyonya di rumah ini!” balas Keyza sambil mendelik kesal, tangannya ia silangkan di depan dada.Candra mengendurkan dasi. “Bisakah kamu diam, Mitha? Kamu terlalu berisik. Suaramu itu sampai merusak gendang telingaku,” cercosnya. Ia berjalan menuju dapur, membuka lemari pendingin dan mengeluarkan sebuah botol dari dalamnya. Hawa panas yang mendera membuat tenggorokannya teras kering. Ia pun meneguk air mineral dingin itu. “Jawab, Mas!” tuntut Mitha, ia mendekat pada Candra. Sorot matanya sudah menyala, membara terbakar emosinya. Lima tahun Mitha jungkir balik mencari uang untuk melunasi rumah ini. Sekarang, tiba-tiba ada wanita lain yang mengakui rumah yang sudah dip

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab 51

    Sudah empat hari Rifah di rawat di rumah sakit. Matanya kadang terbuka, tapi tatapannya kosong. Beberapa bagian anggota tubuhnya tidak bisa berfungsi dengan baik. Dokter berkata, bahwa Rifah terkena stroke. Tekanan darahnya sering tinggi dan itu membuat Mitha semakin merasa bersalah.“Mama, maafkan Mitha,” ucapnya lirih. Air matanya kering, ia hanya bisa terisak sepanjang hari. Di seberang Mitha, Cakra sedang mengelap wajah Rifah dengan lap hangat. Anak bungsu Rifah itu sedang membersihkan tubuh ibunya. “Gara-gara aku, Mama jadi kayak gini,” imbuh Mitha lagi. “Nggak, Mith. Ini gara-gara aku. Harusnya aku sudah mengubur dalam-dalam perasaan aku padamu, sejak kamu menikah dengan kakakku. Tapi ….”Cakra menjeda kalimatnya, menatap wajah ibunya yang datar. Tatapan kosong Rifah beralih menatapnya. “Maaf, Bu. Ini salah Cakra. Maaf sudah merepotkan Ibu. Harusnya aku bisa lebih bijak lagi.” Nada penyesalan terdengar dari ucapan Cakra. Air matanya perlahan turun membasahi pipi.Sejak kemar

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab 50

    “Maksud kamu apa, Mith? Bercerai dengan Candra?” Rifah terkejut, ketika mendapatkan kabar bahwa Mitha akan menggugat Candra ke pengadilan. Setelah mendapat kabar itu, Rifah langsung mengunjungi Mitha di rumahnya. Hal ini tidak bisa di acara kan dalam panggilan telepon. “Iya, Ma. Maaf, tapi aku ngga bisa melanjutkan pernikahan ini,” ucap Mitha lirih.Wajah Rifah sudah memerah. Jelas dari raut wajahnya bahwa, ia sangat menentang.“Aku sudah memasukan gugatan cerai,” tambah Mitha. Dia berusaha untuk meyakinkan ibu mertuanya, kalau ucapannya itu tak main-main. “Mitha! Kenapa kamu melakukan hal ini? Kamu benar-benar mengecewakan Mama!”“Ma, kenapa Mama marah sama Mitha? Apa Mama tidak mau mendengarkan alasan Mitha menggugat Kak Candra?” sela Cakra.Pria itu selalu ada di samping Mitha sekarang. Dia berjanji akan selalu mendampinginya sampai proses perceraian mereka selesai.Rifah terdiam. Emosinya menenggelamkan akal sehat. “Kak Candra selingkuh! Selama ini, Kak Candra tak pernah menye

  • Noda Merah di Hari Jadi Pernikahan   Bab. 49

    Suara tawa menggelegar seisi ruangan. Baik Mitha maupun Cakra, keduanya sama-sama terlonjak. Mereka berdiri dengan kedua pupil melebar dan mulut menganga. “Hebat!” Candra bertepuk tangan sembari melangkah mendekat ke arah mereka.Tubuh Mitha bergetar, dia merasakan ketakutan yang sangat hebat. Pikirannya kacau, karena suaminya memergoki mereka sedang bersama dengan kondisi yang tidak semestinya. Namun, Cakra langsung menggenggam tangan Mitha. “Oh, ini yang kalian lakukan selama ini? Di hadapanku, kalian seperti saudara ipar. Tapi, di belakangku?” Candra mendengus, lalu tertawa. “Hahaha. Sumpah, ini seperti sinetron!” Mulut Mitha bergetar, dia ingin melawan. Memberikan serangan balik pada suaminya, yang tak jauh lebih buruk darinya. Akan tetapi, lidahnya terasa kelu. “Mitha!” teriak Candra.Seketika Mitha tersentak dan kakinya terpaku. “Kamu itu seperti nggak punya otak, ya? Adik ipar sendiri di embat! Ternyata kamu sangat hina!” Mata Candra menatap nyalang dan wajahnya memerah. B

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status