Share

8. Pengakuan

"Aku akan pergi esok, bukankah kau akan merinduku?" seloroh Satria. 

"Aish," jawab Bhista. 

Pria ini selalu berhasil membuat Bhist merasa lebih baik setelah dihantam masalah besar. Satria membuatnya lupa akan permintaan ibu mertuanya itu. Tak hanya itu, Satria juga meyakinkan Bhista jika dia tak akan pernah menikah dengan siapapun apapun alasannya. Dan seperti biasanya Bhista pun percaya padanya. 

"Aku tak akan memaksa kau percaya apapun. Aku tahu semua sangat sulit. Kau menghadapi ibu yang begitu menekanmu untuk berbagai situasi," kata Satria. 

"Kau benar, situasi sulit yang ku hadapi tak seberapa. Aku merasa sangat hangat dan tenang saat berada di sisimu. Kita memiliki banyak sekali jarak sebelum ini. Bahkan kau tahu, hatiku masih sangat kaku untuk membuka hatiku untukmu," jelas Bhista. 

"Aku mengerti, kita menikah dengan kondisi yang seadanya. Dan aku juga tahu benar, kau menerimaku karena wasiat ayahmu," jawab Satria. 

Bhista menundukkan kepalanya. Malam semakin larut membuat hati mereka semakin tenang walau hanya dengan duduk berpegangan tangan di bawah sinar bulan purnama malam ini. Satria juga banyak menunjukan rasi bintang yang tergambar indah di langit malam ini. 

"Apa kau mau melakukannya malam ini?" tanya Bhista tiba-tiba. 

Satria menatap istrinya itu dengan tajam, dia tak menyangka Bhista menanyakan hal itu di situasi yang seperti ini. 

"Mengapa menanyakan hal itu di sini? Harusnya kau bertanya saat kita berada di ranjang," canda Satria. 

"Hentikan bercandamu, aku mengatakan hal yang serius. Kau selalu membatasi dirimu untuk menyentuhku karena tak ingin menyakitiku. Saat ini aku ingin kau jujur padaku. Tak perlu lagi menahan diri dan membatasi diri. Apa kau menginginkan aku malam ini?" desak Bhista. 

Satria merasa sedikit tertekan dengan pertanyaan Bhista yang ambigu itu. 

"Setiap malam setelah pernikahan kita aku selalu menginginkanmu, tapi aku tak ingin melakukannya jika kau belum mencintaiku. Aku akan membuatmu menyesal seumur hidup jika aku merengut kesucianmu dengan hubungan tanpa cinta ini," jelas Satria. 

Hati Bhista tertampar telak, bagaimana bisa ia mendapatkan pria sesabar dan sesempurna Satria. Dia sangat menghormati Bhista. Dan itu membuat Bhista semakin tak kuat menahan rasa takut kehilangannya. 

"Ternyata aku salah, bukan karena aku belum mencintainya tapi saat ini karena aku sangat mencintainya dan sangat takut kehilangannya." Bhista merutuki dirinya sendiri. 

"Aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu. Aku tak ingin kehilanganmu," ujar Satria. 

Bhista mengalihkan pandangannya pada pria yang sudah menjadi suaminya itu. Tak ada kalimat yang bisa dia ucapkan saat ini. Dia merasana sebuah rasa yang begitu dalam dan sebuah rasa takut kehilangan yang amat besar. Tapi dia masih saja menepis jika itu cinta. 

"Semakin dingin saja," ucap Bhista mencoba mengalihkan pembicaraan. 

Satria tersenyum mendengar istrinya mengatakan kalimat pengalihan itu. Dia tahu benar Bhista sedang tak baik-baik saja. 

"Katakan jika kau mulai merasakan perasaan yang berbeda padaku," kata Satria. 

Bhista memandang suaminya yang tiba-tiba memakai pahanya sebagai bantal. 

"Banyak hal yang ingin aku tunjukkan padamu, segalanya yang aku miliki, bahkan ada banyak hal yang kau belum tahu," kata Satria. 

"Tak adil sekali bukan? Kau tahu banyak tentangku tapi aku hanya sedikit tahu tentangmu," keluh Bhista. 

"Mulailah membuka hatimu untukku. Biarkan aku masuk dan membuat hatimu berbunga. Cobalah, barangkali kau bisa merubahnya menjadi sebuah kebahagiaan untuk dirimu sendiri," balas Satria. 

Bhista meneteskan air matanya mendengar apa yang Satria katakan. Sungguh hatinya sudah tak tahan lagi. Gejolak terus saja mengusik relung batinnya yang sudah bagai terkoyak perasaan yang sebenarnya dia rasakan. 

"Kau membuatku seperti seorang tersangka pembunuhan," lirih Bhista. 

"Apa maksudmu?" tanya Satria. 

"Aku menyadari apa yang terjadi dengan sepenuhnya. Aku memilih menyetujui semua walau tanpa bicara padamu. Kau tahu jika aku memaksakan hatiku untuk ini dan membuat semua terasa sulit bagimu," jelas Bhista. 

"Aku tak ingin mengungkit apapun darimu. Bagiku tak penting walau saat kita memutuskan menikah kau tak merasakan apapun padaku. Aku mencoba menerima karena aku benar-benar mencintaimu," jawab Satria. 

Bhista meraih tangan suaminya itu. Dia mengakui dengan jelas jika dia masih begitu mencintai Pandu saat memutuskan menikah dengan Satria. Tapi semua sudah berubah saat ini. Perhatian dan segala yang hal yang Satria lakukan mampu membuat hati Bhista tersentuh dan mulai terbiasa merasakan cinta pria itu. 

"Sudahlah, jangan bebani dirimu dengan hal seperti ini. Aku tak apa, ayo jalani sebaik mungkin. Aku akan menunggumu sampai semua sudah siap," ujar Satria dengan sangat bijaksana. 

Bhista meraih tangan Satria dan menciumnya dengan lembut. Dia merasakan sebuah gejolak besar dalam hatinya. 

"Aku mulai mencintaimu. Aku sangat takut saat jauh darimu. Aku juga sangat takut kehilanganmu," sebut Bhista. 

Satria terkejut. Dia tak menyangka Bhista mengatakan hal itu. Kalimat yang sangat ingin dia dengar. Pria tampan itu merengkuh tengkuk istrinya dan mulai mengecup bibir Bhista. Diselingi hisapan lembut dan decit kemesraan. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status