Share

BAB 7 MENGUNTIT MAS GUNARSO

Dia buka ponselnya di aplikasi hijau itu, rentetan pesan masuk sangat banyak. Laporan panggilan tak terjawab bertubi-tubi. Satu persatu pesan Gunarso jawab hingga berhenti di pesan dari kontak nama Bidadari,

[Mas Hadi, cepat datang kerumah kita , Aina Mas … Aina]

Gunarso lingak-linguk melihat istrinya yang masih di kamar sibuk membersihkan kamar. Dengan cepat dia keluar  rumah dan menelpon Zana Kirania, gadis penjual rokok yang dinikahi secara siri oleh Gunarso tujuh bulan lalu. 

["Ada apa Yang dengan Aina?"] dengan mesra memanggil istri sirinya.

[Aina badannya panas Mas Hadi, terus ada ruam-ruam merah  hampir diseluruh tubuhnya] dengan nada penuh kecemasan.

[Bawa dulu kerumah sakit sayang, nanti Mas Hadi langsung kesana sehabis kerja]

[Apa nggak bisa ijin nggak masuk Mas?]

[Jatah cutiku sudah habis, Sayang dan aku sudah sering nggak masuk karena mendampingimu.]

[Nggak mau, pokoknya Mas Hadi harus dampingi aku untuk kerumah sakit untuk mengobatkan Aina, kalau tidak aku tidak berangkat.] Zana merajuk pada Gunarso.

[Sayang, jangan begitu dong. Kasihan Aina.]

[Kalau Mas tidak datang, aku akan menjemput kerumahmu.]

[Sayang, jangan begitu dong.]

[Sayang!]

Langsung di matikan telpon dari kejauhan.

Gunarso Hadi Prayoga, geram tak tahu harus berbuat apa. Dirumah ada istrinya yang dari kemarin lusa mulai curiga akan dirinya. Sementara di tempat lain ada darah dagingnya yang sedang sakit. 

Sementara dari balik kaca depan rumah, Firda mengamati setiap gerak-gerik suaminya  yang sedang menggaruk-nggaruk kepalanya seperti kebingungan.

"Siapa Mas Gun yang kau panggil sayang itu? pacarmukah? atau simpananmu," tanya Firda pada suaminya yang menatapnya kebingungan.

"Apa?  kamu salah dengar Ma, orang aku ngomong dengan teman kerjaku, kamu kok jadi bawel sih," seloroh Gunarso pura-pura tenang sambil ngomel ke Firda. 

Hatinya sedang bingung dan ketakutan jikalau Zana Kirania datang kerumahnya, bisa hancur semua nanti kalau ketahuan Firda.

"Oh, begitu Mas? ya sudah kalau begitu. kupikir ada apa," ujar  Firda.

"Kamu nggak kerja Mas hari ini?" tanya Firda pada suaminya.

"Aku cuti hari ini mau check up ke rumah sakit," seloroh Gunarso.

"Kamu sakit Mas ?" tanya Firda

"Nggak, hanya periksa rutin saja," jawab Gunarso sambil melangkah pergi dari hadapan istrinya ke dalam rumah.

"Ma, aku lapar," kata Gunarso

"Makan aja apa yang ada Pa," pekik Firda dari ruang tamu yang sedang menyapu lantai.

Gunarso membuka tudung saji diatas meja makan. Matanya membelalak menatap semua piring lauk  yang kosong hanya ada nasi putih di magic com.

 "Kok nggak ada lauknya, Ma," ujar Gunarso.

" Maaf Pa, sama suamiku tidak di beri uang belanja sehingga aku tidak membeli lauk, taburi garam saja," ujarku menyindir.

Lelaki yang kusebut suami itu hanya celinguran di ruang makan, aku tersenyum penuh kemenangan menatapnya. Mulai sekarang dia harus menerima pembalasanku sedikit demi sedikit. 

Alhasil dia tak jadi makan, akupun membiarkannya dan kuteruskan mengepel lantai.

Hari ini pun aku tak menyiapkan baju kerja  seperti sebelumnya, aku pura-pura sibuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga lain yang belum ku kerjakan.  

Maklum dua asisten rumah tangga yang ada di rumah ini ku pulangkan ke kampung. 

Aku kaget begitu masuk kamar semua bajunya telah berserakan di lantai. Mungkin karena nggak bisa ngambil hingga banyak baju yang jatuh.

 Dasar, selama ini  memang nggak pernah tahu rasanya mengurus pakaian ya begitu akhirnya. Baju yang tergeletak urap itu aku biarkan begitu saja.

 Selama ini aku berbohong kepada mas Gunarso  bahwa asisten rumah tangga yang ada di rumah di bayar dari kantorku untuk meringankan pekerjaanku. 

Karena berkomitmen berhenti kerja  ada alasan menghentikan mereka sementara agar aku sempurna membalasnya.

Tak seberapa lama kemudian kudengar deru suara mobil keluar dari rumahku pertanda dia telah keluar. Sapu langsung kulempar ke luar kemudian bergegas kedepan rumah untuk membuntuti suamiku lagi.

Dari pagi buta sudah kusiapkan rencanaku untuk mengekor secara rahasia kemanapun suamiku pergi. Taxi online yang tadi kupesan telah siap menunggu di depan  rumah.

"Pak, ikuti mobil Avanza putih itu," pintaku pada pak sopir.

 Mobil Avanza terus kuikuti membelah jalan yang mulai padat merayap.  Pak Sopir dengan lincah mengikuti kelak kelok mobil suamiku yang seperti dikejar setan itu.

 "Lho, mau kemana dia seharusnya belok kiri kok belok kanan," bathinku. 

Aku semakin penasaran mengikuti arahnya. Mobil berhenti di restoran padang, aku menunggu sesaat di pinggir jalan berjarak sekitar dua puluh meteran.

 Mata ini terus mengawasi. Lima menit kemudian kulihat suamiku telah keluar membawa satu kresek penuh makanan.

"Mau di bawa kemana makanan itu kok banyak banget," bisikku dalam hati.

Deru mesin mobilnya terdengar langsung melaju membelah jalanan lagi. Cara berkendaranya berlagak  seperti pembalap Valentino Rossie. Pak sopir agak kerepotan mengikutinya.

" Jangan sampai kehilangan jejak Pak," pintaku padanya

"Ia bu, ini saya sedang konsentrasi mengejarnya," ujarnya meyakinkanku.

"Memang yang kita kejar ini siapa bu?" tanyanya.

"Dia Suamiku Pak," selorohku tanpa menjelaskan kenapa aku mengejarnya.

"Sepertinya ini memasuki area Puri Cempaka Putih , Bu." Pak sopir memberi tahuku.

Aku melihat sekeliling, ternyata benar ini di lokasi Puri Cempaka Putih. Hati ini sungguh gemas melihat suamiku datang lagi ketempat ini. 

Lelaki yang dulu pernah kukagumi dengan segala pesona  dan  kharismanya   kini seakan  lenyap begitu saja rasa dalam hatiku yang ada tinggal  tersisa kekecewaan yang mendalam.

Kulihat Mas Gun jalan tergopoh-gopoh ke dalam rumah itu. 

"Kok lama banget sih Mas, aku sudah lapar," kata  wanita berdaster pink itu dengan manja. 

Tangannya menggapit lengan Mas Gun dengan manja.

"Ayo makan dulu setelah itu segera mengantarkan Aina," ujar Gunarso.

Masya Allah ternyata makanan yang dibeli itu untuk istri mudanya itu. Sementara aku yang istrinya sah menikah di penghulu  tidak di beri uang belanja. 

Derap-derap jantung ini serasa ingin mencabik-cabik dua orang di hadapanku itu. 

Kaca mobil  kubuka dengan tangan terus keker  kupasang untuk mengamati   apa yang mereka lakukan dari jarak jauh ini.  

Kulihat mereka makan bersama. Ada seorang memakai seragam asisten rumah tangga dan seorang wanita paruh baya yang memakai daster kembang-kembang warna ungu. Mungkin itu ibunya wanita itu.

Tiba-tiba kudengar lagi suara gemerisik.

"Istri tuamu nggak curiga kan Mas kalau kamu kesini?" kata wanita itu.

Aku mendengarkan dengan seksama dengan earphone di telingaku semua yang diomongkan perempuan itu. Tadi malam sengaja ku pasang  perekam canggih di kancing baju suamiku agar aku tahu semua rahasianya. Ponselnya pun telah aku sadap tetapi mas Gunarso tidak tahu.

"Pak, Aina kejang, Aina kejang," kata wanita berseragam itu.

"Ayo kita kedokter sekarang," ajak Suamiku pada wanitanya itu.

"Baiklah Mas," seloroh wanita itu agak panik.

Gunarso dan candiknya itu pergi dengan mobil Avansa putih terburu-buru dengan membawa anaknya itu. Mobil melesat dengan cepat melewatiku.

"Siapakah Aina itu ? anak mereka berduakah?" pikirku dalam hati.

 "Ayo pak, kejar mobil itu lagi," perintahku pada sopir taxi. 

Sesat kemudian, kami kembali melaju bekejar-kejaran berebut jalan. 

Tak seberapa lama mereka memasuki gerbang rumah sakit Ayah Bunda. Tempatnya sangat asri dan nyaman. Disini terkenal dengan pelayanannya yang bagus serta berfasilitas mewah. 

Mereka berlari dengan cepat ke Unit Gawat Darurat, aku mengekor di belakangnya. Topi dan Wik serta kaca mata hitam yang kupakai  ini menutupi identitas asliku sehingga mereka tak mengenali walaupun aku di belakang mereka. 

Aku tertegun, bagaimana uang tidak habis dalam sekejap jika gaya hidupnya seperti ini. Kuingat tujuh bulan terakhir ini mas Gun mengurangi anggaran uang belanjaku sangat banyak. Ternyata di buat untuk si ganjen itu.

drtt

Alunan suara panggilan ponselku mengalun merdu

Bersambung

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Adindatsaa
semoga gunarso cepat sadar
goodnovel comment avatar
Amat Muksin
jadi parahkan anaknya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status