Selepas itu, Vianca tidak lagi berbicara apa pun kepada Shally. Dia menolak untuk bersuara kembali meski Shally berulang kali berupaya memanggilnya. Namun, ia tak menyahut atau sekedar menoleh ke arah Shally.Pada akhirnya, Shally terpaksa keluar dari kamar Vianca. Sejenak ia membuang napas, pasrah terhadap tingkah Vianca yang tidak berketentuan."Anak itu ... ternyata dia sangat terluka. Aku harus berbicara dengan Herion."Shally langsung menghubungi Herion. Dia juga tidak bisa menyimpan lama-lama rahasia perihal perasaan Vianca. Detik itu, Shally menekan nama Herion di ponselnya. Untung saja Herion langsung mengangkat telepon darinya."Herion, apa kau sedang sibuk?" tanya Shally."Tidak, ada apa memangnya, Bibi? Apa ada sesuatu yang penting?"Shally tidak langsung menjawab. Dia diam selama beberapa detik sebelum akhirnya berbicara kembali."Bisakah kau bertemu Bibi sebentar? Ada sesuatu yang harus dibicarakan.""Baiklah, Bibi. Di mana kita akan bertemu?""Nanti aku akan mengirim pes
Reyna tampak sangat marah begitu mendengar nama Vianca. Dia tidak menyukai gadis itu karena selalu menarik perhatian para lelaki. Tidak hanya pria dari kalangan bawah, bahkan pria dari kalangan konglomerat pun selalu mengejar Vianca. Hanya saja, gadis itu sedikit pemilih, dia menyukai pria bertubuh kekar dan bersifat lembut seperti Noel."Kenapa dia? Bukankah kau bermusuhan dengannya? Aku tidak bisa menerimanya kau direbut oleh wanita itu."Herion menghela napas panjang. Kekasihnya itu selalu saja menampakkan rasa irinya terhadap Vianca. Tanpa dia ketahui alasan yang jelas, Reyna selalu mengutarakan kebencian kepada Vianca."Tenang saja. Aku takkan jatuh cinta dengannya. Kau jangan merisaukan sesuatu yang tidak sepatutnya kau pikirkan," ucap Herion menenangkan Reyna.Dia hanya asal berbicara saja karena Reyna suka sekali mengamuk jika dia salah berbicara soal gadis lain."Benarkah? Awas saja kalau kau jatuh hati padanya," gertak Reyna secara lembut."Iya, aku tidak akan jatuh hati pada
Seberkas cahaya matahari masuk melalui celah jendela kamar. Vianca seketika membuka mata karena terganggu oleh sinar mentari tersebut. Dia duduk lalu meregangkan otot-otot tubuh yang kaku."Eh? Bukankah semalam aku berada di club? Kenapa sekarang aku ada di kamar? Mungkinkah Diandra dan Lilica yang mengantarkanku pulang? Ya, mungkin saja begitu," gumam Vianca.Kemudian Vianca beranjak turun dari tempat tidur. Shally tiba-tiba masuk ke kamar untuk memastikan apakah Vianca sudah bangun atau belum."Oh, kau sudah bangun?"Vianca tersentak mendapati Shally masik ke kamarnya. Dia ingat kalau kemarin tidak meminta izin kepada sang Ibu. Sekarang Shally pasti akan mengomeli dia lagi."Aku baru saja bangun." Vianca berupaya tetap tenang dan santai."Vianca, apa kau tahu kesalahanmu kemarin?"Vianca merasa merinding ketika suara dingin Shally seolah-olah mengiris bulu kuduk. Vianca tersenyum kaku, mencoba agar kepanikannya tak terlalu terlihat jelas."Maafkan aku, Ibu. Aku tidak meminta izin per
Di saat sudah lewat tengah malam, Vianca merasa sudah berada di batas kemampuannya untuk menenggak alkohol. Gadis itu nyaris kehilangan kesadaran. Dia mabuk karena terlalu banyak alkohol yang dia minum."Aku sudah tidak kuat lagi."Vianca menidurkan kepala di atas meja. Diandra dan Lilica sengaja tidak minum terlalu banyak supaya mereka bisa menyukseskan rencana mereka."Vianca, bangun! Hei, bangun!" Diandra mengguncang-guncang tubuh Vianca untuk memastikan apakah gadis itu benar-benar tidak sadar lagi."Sepertinya dia sudah minum terlalu banyak. Itu artinya Vianca sedang stres berat. Biasanya dia selalu menahan diri supaya tidak mabuk," ujar Lilica.Memang benar yang dikatakan Lilica. Vianca sekali pun tidak membiarkan dirinya berlarut dalam rasa mabuk. Akan tetapi, pada hari ini dia kebablasan sampai minum lebih dari sepuluh gelas.Diandra memberi kode kepada Breno kalau Vianca tidak lagi sadarkan diri. Breno dan Isaak paham, mereka akan melakukan rencana selanjutnya."Sepertinya Via
Vianca hari ini bersiap-siap untuk pulang ke rumah. Kondisinya sudah jauh membaik dari sebelumnya. Akan tetapi, Herion tidak pernah datang menjenguknya sampai hari ini."Vianca!"Tiba-tiba sahabat Vianca yaitu Diandra dan Lilica datang. Mereka berdua langsung memeluk Vianca. Setelah sekian lama mereka tidak bertemu Vianca, sekarang malah bertemu di rumah sakit."Kapan kalian kembali?" tanya Vianca."Kemarin, maaf kami baru sempat menjengukmu," ujar Diandra."Ternyata kau sudah mau pulang. Kami pikir kau masih lama di sini."Vianca mencubit pipi Lilica. "Apa kau bermaksud mendoakanku untuk sakit lebih lama lagi?"Lilica tertawa. Dia selalu saja seperti itu sedari dulu sampai sekarang."Bukan begitu maksudku. Aku pikir kau sakitnya sedikit lebih lama."Mereka berdua adalah teman Vianca yang dulu juga bersekolah di Rusia. Mereka berasal dari negara yang sama sehingga membuat mereka bisa berteman lebih dekat kala di Rusia dahulu. Sekarang mereka sama-sama bekerja di luar negeri. Hanya Vian
"Berhentilah mengatakan omong kosong! Sekarang aku sedang pusing memikirkan cara membatalkan pernikahan ini."Herion menepis apa yang dibicarakan Breno barusan. Dia tidak mau memikirkan hal yang mustahil dia dapatkan. Vianca terlalu jauh berada di depan, dia takkan bisa menangkap hati Vianca. Begitulah yang dirasakan Herion kala itu."Kenapa harus dibatalkan? Cukup jalani saja. Apa mungkin kau takut Vianca kabur dan tidak kembali lagi?"Perkataan Isaak menyesakkan dada. Memang itulah yang terpikirkan oleh Herion."Mustahil dia kabur. Gadis itu tidak bisa hidup tanpa harta orang tuanya. Dia menjadi CEO Heigels Group dan menggunakan uangnya untuk bersenang-senang di luar sana. Tidak mungkin dia mau meninggalkan itu semua," ucap Herion."Ada benarnya juga yang kau katakan itu. Lalu bagaimana kau menanggapinya? Kalian berdua tidak punya pilihan lain selain menikah," ujar Isaak.Sekali lagi, Herion menghela napas panjang. Masalah ini cukup rumit ditampung di kepalanya. Dia tidak yakin terha