Keesokan harinya, Elodie masih berada di kediaman Amara. Sejak gadis itu bangun tidur, ia tidak mendapati Kai di rumah. Amara bilang kalau Kai pergi pagi-pagi sekali dan terburu-buru karena ada pasiennya yang harus melakukan operasi mendadak. Mendengar hal itu, Elodie pun paham bagaimana Kai dan pekerjaannya. Kini, Giselle berada di dapur, ia menemani Amara yang tengah memasak. "Elodie boleh makan seafood?" tanya Amara melirik gadis itu.Elodie menoleh dan gadis itu menggeleng. "Maaf, Ma. Aku tidak bisa memakan seafood. Nanti alergiku kambuh, aku bisa pingsan dan sesak napas." "Hah? Serius?" Amara menoleh sambil terkejut-kejut. Elodie mengangguk. "Iya, Ma. Aku seperti Mamaku, kami sama-sama alergi terhadap udang." "Ya ampun, Sayang ... Kemarin sore saat berbelanja Mama terlanjur membeli udang," ujar Amara. "Tapi tidak apa-apa, Elodie makan dengan sup daging sapi buatan Mama saja, ya..." "Iya, Ma." Elodie tersenyum manis. "Kalau Kak Kai? Apa nanti siang Kakak akan pulang?" "Sep
Panggilan sayang yang Kai lontarkan membuat Elodie tercengang. Sudah dua kali ia dipanggil sayang oleh laki-laki itu. Elodie tersipu, ia memeluk boneka beruang yang Kai belikan dan gadis itu meletakkan kembali buket bunga itu di atas meja. "Kakak mau tidur di mana malam ini?" tanya Elodie menatapnya. Kai tersenyum tipis. "Di kamar sebelah saja. Kau tidurlah di sini," jawab laki-laki itu. Elodie mengerjapkan kedua matanya dan memperhatikan Kai yang kini meletakkan jas putihnya di atas sofa. Laki-laki itu berdiri di depan meja rias melepas arloji yang ia pakai. Melihat pemandangan ini, Elodie teringat saat ia masih kecil. Dulu Mamanya sangat sibuk saat Papanya pulang kerja. Bertanya sudah makan atau belum? Bagaimana seharian ini bekerja? Dan masih banyak lagi. Elodie tergerak untuk bertanya meskipun ia ragu dan tidak percaya diri. "Kak," panggilnya pelan. "Hm?" Kai bergumam, laki-laki itu menoleh ke belakang padanya. "Emm ... Kakak sudah makan malam?" tanyanya. Kai berdehem pe
Pukul setengah sepuluh malam Kai baru sampai di rumah. Ia masuk ke dalam rumah dan semua ruangan tampak sunyi. Kai menatap ke arah kamar milik Mama dan Papanya, pintu kamar sudah tertutup, tandanya Mama dan Papanya sudah tidur. Kai menaiki anak tangga menuju ke lantai dua. Ia berjalan sepelan mungkin. Kai membuka pintu kamarnya dan ia melihat Elodie tertidur pulas dengan selimut tebal menutupi tubuhnya. "Dia benar-benar tidur?" gumam Kai pelan. Kai meletakkan buket bunga mawar merah muda berukuran besar itu di atas sebuah nakas. Ia duduk bersandar pada bakas itu dan tersenyum tipis menatap wajah Elodie yang begitu cantik, pulas dalam tidurnya. Cahaya berwarna kuning dari lampu tidur menambah kesan hangat yang menyelimuti. "Enggghh..." Gadis itu tiba-tiba bangun membuka kedua matanya. Pandangannya tampak kosong dan matanya sayu. Kai tercengang, Elodie tertidur, tapi ia juga terbangun. "Ma," lirih gadis itu. "Tutup pintunya. Ma, tidurlah dengan Elodie..." Kai melambai-lambaikan
Kai mengajak Elodie dan membawa gadis itu ke rumah kedua orang tuanya. Kedatangan Elodie dan Kai membuat Amara dan Martin begitu senang pagi ini. Tampak Amara yang tersenyum manis saat melihat Elodie yang begitu manis. "Begini dong, Elodie sesekali main di rumah Mama. Masa dulu waktu masih kecil sering menginap di sini, sudah besar malah jarang ke rumah Mama," ujar Amara dengan bibir cemberut. "Elodie sibuk sekolah, Ma. Setelah lulus nanti, pasti waktu yang Elodie miliki lebih banyak," jawab gadis itu. "Iya, Sayang. Ayo ikut Mama ke belakang," ajak Amara merangkulnya. Sedangkan Kai bersama Papanya, mereka mengikuti Amara dan Elodie."Itu, kenapa Elodie tidak sekolah?" tanya Martin. "Jam kosong, Pa. Dia baru selesai ujian di sekolahnya," sahut Kai. "Jadi aku mengajaknya ke sini. Om Gerald dan Tante Giselle ada di Krasterberg. Mereka akan satu Minggu di sana." "Bagus! Elodie tinggal sama Mama dan Papa saja di sini!" seru Amara. Kai merotasikan kedua matanya. "Om Gerald menitipka
Elodie merasa pegal pada pundaknya, gadis itu beringsut untuk meringkuk. Namun ia merasakan napas yang hangat menyentuh kulit lehernya. Sontak, Elodie langsung terbangun cepat dan membuka kedua matanya lebar-lebar. Gadis itu menoleh ke belakang dan mendapati Kai yang tertidur dengan posisi duduk di sampingnya. Elodie kaget bukan main. 'Astaga! Kenapa Kak Kai ada di belakangku? Apa yang terjadi? Apakah aku ... mengigau?' Elodie terdiam dan ia memperhatikan satu lengan Kai yang menggenggam tangan Elodie dan memeluknya. Elodie terdiam. Gadis itu menatap ke arah jendela apartemen. Dari balik gorden putih itu, terlihat jelas bila hari sudah pagi. Elodie kembali menoleh ke belakang pada Kai yang masih tertidur. "Kak..." Ragu-ragu ia membangunkan Kai. "Kakak tidak ke rumah sakit?" tanyanya. Kai membuka kedua matanya. Ia mengusap wajahnya pelan dan menatap Elodie yang duduk menatapnya dengan wajah pias. Senyuman tipis terukir di bibir Kai. Laki-laki itu menarik lengan Elodie h
Setelah makan malam bersama, Kai mengajak Elodie kembali pulang bersamanya. Gadis itu terlihat mengantuk, hingga Kai memintanya untuk segera beristirahat. Elodie baru saja mengganti pakaiannya dengan piyama hangat berwarna putih. Gadis itu baru saja keluar dari dalam kamar ganti dan ia melihat Kai mengambil sebuah bantal dan selimut di lemari. "Kakak mau ke mana?" tanyanya dengan wajah bingung. "Aku akan tidur di kamar sebelah. Kalau kau butuh apa-apa nanti malam, panggil Kakak saja." Elodie mengangguk. Ia berjalan mendekati ranjang. Kai yang hendak menutup pintu kamar, laki-laki itu memperhatikan Elodie. "Susunya diminum dulu, ingat ... jangan meminum obat tidurnya lagi." "Iya, Kak," jawab Elodie lirih. Pintu kamar pun kembali tertutup. Elodie naik ke atas ranjang. Gadis itu meraih ponsel miliknya dan ia terdiam saat melihat banyak pesan masuk di dalam ponselnya dari grup kelas dan juga pesan-pesan dari teman-teman, sekaligus Rafael yang mengirimkan lebih dari dua puluh