Share

Bab 3. Kekacauan

Author: Nychinta
last update Last Updated: 2025-09-15 09:46:46

“Senang bertemu dengan Anda, Tuan Kevin Wicaksana!”

Gejolak meriah dari para tamu undangan langsung menyadarkan Vanya dari lamunannya. Dia gegas mengalihkan wajah, memutus pandangannya yang sepersekian detik bertabrakan dengan manik kelabu milik Kevin Wicaksana.

Vanya meletakkan tangan di dadanya. Jantungnya berdebar, kencang. Entah karena efek emosi yang sempat ada akibat cacian Febiola terhadap sang ibu … atau karena kehadiran sosok Kevin Wicaksana.

Menarik napas dalam untuk menenangkan diri, Vanya kembali mengalihkan pandangan ke arah pria tersebut. Tampak sosok Kevin sedang berbincang dengan beberapa kepala keluarga besar yang hadir.

Setiap kepala keluarga itu membawa putri mereka, yang terlihat malu-malu saat diperkenalkan. Mata mereka berbinar kala menatap Kevin, semuanya seolah terhipnotis pada sosok tampan itu.

“Kau berbaurlah dengan putri dari keluarga lain, tunjukkan dirimu layak diperhitungkan! Ingat jangan membuat masalah!” perintah Febiola padanya.

“Tuan Muda Wicaksana ini benar-benar sangat tampan! Persis seperti yang dikatakan orang-orang. Yang jadi istrinya pasti beruntung!” 

“Memang tampan, tapi apa gunanya menjadi istrinya kalau tiap malam selalu ada wanita berbeda yang naik ke ranjangnya? Dia itu casanova ulung!”

“Kamu mempermasalahkan dia pemain wanita? Aku lebih mempermasalahkan dia memiliki sifat kejam yang mengerikan!”

Komentar-komentar tersebut membuat Vanya bergidik ngeri. Bukan hanya kejam, tapi juga seorang casanova. Apa tidak ada rumor lebih baik yang bisa mengelilingi pria itu?

Saat Vanya ingin menjauh agar tidak terpengaruh rumor buruk tersebut, tiba-tiba dia mendengar satu komentar menggemparkan.

“Oh ya, dan satu hal lagi, apa kalian tahu kalau sebelumnya dia sudah ada tiga calon pengantin, tapi semuanya berakhir menghilang? Yang terakhir malah kudengar meninggal tragis sesaat sebelum pernikahan berlangsung!”

“APA?!”

Terlihat wajah kengerian terpancar dari beberapa wanita-wanita muda itu. 

Mendengar hal itu, Vanya cukup terkejut, jantungnya terasa seperti lepas dari tempatnya.

Jadi, pria itu sudah memiliki tiga calon, tapi ketiganya berakhir menghilang atau meninggal?

Tidak heran ketiga saudari tirinya sangat menolak hadir di acara ini. Ternyata, bukan hanya takut disiksa, mereka takut kehilangan nyawa!

Sedangkan dirinya, sudah terlanjur menerima nasib dipersembahkan sebagai tumbal!

"Sudah! Untuk apa repot-repot peduli soal rumor?" Suara tajam itu memotong udara, menyentak kesadaran Vanya yang sempat mengawang. "Siapa tahu semua rumor itu hanya jebakan agar kita menjauh," ucap seorang wanita lain dengan ekspresi tenang, tampak flamboyan dengan gaun berwarna merahnya.

"Kalau kalian ragu, serahkan saja padaku. Aku tidak takut mengambil kesempatan. Lagi pula, kalau berhasil menikah ke dalam keluarga Wicaksana, keluarga kalian sendiri tidak perlu khawatir tentang uang untuk paling tidak tujuh generasi!" Dia kembali melanjutkan.

“Nona Amira benar sekali, siapa tahu itu hanya lelucon yang sengaja dibuat oleh orang lain agar kita ketakutan.” Salah satu dari mereka berkata dengan senyum penuh makna.

Vanya masih diam di tempatnya, kalau itu adalah Amira, apa dia dari keluarga Darmawangsa? Kalau benar dia adalah Amira yang dimaksud, maka dia musuh bebuyutan salah satu kakaknya, Lira. 

Sering kali Vanya mendengar Lira bercerita pada saudarinya yang lain tentang kesombongan Amira dan bagaimana cara Lira akhirnya berhasil menindas Amira dengan tertawa puas.

“Hei kamu!” Amira, wanita berjalan mendekati Vanya sekaligus membuyarkan alam pikirannya.

"Kamu siapa? Rasanya aku tidak pernah melihatmu sebelumnya." Nada suara itu terdengar ringan, tapi jelas mengandung nada curiga. 

Vanya tersenyum tipis. Tenang. Berusaha tetap sopan. "Saya Vanya," jawabnya singkat. "Vanya Dirgantara."

Sesaat setelah nama itu terucap, tatapannya berubah lalu kembali berkata, “Vanya … Dirgantara? Apa kamu dari keluarga Dirgantara? Saudaranya Lira Dirgantara?” 

Vanya mengangguk pelan. “Benar, saya adiknya Kak Lira.”

“Tapi … aku tidak pernah melihatmu … atau jangan-jangan ….” Dia diam sejenak lalu mengawasi Vanya dari atas ke bawah dengan senyuman penuh makna. “Kamu adalah putri haram Keluarga Dirgantara? Kudengar kalau Keluarga kalian itu ada anak haram.” Amira berkata dengan senyum mencibir, bentuk ejekan yang benar-benar sangat jelas.

Ditanya seperti itu, Vanya terdiam. 

Sudah dia duga akan mengalami hal seperti ini, tapi dia hanya tidak menyangka kalau tebakannya cukup akurat. Dia bingung bagaimana harus menjawab masalah ini. 

Kalau dijawab jujur, sepertinya dia benar-benar akan mencoreng nama baik keluarga. Tapi kalau berbohong, apa gunanya juga?

“Kenapa diam? Apa tebakanku benar?” tanya Amira lagi dengan menatapnya tajam dan penuh ejekan.

Baru saja akan mengatakan sesuatu, tiba-tiba sebuah dorongan kuat menghantam tubuhnya dari samping. Ia tersandung, menabrak seorang pelayan yang membawa baki berisi minuman.

Gelas-gelas kristal berjatuhan. Minuman tumpah. Riuh kecil pecah di sudut ruangan ini. 

“Ups! Ternyata tanganku terlalu licin.” Wanita yang sejak tadi selalu bersama dengan Amira itu berkata dengan senyum mengejek padanya. 

Vanya tampak benar-benar berantakan, tersungkur di lantai, sementara gaunnya yang sudah basah terkena minuman menjadikan penampilannya kian mengenaskan. 

“Apa yang terjadi di sini?” Suara itu terdengar berat dan mendominasi ruangan.

Semua orang terdiam dan melihat ke sumber suara.

“Tuan Kevin ….”

Mendengar nama itu disebut Vanya menoleh. Benar saja, Kevin sudah berdiri tegak di antara kerumunan itu. Hal ini benar-benar membuat Vanya merasa dunianya benar-benar sudah berakhir. Bagaimana dia akan menjelaskan hal ini pada keluarganya? Bukankah dia sekarang dalam masalah besar?!

Sorot mata Kevin menatap dalam ke arah Vanya, dia berjalan pelan ke arahnya, sementara yang lain langsung dengan cepat memberikan jalan padanya.

Kevin belum mengatakan apa-apa. Dia masih terus berjalan ke arah Vanya dengan langkah tenang. Sementara Vanya, jantungnya benar-benar berdebar kencang, apalagi semakin dekat, tatapan Kevin semakin dalam saja.

Kemudian, langkah Kevin berhenti tepat di depannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nona, Tuan Hanya Ingin Menikah Denganmu!   Bab 75. Apa Dia Siap?

    Vanya berjalan meninggalkan Lesmana, tetapi dalam hatinya bertanya-tanya, ‘Apa dirinya sudah terlalu kejam? Bukankah, walau bagaimana juga, Lesmana adalah ayahnya?’Hanya saja bagian dirinya yang lain mempertanyakan hal yang sebaliknya, ‘Setelah semua yang dilakukan Lesmana selama ini, apa dia masih pantas dianggap sebagai seorang ayah?’Rasa ragu itu sedikit mempermainkan hatinya, hingga akhirnya suara lembut terdengar di telinga. “Jangan murung begitu.”Vanya mendongak kaget dan melihat wajah Kevin yang membuatnya merasa tenang.“Apa mereka barusan menyakitimu?” Kevin bertanya dengan nada sedikit meninggi.“Haruskah aku menyuruh orang untuk menyuruh keluargamu pulang sekarang?”Alih-alih marah, Vanya malah tersenyum ringan nyaris terkekeh. Melihat sikap Kevin yang sedikit protektif padanya ini membuatnya merasa tidak perlu lagi memikirkan Keluarga Dirgantara lagi, bukankah sekarang keluarganya adalah Kevin? Sosok yang bersedia melindunginya.“Bukan apa-apa,” jawab Vanya singkat, lalu

  • Nona, Tuan Hanya Ingin Menikah Denganmu!   Bab 74. Tidak Ada Hubungan Lagi

    Setelah acara selesai, tamu dari keluarga dekat dan orang-orang kepercayaan Keluarga Wicaksana sudah berangsur pulang. Di sisi lain, Keluarga Dirgantara perlahan melangkah mendekat ke arah Vanya yang kini berdiri agak jauh dari Kevin. Pria itu masih tampak berbincang ringan dengan beberapa kerabatnya. Orang pertama yang mendekatinya adalah Febiola, ibu tiri, diikuti oleh dua putrinya di belakangnya.Vanya sedikit membungkukkan tubuhnya memberikan penghormatan padanya dan juga kedua kakak tirinya yang hadir, Vira dan Dira,“Terima kasih sudah datang, Ibu, Kakak.” Vanya berkata dengan suara lembutnya.Seperti biasanya, Febiola tentu saja menunjukkan sisi malaikatnya di hadapan keluarga Kevin yang lain, dia tersenyum indah dan memberikan ucapan selamat padanya, lalu setelah itu memeluknya sambil berbisik pelan di telinga Vanya, “Dengar Vanya, kau pikir hidupmu akan aman di bawah pengaruh keluarga Wicaksana? Lihat saja nanti.”Vanya tidak lagi terkejut mendengarkan kalimat ancaman itu, tap

  • Nona, Tuan Hanya Ingin Menikah Denganmu!   Bab 73. Acara Pernikahan

    Setelah Kevin dan Vanya tiba di depan altar, Seorang pembawa acara dengan suara lembut memecah keheningan. “Upacara penyatuan kedua mempelai akan segera dimulai.” Lampu kristal yang baru saja menyala terang saat keduanya tiba di depan altar, sekarang kembali meredup perlahan, berganti dengan cahaya hangat lilin-lilin aromatik yang menyala di sekeliling altar kecil di tengah aula. Kemudian, musik lembut perlahan berhenti ketika seorang tetua adat Averland melangkah maju. Suaranya berat namun tenang, mengisi seluruh ruangan yang kini hening. “Dalam adat Averland, sebelum dua jiwa disatukan oleh cahaya, mereka harus terlebih dahulu menghormati keluarga sebagai asal mereka datang ke dunia dan membesarkan mereka. Karena dari sanalah segala restu bermula.” Tetua itu memberi isyarat, dan dua keluarga besar dipersilakan naik ke atas. Dari pihak Wicaksana, Johnson dan Dellia melangkah anggun mendekati altar. Sementara dari pihak Dirgantara, Lesmana dan Febiola berdiri berseberangan. S

  • Nona, Tuan Hanya Ingin Menikah Denganmu!   Bab 72. Tidak Sesuai Harapan

    Di antara decak kagum tamu undangan, Vanya bisa mendengar detak jantungnya sendiri berdentum cepat. Tatapan-tatapan itu menusuk, sebagian memuja, sebagian heran, sebagian lagi ... tidak percaya. Akan tetapi, yang membuatnya paling gugup adalah suara kecil di kepalanya yang terus bertanya, “Apakah ini sungguh aku? Apakah ini nyata?”Musik lembut mulai mengalun. Kamera berputar, para tamu berdiri. Namun di sudut ruangan, keluarga Dirgantara masih terpaku, wajah-wajah mereka campuran antara keterkejutan dan rasa tak percaya tentu saja.Vira, yang sedari tadi selalu berkata penuh ejekan dan merendahkan sekarang malah menahan napas, menggigit bibir bawahnya. “Dia … ternyata sangat tampan,” gumamnya, hampir seperti mengutuk.Sama halnya yang dilakukan Dira, gadis itu tampak tak berkedip melihat Kevin dan Vanya. “Apa itu benar-benar Kevin? Lalu di sebelahnya itu si anak haram?”“Kenapa dia … jadi sangat berbeda?” Dira mendesis.Keduanya yang berekspektasi tinggi untuk kehancuran pernikahan in

  • Nona, Tuan Hanya Ingin Menikah Denganmu!   Bab 71. Itu Benar Mereka?!

    Beberapa waktu sebelumnya di Kediaman Dirgantara.“Kak Lira, kau yakin tidak ingin pergi ke acara itu?” tanya Vira memastikan sekali lagi pada saudaranya itu.Lira melirik sebentar dari ponselnya, lalu menggeleng. “Tidak. Aku ada urusan malam ini. Pastikan saja kau merekam semuanya, terutama wajah si monster itu. Setelahnya, kau tahu apa yang harus dilakukan, kan?”Vira mengangguk. Ia memang terbiasa memegang kamera dan tampil di depan publik. Sebagai influencer di bidang finansial, reputasinya di dunia maya cukup tinggi. Apalagi didukung oleh latar belakang pendidikan dan keluarganya. “Ya, aku tahu. Jujur saja, aku juga penasaran sama tampangnya itu. Sejak muncul di dunia bisnis, tidak ada satu pun foto Kevin Wicaksana yang bocor ke publik. sok misterius sekali, kan?”Lira tertawa pendek, dingin. “Itu karena wajahnya pasti memalukan. Jelek, gendut, pendek, dan menyeramkan. Makanya calon istrinya kabur dan mati sebelum sempat menikah.”Vira ikut terkekeh kecil. “Benar juga, kalau tid

  • Nona, Tuan Hanya Ingin Menikah Denganmu!   Bab 70. Pujian Untuk Vanya

    “Vanya.” Suara itu terdengar begitu lembut di telinganya, namun terasa jauh … seolah datang dari mimpi.“Vanya, bangunlah. Kita akan melangsungkan acara adat pernikahan malam ini.” Nada itu kembali terdengar. Terasa hangat, sabar, mengetuk perlahan gendang telinganya. Sesaat kemudian, sesuatu yang lembut menyentuh keningnya. Sentuhan itu membuat kesadarannya perlahan kembali.Mata Vanya terbuka lebar. Wajah Kevin begitu dekat, hanya berjarak sejengkal. Senyum tipis menghiasi bibirnya, dan untuk sepersekian detik Vanya baru menyadari sepertinya sentuhan lembut dan dingin itu adalah kecupan singkat yang diberikan Kevin untuknya.“Astaga! Aku ketiduran!” serunya terbata, suara seraknya memecah keheningan.Baru saat itu ia sadar, posisinya sudah berubah. Sebelumnya Kevin bersandar di pangkuannya, tapi kini dia malah berada dalam pelukan Kevin dan lengannya sendiri justru melingkar di tubuh pria itu, seolah enggan dilepaskan.Ini … benar-benar gila! Vanya menjadi panik, segera melarikan tan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status